Fifteen

12.3K 622 4
                                    

Rayhan tidak percaya dengan apa yang ia lihat di hadapannya sekarang. Ayesha terbaring dengan luka lebam di wajah dan lengannya. Terlihat juga sebuah perban yang menghiasi dahi dan lengan kanannya. Entah luka apa yang ada di balik itu semua. Namun terlepas dari semua itu, Ayesha masihlah terlihat cantik. Tetap begitu. Sesakit apapun hati Rayhan terhadap perbuatan Ayesha, Rayhan tak bisa memungkiri jika Ayesha memang memiliki wajah yang sempurna. Aura cantik yang mengintimdasi, bukan menenangkan dan ceria seperti Caliandra.

Setelah sampai di rumah sakit bersama Caliandra yang memaksa untuk menemaninya, Rayhan bertemu dengan pihak hotel yang membawa Ayesha ke rumah sakit. Pak Zaldi mengatakan jika pihak hotel menerima panggilan darurat dari kamar Ayesha dan setelah dibuka paksa ternyata Ayesha sudah tak sadarkan diri dengan lebam di wajahnya. Pak Zaldi menyatakan jika kejadian ini akan diperkarakan, maka pihaknya bersedia untuk memberi keterangan dan membantu. Rayhan hanya mengatakan jika pihak keluarga akan menghubungi jika membutuhkan bantuan. Tentu saja Rayhan harus menunggu Tante Fahrina, saat menelepon Rayhan tadi ibunda Ayesha ini menyatakan akan terbang dengan penerbangan paling pagi dari Surabaya.

"Kondisi pasien stabil dan akan kami pantau terus. Sekarang nona Ayesha hanya butuh istirahat. Dan lebam-lebam di tubuhnya akan membaik dalam beberapa hari, untungnya tidak ada pendarahan dalam. Jika orangtua dari pasien sudah hadir, saya minta tolong untuk menemui saya segera. Selamat malam."

"Selamat malam dok, nanti saya akan sampaikan. Terima Kasih." Rayhan tersenyum sambil mengantarkan Dokter Widya - ujar sang dokter yang tadi memperkenalkan diri - keluar dari kamar Ayesha dirawat. Rayhan terlihat cukup kacau saat melihat keadaan Ayesha pertama kali. Caliandra tak bisa memungkiri itu. Mungkin Rayhan masih menyayangi Ayesha, Caliandra berfikir begitu. Namun ini bukanlah saat yang tepat. Mungkin ini hanya rasa simpati Rayhan, setidaknya Rayhan pernah menjadi orang yang mencintai Ayesha. Caliandra harus memaklumi itu. Caliandra mengatakan pada dirinya sendiri untuk membuat perasaannya lebih baik.

"Caliandra, ayo aku antar kamu pulang. Dokter bilang Ayesha baik-baik saja dan butuh istirahat."

"Lalu kamu mau ninggalin Ayesha disini sendiri? Aku udah telepon ibu tadi, aku bilang gak perlu nungguin aku pulang, lagipula kamu yang antar aku. Ibu sudah bilang iya.  Jadi aku akan nemenin kamu disini. Kasian Ayesha, kita harus nemenin sampai dia sadar. Paling tidak ada seseorang di sampingnya kalau dia sadar."

"Tapi Cal. . ."

Caliandra menggenggam tangan Rayhan, "Aku baik-baik aja Rayhan. She needs us now." Rayhan tersenyum kepada Caliandra, merengkuhnya ke dalam pelukannya dan mengecup kening kiri Caliandra.

"I glad that I have you here."

"Hey Mr. Rayhan, jangan menggombal disini." keduanyapun tersenyum dan saling melempar pandang, "Do you want a coffee or something? aku rasa kamu membutuhkannya. Karena aku sepertinya membutuhkannya Ray."

"Sejak kapan kamu minum kopi?" tatapan Rayhan menyelidik, "Biar aku yang belikan saja, tapi bukan kopi. Biar aku beliin air mineral atau jus aja ya. Kamu disini saja."

"Yaudah aku beliin kamu kopi aja, aku beli air mineral aja."

"Iya yaudah aku yang belu aja. Kamu tunggu sini."

"No. . no. . no, aku yang ingin beli duluan. Kamu disini saja jaga Ayesha. Oke?" Caliandra tidak menerima jawaban tidak karena ia segera berlalu menuju cafeteria di rumah sakit ini.

Rayhan sedang duduk di sebelah ranjang Ayesha, saat Ayesha sadar. Ia perlahan membuka matanya, "Yes, kamu sudah sadar?" Rayhan menggenggm tangan Ayesha menatapnya khawatir.

"Ray. .han? Aku dimana?"

"Iya ini Rayhan, kamu di rumah sakit Ayesha. Tadi kamu pingsan di hotel, kamu ingat kejadian sebelum ini?" Ayesha terdiam saat Rayhan bertanya padanya, tatapannya kosong. Dan seketika tatapannya menyalang ketakutan. Sepertinya Ayesha menyadari apa yang terjadi dengannya.

"Ezra. . .ezra yang melakukannya," Ayesha lalu menangis ketakutan, "Ezra memukuliku Ray, karena aku tidak mau tidur dengannya. Dia. . dia. . ."

"Hey stop it. . " Rayhan tidak tega, yang ia tahu sekarang adalah memeluk Ayesha untuk menenangkannya. "Dia tidak akan menyakitimu lagi. Aku disini Yes."

Rayhan masih memeluk Ayesha saat langkah kaki itu memasuki kamar Ayesha. Caliandra menatap dua orang di hadapannya. Dadanya sesak, kakinya lemas, dan ia masih sekuat tenaga menahan dua gelas kopi yang ada di tangannya agar tidak terjatuh. Ayesha sedang menangis dan Rayhan memeluknya, menenangkannya. Caliandra ternyata tidak bisa menyaksikannya. Ia sendiri yang menyuruh Rayhan menemani Ayesha, dan sekarang ia sendiri yang merasakan kesakitan seperti ini.

Caliandra perlahan berjalan keluar dari kamar, berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun. Ia terduduk di ruang tunggu di luar kamar pasien. Dadanya masih sesak. Hatinya ternyata sesakit ini. Setetes air mata jatuh di pipi Caliandra, buru-buru ia menyeka dengan telapak tangannya. "Bodoh Cal! Bodoh. Ayesha sedang tertimpa musibah, Rayhan hanya melakukan yang seharusnya ia lakukan. Mungkin Ayesha masih syok dan tidak ada siapa-siapa kecuali Rayhan." Logikanya menyatakan begitu. Ia masih mencoba mengatakan pada dirinya sendiri kalau ia baik-baik saja. Mengatakan kalau Rayhan dan Ayesha sudah putus. Mengatakan kalau ini semata-mata hayalah sebuah bantuan. Tapi hatinya tidak begitu. Hatinya melihat hal yang berbeda. Dan Caliandra akhirnya menyadari sesuatu yang begitu ia takutkan sekarang. Satu hal yang begitu mengganggu pikirannya. Dan sementara ia hindari, karena ia merasa dirinya benar.

Bagaimana jika ternyata ialah yang selama ini ada di antara Rayhan dan Ayesha?

*

Kita tidak bisa memilih akan jatuh cinta kepada siapa, kapan, dan dimana. Maka dari itu rasanya menyakitkan jika cinta itu jatuh kepada orang yang mungkin salah. Caliandra sedang merasa seperti itu. Harusnya sejak awal ia tidak menuruti ego dan perasaannya. Mencintai orang yang baru saja kehilangan sama saja memberikan diri untuk sakit hati.

Cinta yang hadir setelah cinta lain pergi seringkali terbawa oleh bayang-bayang masa lalu. Seperti dirinya yang dibayangi oleh ketakutan Rayhan akan kembali kepada Ayesha setelah ini. Melihat Rayhan memeluk Ayesha, membuatnya merasa sakit juga merasa bersalah. Namun apakah ia harus protes dengan semua kejadian ini? Egois sekali dirinya yang berpikir ingin memiliki Rayhan seutuhnya. Ayesha sedang membutuhkan Rayhan saat ini, dan ia malah berpikir egois seperti ini. Inilah yang mungkin seringkali dikatakan bahwa cinta itu buta. Mereka pernah saling mencintai, dan mungkin cinta itu masih ada disana. Dirinya yang seharusnya pergi. Karena cinta itu sesungguhnya bukan miliknya. Sejak awal cinta itu memang milik Rayhan dan Ayesha.

Caliandra beranjak bangun dari duduknya. Meninggalkan segelas kopi yang masih mengepul hangat. Mencoba merelakan keegoisannya. Mencoba meyakini dirinya, mungkin cinta itu memang bukan untuk dirinya.

*

I Choose YouWhere stories live. Discover now