Seventeen

14.9K 614 17
                                    

Tok. . .Tok. . .Tok. . . Tok

Terdengar suara ketukan dari luar kaca mobil Gama. Rayhan segara membuka jendela dengan memencet tombol automatic window-nya.

"Ini belum beres juga? Lama deh. Gue udah lumutan ini di luar. Udah kehabisan stok suster cantik." Caliandra tertawa masih dengan lengannya yang melingkar di pinggang Rayhan dan Rayhan yang mengelus lembut puncak kepala Caliandra.

"Gama gangguin banget deh orang lagi serius. Cari dokter cantik aja kalau susternya gak ada." Kalau dilihat dari gelagat Caliandra yang sudah bisa diajak bercanda berarti masalah mereka seharusnya sudah selesai.

"Jam 1 pagi gini? Yang ada gue yang ketemu suster ngesot iya. Udah sana pindah lapak aja pacarannya. Gue ngantuk, mau tidur. Mau pulang aja!"

"Gama ih kok jahat!" Biasanya Caliandra yang selalu galak sama Gama, sekarang gantian. Jarang jarang juga Gama bisa galak, habis dia terlanjur geregetan sama dua orang ini. Udah dijodohin pada nolak, akhir-akhirnya beneran suka tapi kok ya sukanya setengah-setengah. Nanggung. Melihat Caliandra dan Rayhan malam ini, Gama belajar sesuatu. Masalah apapun itu memang harus dibicarakan, karena diam bukan jawaban. Meskipun terkadang kita sering berfikir diam adalah jalan keluar, tapi bahkan terkadang diam membuat semuanya semakin buruk. You should talk to each other, heart to heart, because you can't talk inside your mind. You're not a mind reader, simple.

*

"Aku pikir kamu gak akan datang lagi Ray." Kalimat itulah yang Rayhan terima saat ia menginjakkan kaki ke kamar Ayesha. Sebelumnya Rayhan berpapasan dengan ibunda Ayesha di lorong rumah sakit. Ia sangat berterima kasih dengan pertolongan dari Rayhan untuk Ayesha, meskipun ia tahu Rayhan bukan lagi kekasih anaknya.

"Aku belum bertemu Tante Fahrina, waktu itu beliau meminta aku menjagamu Yes. Ehm. . .dan Caliandra titip salam untukmu. Dia juga memberikan ini." Rayhan meletakkan rangkaian bunga lili di pangkuan Ayesha. Ayesha menerimanya tanpa berkata apa-apa. "Kamu sudah membaik Yes?"

Ayesha hanya mengangguk, lalu ia menarik tangan kiri Rayhan dan menggenggamnya,"tidak bisakah kamu kembali denganku saja Ray? Aku tau perbuatanku salah dan kamu membenciku, tapi aku masih menyayangimu Rayhan. Dan aku menyesal Ray, Ezra tidak sebaik yang aku pikir. Jadi tidak bisakah kita bersama lagi?" Rayhan tertegun menatap Ayesha, perlahan ia lepaskan genggaman tangan itu, berharap tak akan menyakiti harga diri wanita yang pernah ada di hatinya.

"Maafkan aku Yes, aku sudah bersama Caliandra. Mungkin lebih baik kita seperti ini. Aku rasa ini keputusan terbaik untuk kamu dan aku." Rayhan mencoba menjelaskan ini semua,"tapi aku gak benci kamu Ayesha. Aku mungkin pernah marah dan kecewa, tapi yasudahlah. Biarkan saja itu menjadi masa lalu."

Ayesha tertunduk. Sejak awal ia tahu kalau ia sudah kalah. Rayhan bukan ingin kembali padanya, Rayhan hanya mengasihaninya semalam. Mengasihani wanita yang sedang terbaring tak berdaya dan tak punya siapa-siapa. "Jadi kamu sudah menerima perjodohan itu? mungkin ternyata selama ini aku benar." Pertama kali tahu mengenal Caliandra, Ayesha tau ada yang berbeda dengan perempuan ini. Ayesha tak pernah merasa tersaingi dengan teman-teman perempuan Rayhan yang mungkin sesekali menggoda Rayhan dulu. Tapi dengan Caliandra yang sebenarnya terlalu biasa dibandingkan dengannya, Ayesha selalu merasa tersaingi.

"Maksud kamu Yes?"

"Bukan apa-apa, hanya pemikiranku dulu saja. Kalau begitu aku doakan kamu dengan Caliandra akan baik-baik saja. Semoga perjodohan kalian berjalan dengan lancar." Dan sekarang Ayesha merasa kalah. Ia selalu merendahkan Caliandra dulu, tapi sekarang Caliandra malah membiarkan laki-laki yang katanya sudah resmi menjadi kekasihnya ini menemani mantan kekasihnya yang menyedihkan. Perempuan macam apakah dia? dia terlalu baik. Mungkin karena itu Rayhan bisa berpaling padanya.

I Choose YouWhere stories live. Discover now