Naomi tertawa kecil lalu mengusap puncak kepala Yupi. "Emang Yupi mau boneka apa? Besok deh Kakak bawain. Oke? Yupi jangan ngambek. Jelek tau."

"Kak Naomi, Kak Naomi main perang-perangan yuk!" teriak tiga anak kecil yang wajahnya mirip ampas(?) sambil menarik-narik baju seragam Naomi.

Naomi melotot. "Hiih, jangan tarik-tarik! Nanti baju aku sobek. Emang kamu mau jahitin lagi?"

Tiga anak mirip ampas itu langsung manyun. "Kak Naomi udah gak sayang sama kita." Ucap anak kecil yang bertubuh paling pendek.

"Yes, benar sekali. Sis Naomi sudah tidak love lagi sama kita." Ucap anak kecil berponi jarang dengan mencampurkan bahasa Indonesia dengan Inggris.

"Tau nih Kak Naomi. Kak Naomi cuma menyayangi sesosok Sinka saja." Balas anak kecil yang bahasanya ribet.

"Bahasa lu, ribet bener Sak!" Ucap anak kecil yang paling pendek sambil memukul kepala anak kecil yang di panggil 'Sak'.

Naomi tersenyum lalu mensejajarkan tubuhnya dengan mereka. "Della, Saktia sama Sisil. Jangan berantem. Kak Naomi sayang kok sama kalian. Tadi bercanda doang hihihi. Mau main perang-perangan? Ayuk!"

Mereka berempat bermain perang-perangan menggunakan alat-alat memasak. Seperti Sisil, Sisil menggunakan sendok sayur untuk menjadikan pedang-pedangan. Della menggunakan piring plastik untuk menjadikannya sepeti shuriken. Sedangkan Saktia menggunakan penggorengan untuk menjadikannya tameng Captain Amerika. Cuma nggak ada bintangnya.

Naomi berpura-pura menjadi musuh raksasa yang tidak memiliki senjata namun ada senjata yang paling ampuh untuk menerjang mereka. Gibasan rambut Naomi.

"Gibasan rambut Tsunaomi!" Naomi mengibaskan rambut panjangnya ke arah ketiga gadis aneh yang menamai geng mereka Devil's Attack.

Mereka semua berakting terpental jauh ke belakang. Naomi tertawa penuh kemenangan. Dan drama mereka terhenti saat Umi Uty menyuruh mereka untuk makan malam.

Mereka semua menuju ruang makan dan makan bersama-sama. Banyak anak-anak yang meminta Naomi untuk menyuapinya. Akhirnya Naomi menyuapi mereka satu-satu dengan sabar. Begitu juga Naomi di suapi oleh Umi Uty. Jadi mereka main suapin-suapinan.

Seusai makan malam, mereka langsung menuju kamar tidur untuk tidur. Naomi mengikuti langkah Sinka. Sinka menunjukan kasurnya yang penuh dengan boneka pemberian dari Naomi. Naomi menyingkirkan beberapa boneka Sinka dari atas kasurnya lalu duduk bersila di atas kasur.

"Udah banyak ya bonekanya? Dudut boleh kok bagiin ke anak-anak yang lain. Biar sama-sama punya boneka." Ucap Naomi lalu menepuk pahanya. "Sini, bobo. Mau Cici nyanyiin gak?"

"Nyanyi apa Ci? Emang Cici bisa nyanyi?" Tanya Sinka, Naomi langsung menghadiahi Sinka dengan cubitan mautnya. "Sakit Ci. Jangan dong. Melar nanti."

"Iya deh. Maaf." Naomi mencium pipi Sinka gemas lalu menepuk bantal. "Bobo, Cici temenin ya sampe Dudut bobo."

Sinka mengangguk lalu merebahkan tubuhnya ia menarik Naomi untuk di peluknya. "Ci, Dudut bahagia deh Cici dateng ke sini setiap hari. Bolehkan Dudut anggap Cici Kakaknya Dudut?" Ucap Sinka di tengah-tengah keheningan.

Naomi mengangguk sambil mengelus rambut Sinka. "Iya Dut, boleh kok. Cici juga nggak punya Adik. Eh punya deh. Adik Cici kan Dudut."

Sinka semakin mengeratkan pelukannya pada Naomi. Setelah cukup lama, Naomi melepaskan pelukannya secara perlahan lalu mengecup kening Sinka. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Sinka. "Selamat malam Dudut, Cici pulang yah. Besok Cici dateng lagi."

Naomi keluar dari kamar anak-anak lalu menemui Umi Uty. "Umi, Naomi pulang ya. Makasih Umi udah izinin Naomi buat dateng ke sini setiap hari."

Umi Uty tersenyum lalu mengusap puncak kepala Naomi. "Naomi boleh kok kapan aja ke sini kalau Naomi seneng."

Naomi mengangguk lalu mengambil tangan Umi Uty untuk salim. "Makasih Umi, mm," Naomi mengeluarkan amplop dari saku rok celananya lalu memberikannya pada Umi Uty.

"Eh, nggak usah Mi. Uangnya kamu pakai aja buat jajan sekolah." Umi Uty menolak amplop yang diberikan Naomi. Namun Naomi langsung menggeleng. "Nggak Umi. Simpen aja buat keperluan anak-anak. Lagian uang Naomi juga lebih setiap harinya. Jadi pake aja. Gak salah kan kita saling membantu?"

Umi Uty tersenyum lalu menarik Naomi ke dalam pelukannya. "Semoga hidup Naomi di berkahi ya sama Tuhan."

"Amiin. Yaudah, Naomi pamit ya Umi. Daah, Naomi ke sini lagi besok!" Naomi melambai pada Umi Uty lalu masuk ke dalam mobilnya untuk kembali ke rumahnya. Tentu langsung pulang karena sekarang sudah pukul sepuluh malam.

*****

"Dari mana aja kamu?!" Tanya seorang pria berwajah sangar sambil bersedekap dada.

"Peduli apa?" Tanya Naomi dingin.

Pria berwajah sangar itu mendekat ke arah Naomi hendak menampar pipinya, namun ia langsung menghentian tindakannya. "Kenapa? Tampar aja, Pa. Kenapa berhenti?"

"Naomi! Papa ini masih orang tua kamu!" Teriak pria sangar itu yang di ketahui bernama Farish menatap Naomi geram.

"Sejak kapan Anda menjadi orang tua saya? Apa Anda pernah meluangkan waktu Anda sebentar saja untuk saya? Tidak pernah!" Ucap Naomi menatap Farish tidak kalah geram.

"Naomi! Jaga mulut kamu. Papa kerja demi kamu! Papa kerja buat menuhin semua kebutuhan kamu. Kebutuhan sekolah kamu!" Farish mulai terpancing emosinya.

"Kebutuhan aku? Papa bilang kebutuhan aku? Aku nggak butuh harta Papa! Aku cuma butuh kasih sayang dari Papa! Aku nggak peduli aku hidup miskin atau gimana, asal ada yang sayang sama aku itu udah cukup. Papa nggak pernah ngeluangin waktu sedikitpun buat aku!" Naomi menatap Ayahnya geram.

Farish menatap Naomi tajam. "Siapa yang ngajarin kamu ngomong kurang ajar gitu ke Papa? Siapa?!" Farish mencengkram lengan Naomi erat. Matanya menatap mata Naomi tajam serta napasnya memburu. "Papa nggak pernah ngajarin kamu kurang ajar kaya begitu. Kamu hidup di tempat yang layak! Bukan di jalanan! Kamu bukan anak berandal."

Plak!

Naomi menampar pipi Farish. "Jaga mulut Papa! Bukan berarti hidup di pinggir jalan itu berkelakuan buruk."

"Naomi!!" Geram Farish hendak menampar balik pipi Naomi, namun dengan cepat Bi Sumi mencegah tindakan dari Farish.

"Biarin aja Bi harusnya. Biar aja Papa tampar pipi aku sampai berdarah sekalian, biar puas." Ucap Naomi ketus lalu meninggalkan Farish yang wajahnya masih memerah menahan emosinya.

Naomi melempar tubuhnya ke atas kasur lalu menatap langit-langit kamarnya. "Mama apa kabar? Naomi kangen. Kangen banget." Naomi melirik foto yang terbingkai rapi di nakas lalu mengambilnya. "Mama baik-baik aja kan di sana?" ucap Naomi sambil mengusap foto wanita cantik yang sedang tersenyum padanya.

"Naomi kangen banget. Semoga kita bertemu di alam mimpi ya, Ma." Naomi memeluk foto Mamanya mulai memejamkan matanya lalu ia di bawa ke dunia mimpi.

*****

When Bad Meet Good [Completed]Where stories live. Discover now