Fourteen

14.1K 642 5
                                    

Caliandra POV

Menyenangkan rasanya merasakan genggaman hangat yang begitu protektif. Menyenangkan rasanya mendapati jari-jarimu tertaut dengan jari-jariku. Aku tidak ingin kamu melepaskan genggaman ini. Terus saja seperti ini untuk sekarang. Dan mari kita mencoba memulai semuanya dari awal. Mungkin masih ada kesempatan, katamu begitu tadi.

Rayhan menarik tanganku, mengajakku berjalan menghampiri Ibu dan tante Rania. Mereka mengatakan kalau mereka sudah menunggu di parkiran. Sepertinya acara berburu belanjaan mereka sudah selesai.

"Pantesan lama lagi asyik sendiri sih, udah gak usah dipegangin terus Calianya Ray. Gak akan hilang kok." Tante Rania menggoda Rayhan yang masih menggenggam tanganku. Refleks aku melepaskan kaitan tanganku, kami seperti anak SMA yang ke-gep pacaran sama orang tuanya. Mukaku memerah, tapi tidak dengan Rayhan ia terlihat tenang-tenang saja.

"Bunda, Caliandra jangan digodain gitu. Lihat tuh mukanya sudah kayak kepiting rebus begitu." Rayhan tersenyum menatapku. Sepertinya dia jadi lebih sering menggodaku. Awas saja, aku akan membalasnya nanti. Entah kenapa manusia es sudah tidak sedingin dahulu terhadapku. "Ayo masuk, kamu mau berdiri disana terus?"

Aku mengikuti Rayhan memasuki mobil, sementara kedua orang tua kami sudah masuk terlebih dahulu. Sekarang tinggal menuju ke butik Tante Sonya. Aku sedang mengencangkan sabuk pengamanku saat Rayhan menariknya dan memasangkannya. Rayhan tolong jangan begini, aku akan benar-benar mencintaimu nanti. Terlihat Ibu dan Tante Rania hanya tersenyum melihatnya.

Kami kembali ke rumah saat matahari akan segera tenggelam ke peraduannya, "Bunda, Rayhan mau bicara sebentar sama Caliandra. Bunda tunggu di mobil dulu aja ya." Rayhan menahanku untuk masuk ke dalam rumah.

"Ada apa?"

"Terima kasih untuk jawaban kamu," entah sejak kapan Rayhan mulai berbicara aku-kamu denganku, aku tak menyadarinya. "Selamat istirahat, nanti aku telepon ya kalau sudah sampai di rumah."

Aku tersenyum menatapnya, hanya saja ini berjalan terlalu sempurna dan membuatku khawatir. Tapi kenyataannya kami baik-baik saja, biarkan ini menjadi awal yang baik. "Rayhan. . ."

"Hmmmm. . ." Rayhan membalikkan tubuhnya karena jaraknya sudah cukup jauh dariku.

"Aku suka lihat kamu pakai kacamata."

"Hah?" Rayhan terlihat kaget mendengar apa yang aku katakan,"I'll make sure to use this when i'm with you."

Aku menatap kepergian Rayhan sampai mobilnya sudah tak terlihat lagi. Dan aku masih berdiri di teras untuk beberapa saat, menyaksikan matahari tenggelam dari kejauhan. Aku tersenyum. Aku bahagia. Hanya itu yang bisa aku katakan untuk hari ini. Semoga kamu tidak berubah Ray, akan selalu seperti ini. Semoga ini bukan pelarian atau hanya sementara. Karena sekarang aku sedang mencoba percaya bahwa kamu juga belajar mencintaiku.

*

Rayhan POV

Boleh gak gue sekarang meloncat kegirangan. Boleh gak gue memeluknya disini? Atau bolehkah gue melumat bibir mungil itu lagi. Gue ingin merasakannya. Bisakah itu semua menjadi hadiah gue aja. Ah tapi rasanya tidak bisa sekarang.

Gue mengacak lembut puncak kepalanya, dan ia memasang muka cemberutnya, "Ah jangan gitu atau gue tarik ucapan gue sekarang."

"Tuhkan udah marah-marah lagi. Jangan galak-galak Caliandra." Gue senyum-senyum menatapnya, "Terima kasih mau mencoba."

Kalau dipikir-pikir gue merasa konyol melayangkan pertanyaan tadi di tengah keramaian pasar. Ah, kenapa tidak melakukannya dengan lebih baik. Rayhan, rayhan, sangat tidak romantis. Sangat menyedihkan sesungguhnya. Bersikaplah manis sedikit, pikiran gue yang lain mengatakan hal ini. Gue sesungguhnya bingung harus apa, gue takut terlihat bersikap berlebihan. Karena dia berbeda, gue harus bersedia menarik ucapan gue dahulu.

I Choose YouWhere stories live. Discover now