Five

15.5K 727 15
                                    

Sudah seminggu ini Caliandra harus pergi dan pulang dari kampus bersama Rayhan, sesekali juga bersama Ayesha. Tak pernah seharipun Caliandra dan Rayhan tidak bertengkar di dalam mobil, selalu saja ada hal yang mereka ributkan. Mulai dari suara volume radio sampai sepotong roti bakar. Iya kalian tak salah mendengar, roti bakar. Tidak penting memang. Dan malam ini sepertinya pertengkaran antara mereka berdua agak sedikit lebih keras dari biasanya.

Caliandra sedang sangat tertekan karena dua minggu menjelang sidang skripsinya, ia harus menghadapi kenyataan kalau pembahasan beserta kesimpulan dari skripsinya mengenai pengaruh batas negara dengan hubungan diplomatik suatu negara belum mendapat pengesahan dari dosen pembimbingnya. Ia hanya diberikan waktu dua hari untuk merevisi semuanya atau sidangnya ditunda dan kelulusannya juga ditunda tentunya.

Sedangkan Rayhan hari ini juga sedang pusing tujuh keliling, selain masalah kebuntuan skripsinya, ia juga harus bertengkar dengan Ayesha karena Rayhan tidak bisa mengantarnya untuk acara fashion show-nya nanti malam. Alasannya tentu saja karena Rayhan harus mengejar deadline skripsinya. Dan Ayesha malah menganggap semua ini gara-gara perempuan yang dijodohkan dengannya.

"Kan perjanjiannya kalau salah satu dari kita gak bisa, harus ada yang ngabarin. Gue nunggu lo satu jam di kampus." Caliandra bersungut marah ketika akhirnya Rayhan benar-benar datang untuk menjemputnya.

"Terus kenapa lo gak pulang aja? Kan bisa naik taksi, kenapa harus repot nungguin gue?" Dengan setengah berteriak, Rayhan membalas kemarahan yang dilontarkan Caliandra.

"Gue orangnya itu tepat janji ya! Lo gak bisa dihubungin sama sekali, terus gue harus apa? Kalau sampai lo ternyata nungguin gue juga, lo pasti ngamuk sama gue kan? Gue tuh males ribut sama lo."

"Caliandra, gak usah terlalu persisten lah. Kalau lo gak ada di tempat kita ketemu, lo pasti gue tinggal. Ngapain juga gue repot-repot nunggu lo?" Keduanya terlihat sama-sama emosi dan keras kepala, tidak mau ada yang mengalah.

"Oke kalau gitu! Dari awal gue udah gak yakin dengan sandiwara kita yang gak jelas ini. Ya udahlah selesain aja disini. Gak usah antar ataupun jemput gue. Nanti gue yang bilang sama ayah ibu biar nyampein ke orang tua lo kalau perjodohan kita selesai. We are over. Finish."

"Ya udah kalau gitu. Bagus malah. Lebih cepat lebih baik. Sampai di rumah kalau perlu lo langsung telepon nyokap gue. Jadi, sekarang lo silahkan turun dari mobil gue." Rayhan menghentikan mobilnya di pinggiran jalan yang tidak terlalu ramai dan meng-unlock kunci pintunya. Caliandra melepas seatbelt-nya dengan terburu-buru lalu pergi keluar dari mobil dengan penuh kemarahan.

Setelah mobil Rayhan menghilang dari pandangannya, Caliandra menyadari kalau ia sendiri di pinggir jalan yang masih belum begitu jauh dari kampusnya dan sudah selarut ini. Bagaimana ia pulang? Tidak mungkin menelepon Ibu atau Ayah, pasti mereka khawatir nanti. Meskipun tadi ia bilang akan segera meminta untuk mengakhiri semua perjodohan ini, tapi ia rasa ia tidak bisa tiba-tiba mengatakan ini dan membuat orang tuanya terutama Ibunya khawatir. Ia harus mencari waktu yang tepat.

Caliandra hampir menangis mengetahui keadaannya sekarang, jam segini harus naik bus ataupun taksi, mana mungkin? Dia mengutuki dirinya yang harus terbawa emosi, setidaknya pulanglah lebih dulu baru bertengkar. Tentu saja itu tak terlintas di pikirannya. Dirinya panik. Ia menarik nafas dalam-dalam, tolong jangan sekarang Tuhan. Dengan sisa-sisa baterai yang ia miliki, ia menelepon orang yang selalu bisa membuatnya keluar dari masalah.

*

"Astaga Rayhan darimana saja? Tante Kartika panik ngehubungin Bunda tadi. Calia sudah sampai rumah kan?" Rayhan yang baru sampai di rumah sudah diberondong dengan banyak pertanyaan dari bunda soal Caliandra. Belum sempat Rayhan menjawab, telepon genggam bundanya berbunyi.

I Choose YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora