Senyum sehangat mentari pagi........

32K 1.9K 75
                                    

Pria itu melangkah dengan cara seanggun seorang pangeran dari negeri-negeri di Eropa. Kedua kakinya yang panjang bergerak cepat tanpa ada kesan ketergesaan. Mantap, dan luwes, seluwes postur jangkung pemiliknya.

Adrian Smith, pria indo keturunan Inggris-Indonesia yang berperawakan langsing dengan wajah seindah malaikat, menatap lurus ke pintu yang tertutup di depannya. Diletakkannya telapak tangannya yang berjari panjang dan sedikit kurus meski kokoh, lalu didorongnya pintu yang dia tahu tidak terkunci itu.

Matanya yang tajam seketika menyipit mendapati pemandangan di balik pintu yang baru didorongnya, dan ekspresi di wajahnya mengeras. Dia berbalik, lalu meninggalkan tempat itu, diiringi teriakan histeris seorang wanita dari dalam kamar itu.

Delapan tahun kemudian.

"Saya sudah bilang, saya mau ketemu dengan dia. Minggir!"

Suara teriakan kasar seorang wanita membahana dari lorong di depan ruangannya, di mana saat ini dia sedang bekerja mengamati grafik menanjak di layar laptop. Pria berfisik indah bak patung porselen para dewa Yunani, dengan mata setajam mata elang itu, mengangkat wajahnya, dan memandang ke pintu yang dibuka dengan kasar.

Dua sosok wanita cantik yang sedang beradu argumen di situ. Yang satu adalah Anita, sekretarisnya, salah satu dari sedikit wanita yang tidak membuatnya muak, yang satu... nah... yang satu itu adalah kebalikan Anita. Perasaan Adrian saat melihatnya adalah muak, jijik, dan lelah.

Wanita itu Vera, kakak iparnya, atau... mantan kakak ipar kalau dia bisa bilang, berhubung mereka sudah tidak bisa dibilang ipar sejak kematian Mariska, istri Adrian, adik Vera. Vera adalah wanita teramat cantik, yang sedari dulu memendam rasa pada mantan adik iparnya itu. Jika saja waktu itu Vera belum menikah dengan seorang pria asing yang kemudian menceraikannya dua tahun lalu, pastilah dia akan sekuat tenaga merebut Adrian dari Mariska.

"Adrian... tolong bilang sekretarismu, aku ini kakak iparmu. Masak aku tidak diijinkan masuk, sih?" Vera berteriak dengan suara yang terdengar manja.

Anita menatap panik pada Adrian. "Maaf, Pak. Saya sudah bilang kalau Bapak sedang sibuk dan tidak ingin diganggu..." katanya.

Adrian mengerjap. "Panggil sekuriti..." katanya dingin. "Saya akan ada di tempat Pak Harris sampai kamu berhasil menyingkirkan gangguan ini," sambil menyambung begitu, dia bangkit, dan tanpa menoleh, melangkah melewati kedua wanita yang merespon tindakannya itu dengan cara berbeda. Vera yang kaget, karena tidak mengira Adrian akan sedingin itu padanya, dan Anita yang dengan sangat sigap didorong oleh rasa takutnya melihat ekspresi dingin Adrian, mendorong Vera yang masih terperangah dan tidak sempat mempertahankan gengsinya lagi.

Memang dasar Vera, bukannya menyerah, dia malah memanggil Adrian dengan suara keras.

"Adrian! Hei... kamu Tidak serius kan mengusirku? Yang betul saja! Jauh-jauh aku datang dari Washington... dan kamu mengusirku?" tanyanya sambil bergegas menyusul dan meraih lengan Adrian yang menoleh dan menatapnya dengan tatapan yang kalau saja mengandung laser, pastilah Vera sudah hancur menjadi debu.

"Kalau anda tidak keberatan, saya banyak pekerjaan..." katanya dengan suara membekukan.

Vera terpana. Dia hanya bisa melongo di tempatnya, melihat sosok sempurna yang selalu menghiasi semua mimpi liarnya itu, melenggang anggun dan menghilang di balik pintu lift. Sementara itu seorang petugas sekuriti sudah muncul untuk melakukan perintah Anita untuk mengusirnya. Petugas itu memegang lengan Vera, dan berkata sopan.

"Ibu... silakan Ibu keluar, mari saya tunjukkan jalannya...."

Kasar, Vera menepis tangan petugas itu, lalu dengan angkuh dia mengangkat dagu dan melangkah pergi.

My Morning Sunshine (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang