III: (Not) a Good Starter

241 24 5
                                    

Jasmine's PoV

Aku membereskan bekas piring setelah keluarga Dallas meninggalkan rumah ini. Oh, pikiranku masih hanyut karena Cameron akan berada dalam satu sekolah denganku. Itu pertanda bagus! Ku pikir, aku akan bangga karena memiliki tetangga sepertinya. Dan aku bisa saja memamerkannya di sekolah, di hadapan sahabatku, yang pasti mereka akan terkejut-hahaha, sangat terkejut.

"Jas, kembali lah ke kamarmu. Biar Dad yang membereskan sisanya." Ujar Dad di tengah pekerjaanku mencuci piring. Aku mengangguk pelan dan langsung mengeringkan tanganku. Langkahku terasa seperti Husain Bolt saat berlari ke kamarku.

Aku mengambil ponselku yang berada di dekat jendela kamarku.

Tunggu dulu! Bukankah, itu Cameron?

"Cameron!" Aku meneriakinya. Lelaki yang sedang tertunduk itu langsung melihat ke arahku. Wah, keren sekali! Kamarku dan kamarnya berada di posisi yang sama, dan jarak kami pun cukup dekat. Ia melambaikan tangannya dengan lemas. "What are you doing?" Tanyaku setengah berteriak. Ia hanya menggelengkan kepalanya lalu mengangkat pundaknya.

"You start to school tomorrow?" Teriakku lagi. Kali ini ia membalasnya. "Yeah! What about you?" Ia tak kalah kerasnya denganku.

"Me too!" Jawabku.

"Great! We can go to school together! I brought my bicycle!" Bang! Hatiku rasanya mau meledak. Apa? Apakah seorang Cameron, si anak baru itu mengajakku ke sekolah bersama? It will be a good starter!

"Sure, Cameron! I'll go with you!" Teriakku lagi. "Just call me Cam!" Balasnya sambil tersenyum tipis. Aku membalas senyumnya dengan lebar. "Alright, Cam!"

Ia mengangguk mantap dan langsung menutup jendelanya. Ah, there's butterflies on my stomach! I'm feelin' loved.

×××××

The next day

Aku menunggu kedatangan Cam dengan sepeda kumbangku yang ku parkirkan di depan rumahku. Kali ini aku terpaksa harus mengeluarkan sepeda payah ini dan menolak ajakan Dad untuk berangkat bersamanya. Tak lama, sosok lelaki berhelm sepeda pun berjalan dan menuntun sepedanya ke arahku. "Hey, Jas!" Sapanya. Aku langsung tersenyum kala aku peka bahwa itu adalah Cam.

"Is that your bike?" Tanya Cam. Aku mengangguk mantap sembari tersenyum. Ia mengernyitkan dahinya dan memberi pandangan jijik. I know it, Cam. I know it.

"No offense, but, it's a-"

"It's a lame bike, I know it. I just get it out from storage. I rarely used it." Jawabku sambil menatap malang sepeda lamaku.

"Kalau begitu, kau bisa menggunakan sepedaku. Aku akan memboncengmu."

Sontak aku membulatkan mataku. "Seriously?" Tanyaku hampir tak percaya. "Yeah." Jawabnya lemas. Aku tersenyum. "Thank you, Cam!"

Ia menaiki sepedanya dan memberi isyarat kepadaku untuk naik ke step belakang sepedanya. "Kau yakin akan kuat memboncengku, Cam? A-aku- Sedikit-"

"Kau tidak berat, Jas. Lagi pula sekolah itu dekat, kan? Ayo!" Aku langsung mengangguk cepat dan naik ke sepeda BMX hitam itu. "Pegangan saja, agar kau tak terjatuh."

Ah, Cam. Kau bisa saja membuatku meleleh. "Baiklah, aku siap." Kataku. Ia langsung mengayuh sepedanya. Sedikit takut akan terjatuh, sehingga aku mencengkram pundaknya dengan kencang.

Tear In My Heart // cameron dallasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang