25. Avatar

8.1K 775 154
                                    

Silent reader = cewek matre ===> Ke laut aje

hohohoh *ketawa jehong


"Lo nggak bisa seenaknya menuduh orang tanpa bukti yang kuat Nyet," kata Andis tegas sambil menyantap sate Maduranya.

"Tapi kan Andis, mas Bayu melihat sendiri pake mata kepalanya, kalau Yani menyuntikkan cairan entah apa di selang infus mas Bayu," tukas Gempita, mengaduk bumbu kacang sate Madura di piringnya dengan tambahan kecap dan sambel. Dia duduk lesehan di samping Andis, tangan yang satu memeluk lengan Andis, satunya sibuk dengan uletan satenya.

"Kalau Bayu langsung koit setelah suntikan itu sih, itu bisa jadi bahan bukti, namun nyatanya, anak monyet yang kawin ama anjing di depan kita ini, sehat-sehat aja sampai sekarang," Andis mengarahkan ujung tusuk satenya ke arah Bayu yang lagi menyesap kopi hitam panasnya.

Gempita menusuk rusuk Bayu, lalu langsung manyun sambil mengerucutkan bibir mungilnya yang belepotan bumbu sate, "Andis, no kata kasar. Ya ampun, padahal kita mau nikah kenapa masih aja ngeluarin kata-kata kasar sih?"

Andis gelagapan, meletakkan sate yang dia pegang dan sekonyong-konyong menangkup muka imut Gempita lalu melumat bibir Gempita, menyedot sekawanan bibir mungil itu, dan menjilati bumbu kacang yang membuat cemong bibir pacarnya.

Gempita mendesah, mengerang, kemudian dia buru-buru mencubit puting Andis keras pake banget, membuat Andis memekik, dan melepas ciumannya.

"Ya ampun sayang, sakit banget... kenapa puting Andis dicubit sih?" Andis meringis, mengusap putingnya yang bersembunyi di balik tshirt v-neck.

"Habis Andis cium-cium sembarangan. Kalau titit Gempita bangun di sini gimana? Kan malu dilihatin banyak orang," rajuk Gempita, mengusap bibirnya yang basar air liur Andis.

"Kalau titit Gempita bangun ya Andis nina boboin."

"Tapi kan nggak di sini juga. Kamu nggak sadar kita lagi di mana?"

Bayu mendesah, mengabaikan romantisme dua pasangan di hadapannya. Pikirannya kalut, melambai ke sana ke sini. Bayu memegang cangkir kopinya, telunjuk kurusnya bergerak di tepian bibir cangkir. Iris madunya melompat-lompat ke kejadian malam itu, malam menakutkan itu, dua minggu silam.

Dia nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Malam diamana dia yakin setengah mati melihat Yani menyuntikkan sesuatu di selang infusnya. Seharusnya dia matikan? Mengingat bagaimana ucapan yang dilontarkan Yani terakhir kalinya, Bayu yakin nyawanya tidak akan selamat lagi. Namun yang ada, besoknya setelah malam mengerikan itu, Bayu masih bisa membuka matanya.

Hidupnya tetap normal meskipun masih terbaring di ranjang kala itu. Tak ada perubahan sama sekali, tanda-tanda vitalnya berprogres baik, bahkan, dokter spesialis yang menanganinya, mengijinkan dia pulang sehari lebih cepat dari jadwal.

Pertanyaanya adalah, apakah yang Bayu lihat itu sekedar mimpi doang, atau memang lagi-lagi ada orang yang datang menolongnya? Yang menjadi pahlawan bertopengnya untuk kesekian kali?

Bayu tidak tahu, sungguh!! Ledakan pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu berpusing dan berantakan di serambi otaknya. Tak ada satupun ayat yang mampu menerjemahkan kejadian-kejadian ganjil yang menerpanya malam itu.

Sempat Bayu bertanya kepada Kevin yang malam itu berjaga di depan kamar Bayu, apakah Kevin melihat sosok Yani? Namun dengan tegas, cowok menawan dengan jambang halus itu menjawab, bahwa dia tidak menjumpai Yani sekalipun. Kelebatan bayangnya saja tidak.

Jadi apa benar itu Cuma imajinasi Bayu? Cuma mimpi buruknya? Atau jangan-jangan Kevin yang telah menolongnya?

Bayu membuang setengah nafas, menghirup aroma kopi, lalu menyesapnya perlahan, membiarkan cairan kafein tersebut bermain agak lama di lidahnya, kemudian secara bertahap melenggang menghangatkan kerongkongannya.

MadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang