21. The Missing Puzzle

9.1K 718 104
                                    

Untuk sahabat ane di Magetan tengs buat kritikannya.

Rate di bawah 17+ diharap tidak membaca part ini.

Yuhuuu selamat membaca

Jin

Beware to a guy with yellow jacket!!!

Bayu menutup aplikasi pesan whatsapp. Mendesah berat sambil mengusap mukanya frustasi. Kepulan asap rokoknya melompat-lompat diterpa kipas angin. Dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi putar. Kedua iris madunya mensktetsa dua pemuda yang duduk di hadapannya.

Nico sesekali membenarkan letak frame-nya yang melorot ke hidung, sementara Rizal memainkan pulpen di antara ruas-ruas jarinya.

"Jadi gimana nih Mas Bay?" suara Nico mengalun, "Panitia penyelenggara Baronas kemarin telfon, mengkonfirmasi tim kita dalam perlombaan nanti."

"Kita sudah nggak mungkin lagi membuat robot baru Mas Bay, sementara droone kita seratus persen nggak bisa diselamatkan. Bagaimana kalau kita mengikutsertakan robot yang pernah kita buat aja dalam Baronas nanti?" Rizal membenarkan posisi duduknya, memandangi Bayu penuh harap.

"Selama hampir empat tahun aku menjadi tim Mas Bay, sekalipun kita nggak pernah mangkir dalam perlombaan robot dimanapun itu. Tingkat regional, nasional. Nggak peduli kita menang atau kalah, tujuan utama kita kan meng-robotkan pendidikan. Ayolah Mas Bay, apapun robotnya, pokoknya tahun ini kita harus ikut perlombaan itu."

"Kita punya stock robot lumayan banyak di laborat. Ada robot pendeteksi kebocoran gas, robot pendeteksi panas, robot pendeteksi emosi tumbuhan, robot penetas telur, dan masih banyak lagi yang pernah kita bikin tapi belum pernah kita ikutkan lomba," timpal Rizal, mengingat kembali list robot yang pernah mereka buat setahun terakhir ini.

Bayu mendesah, mengetuk ujung rokok untuk membuang abu yang menumpuk di sana. Pikiran Bayu benar-benar berkecamuk sekarang. Semua puzzle dalam hidupnya berlubang dan meninggalkan ruang-ruang kosong. Hidupnya tak lengkap, ada pertanyaan besar yang menganga minta berpuluh-puluh jawaban. Masalahnya, Bayu nggak tahu harus mengeja jawaban itu seperti apa. Jangankan untuk mengeja, meraba alfabet dari tiap masalah yang mengintip minta disibak pun rasanya masih tabu.

Puluhan whatsapp dari Jin yang diterimanya seminggu terakhir ini benar-benar membuat Bayu nggak tenang, apalagi ditambah laporan Andis tentang perkembangan demo yang akan diselenggarakan besok. Seakan semua informasi yang saraf pengelihatannya tangkap tersebut, semakin mendekatkannya dalam marabahaya yang masih terpenjara dalam demo besok.

Besok? Ya ampun besok?

Kewaspadaan Bayu meningkat. Naluri dasar manusianya, bertahan hidup, terus membunyikan genta dalam tiap langkah kakinya. Orang Berjaket Kuning?

Bayu bertanya-tanya, pesan-pesan Jin selalu mengarahkan Bayu untuk waspada dengan orang berjaket kuning. Jika nanti para demonstran-nya berjumlah tak kurang dari sepuluh orang sih, Bayu nggak akan sepanik sekarang. Tapi bleh, yang namanya demo mana ada pengikutnya sedikit. Minimal seratusan oranglah, apalagi kata Andis, yang bakal ikut demo ntar tak kurang dari 500 orang. Bah, yang pake jaket kuning nggak Cuma sebiji dua biji kan? Trus Bayu mau waspadain siapa?

Namun entah mengapa, kewaspadaan pemuda bertubuh kapur tulis tersebut, selalu bermuara pada sosok Yani yang selama seminggu ini, mengadakan praktik di salah satu rumah sakit swasta di daerah Sidoarjo.

Bayu sendiri juga bingung, kenapa kali ini intuisinya sangat gemar mengarahkan praduga-praduganya pada sosok Yani? Dia memiliki alibi cukup kuat kan? Dan lagi, dalam sejarah demonstrasi di Indonesia, mahasiswi akper hampir tidak pernah tercatat jejak kakinya.

MadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang