Chapter Nine : Impression

2.7K 142 0
                                    

A/N : Hay readers yang sangat baik, kali ini gue mau upload 2 chap sekaligus, karna emang lagi seneng-senengnya walaupun hampir seminggu ga update update semoga chap ini bisa memenuhi rasa kangen kalian okay(?) happy reading guyss

Radinka

Radinka mencoba membuka matanya, entah mengapa terasa lebih berat dari sebelumnya, mungkin karena tadi malam ia begadang, dan betapa bodohnya ia begadang hanya karena teringat dengan ucapan Rafael. Ucapan permohonan maafnya yang entah mengapa dianggap Radin sebagai permohonan maaf yang tulus, bukan benar-benar sekedar ucapan tanpa arti. 'Kok gue kepikiran kata-kata Rafa sih? okay dia memang minta maaf, tapi cowo tipe kaya Rafa mana mungkin tulus minta maaf, tapi kayanya yang kemaren emang tulus, apa gue harus maafin dia? stop it Radin gausah mikirin Rafa,' batin Radin. Radin menuju ke kamar mandi dengan langkah gontai. Setelah membersihkan badannya yang terasa lengket, Radin pun langsung merapikan bukunya dan menuju ruang makan.

Terlihat di ruang makan, hanya ada Ashton, kakanya. Ia tidak melihat sosok Mamahnya yang biasa menyiapkan sarapan untuk Radin dan Ashton.

"Kak, mamah mana ya?" Tanya Radin sambil mengunyah nasi goreng buatan kakanya.

"Oh iya Kaka lupa ngasih tau, Mamah mau ketemu Papah, biasalah urusan bisnis."

Radin hanya bisa diam sejenak. Ya, Papah dan Mamahnya tidak tinggal di bawah atap yang sama, namun bukan berarti mereka berpisah. Radin tidak mengerti apa alasannya hingga Papah dan Mamahnya memutuskan untuk tinggal di tempat yang berbeda, apalagi Papahnya selalu rutin menginap di rumahnya setiap sebulan sekali, dan begitupun mamahnya. 'Kenapa Mamah sama Papah ga tinggal serumah sih? Pasti Mamah nyembunyiin sesuatu dari Radin, ah entahlah,' batin Radin. Yang ia mengerti hanya satu, Mamah dan Papahnya menyembunyikan sesuatu darinya hingga mereka harus berpisah, dan Radin pun tidak tau apa yang mereka sembunyikan.

"Udah jangan diem, mendingan sekarang kita berangkat, biar ga telat gitu."

"Tumben banget nganterinnya pagi, pasti mau liat Abby ya?"

Seketika pipi Ashton memerah hingga ke telinga, dan Radin hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Jarang sekali ia melihat kakanya merasa malu hingga pipinya berwarna merah padam.

"Apaan sih De, yu sekarang kita pergi."

"Tunggu Kak aku pake sepatu dulu."

Setelah mengenakan sepatunya, Radin pun berlari menuju garasi, tidak lupa ia mengunci pintu rumahnya. Radin memasuki mobil Ashton, dan di dalam mobil mereka hanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tiba-tiba, Ashton memulai pembicaraan.

"Oh iya Abby anak ekskul apa ya? Kayanya dia tomboy gitu ya," ucap Ashton dengan raut wajah penasaran.

Sontak, Radin pun terkejut. 'Dih kepo banget sih kak, geli gue dengernya juga', batin Radin.

"Ditanya malah diem, gemana de gemana," ucap Ashton menggebu-gebu.

"Iya Kaka bisa ga sih gausah rusuh? Dia anak basket ka keliatanlah dari gayanya juga stop nanya-nanya lagi okay? Mendingan lo tanya sendiri ajalah ke orangnya, tuh ada di depan kita."

Ya, tanpa mereka sadari, mereka sudah di depan SMA Connolly, dan tanpa mereka sadari pula, di depan mereka terlihat Abby yang sibuk memarkirkan motor sportnya. Dengan tergesa-gesa, Ashton langsung keluar dari mobilnya, lalu membukakan pintu untuk Radin. Sungguh bukan hal yang sangat biasa bagi Radin. 'Mungkin biar Abby notice dia kali ya, yaudah lah diemin aja lah,' batin Radin.

"Waw, aku tercengang deh liat lo yang sok baik," ucap Radin ketus

"Radinka, Adikku sayang kalau emang lo setuju gue sama Abby, setidaknya lo ngedukung usaha gue lah," jawab Ashton lirih.

HiddenHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin