LOtS (31)

31.2K 2.5K 199
                                    

Sisi Pov

"Akhhhhhh....."
Digo masih saja meremas dadaku melumat benda yang mengeras dengan niple yang menegak dalam genggamannya itu ketika terdengar bunyi bel. Digo mengangkat wajahnya dan mengecup bibirku berkali-kali sebelum berdecak terganggu dengan bunyi bel yang masih mencoba memanggil kami untuk membukanya.

"Ck. Siapa sih yang datang pagi-pagi gini, orang mau serangan fajar juga...?" Digo memeluk tubuhku yang setengah terbuka seperti tak rela menghentikan permainan. Aku menarik bahu Digo untuk berusaha duduk dan membenahi rambutku yang sudah sedikit acak-acakan dan meraih karet rambut yang sudah melayang kesekitar kami dan mengikat rambutku sembarangan. Aku meraih bra dan kaosku yang terlanjur terlepas bergelimpangan disampingku lalu mengenakannya dengan malas.

"Sebentar Cay .. " Aku mendorong bahu Digo yang masih menindih tubuh bagian bawahku, kepalanya menempel diperutku sambil memejamkan mata dengan tangan memeluk pinggangku. Aku mengacak-acak rambut Digo dan mencium keningnya ketika dia mendongakkan wajah dengan mata masih sayu tersisa hasrat yang tadi sudah membelit kami.

Suara bel kembali berulang memecah lenggangnya pagi. Kulirik jam dinding? 06.15 , siapa yang rajin datang sepagi ini dihari libur pula. Tak salah kalau Digo tak senang hati. Kami sedang memiliki planning bercinta pagi ini karna tadi malam sepakat untuk lebih konsentrasi memproduksi bayi. Ah, sebenarnya alasan. Karna memang kami sedang seperti tak pernah kehilangan hasrat setelah beberapa saat waktu bercinta kami sedikit berkurang karna sama-sama kelelahan. Aku kelelahan karna punya kesibukan baru mengurus Papa mertua dan Digo mengurus usaha Mama mertua dan kuliah.

"Digoo, tamunya udah gak sabaran ketemu tuan rumah." Aku mengangkat tubuh Digo yang melonggarkan pelukannya diperutku.

"Siapa sih tamu tak diundang yang rajin subuh - subuh nyamperin orang? Kalau bisa disilent, silent aja tuh bel, biar sampai keriting jarinya mencet gak bakal kedengeran ... " Digo menggerutu membenamkan wajahnya dibantal setelah aku sudah turun dari ranjang dan memakai alas kaki yang ada dibawah samping ranjang dan menyeret kakiku ke pintu kamar. Aku tersenyum geli mendengar gerutuannya.

"Jangan sampai kamu keluar lupa pakai baju... " Aku mengingatkannya sebelum meninggalkan pintu kamar.

"Iya, Cay hhhhhhh...." Sahutan Digo terdengar samar sambil membuang nafas kasar.

"Sebentarrr...." Aku menyahut walaupun belum tentu didengar orang yang memencet bel karna bunyi bel yang terdengar dipencet beruntun. Siapa sih? Nafsu amat deh...

"Apa maksud Digo menghasut Papanya menyerahkan semua aset hotel untuk dia kelola???"

Tante Puteri dengan beringas mendorong pintu apartemen ketika aku membuka pintu tanpa melihat lensa untuk memantau terlebih dahulu. Aku terdorong kebelakang karna tak siap dan juga karna wanita didepanku sepertinya emosi tingkat tinggi. Apa katanya aset?

"Apa sih Tante, saya gak ngerti deh..." Aku terheran-heran dengan serangan fajarnya ini, mending serangan fajar Digo deh. Eh, apa hubungannya?

"Alahh, kamu pura-pura gak ngerti, padahal kamu juga ikut andil menghasut, kamu merawat mertuamu karna ingin bagian, begitukan, cabe?" Tante Puteri mendorong bahuku kasar, sekasar mulutnya yang asal bicara.

"Omegat Tante G, dijaga mulut Tante yang katanya berpendidikan, percuma S1 tapi mulut kaya anak TK bahkan kaya orang yang GAK sekolah..."
Kurang ajar. Sedikitpun aku tak pernah membahas soal harta selama merawat Papa, kenapa dia datang-datang melabrak menuduh kami dengan tuduhan menghasut. Dia pikir aku gila harta seperti dia?

"Lalu siapa lagi yang menghasut dan mengajarkan pada si tua itu untuk memanggil pengacara dan menulis surat wasiat seperti ini??" Tante Puteri melemparkan sebuah map yang jatuh dikakiku tapi aku tak sudi menunduk mengambilnya.

LOVe On The StreetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang