LIMA

3.9K 179 38
                                    

Hari ini Désireé masih sering uring-uringan seperti kemarin.

Dan Al baru tahu penyebabnya adalah karena ayah mereka mengharuskan mereka semua untuk pindah dari kota ini begitu mereka sudah menamatkan sekolah mereka di sini.

Jelas Désireé sangat tersiksa akan hal ini, karena dia sudah terlanjur jatuh cinta dengan manusia biasa yang bernama Luis. Dan tampaknya sebentar lagi Al juga akan merasakan penderitaan yang sama. Ini semua gara-gara gadis itu!

Mungkin ini yang namanya mendadak jatuh cinta. Atau jatuh cinta pada pandangan pertama. Al tahu ini salah. Tidak seharusnya perasaan ini ada. Tapi dia sudah bertekad akan menjaga jarak dengan gadis itu. Karena dia tidak mau menderita seperti Désireé.

Pertanyaannya adalah, mampukah dia? Apakah dia cukup kuat untuk menjauhi gadis itu? Karena sejak pertama kali Al bertemu dengan gadis itu saja, dia sudah kesulitan untuk tidak memikirkannya.

Sikap canggung gadis itu saat berkenalan dengan Al dan saudara-saudaranya, rambut cokelat gelapnya yang beraroma strawberry, mata birunya yang dalam, bahkan bau darahnya yang menggoda. Semua itu seolah menghipnotis Al. Membuatnya tidak bisa menjauhi gadis itu di sekolah tadi.

Segalanya berawal saat Al tidak sengaja melihat gadis itu kebingungan di parkiran sekolah. Tanpa Al harus repot-repot membaca pikirannya, Al sudah bisa menebak bahwa gadis itu adalah murid baru yang dibicarakan oleh semua guru-guru di kelas dari sikapnya yang canggung.

Gadis itu beruntung karena murid-murid lain hanya memberinya tatapan penasaran. Karena jika sampai mereka semua memberikan perhatian lebih pada gadis itu, Al yakin gadis itu akan tambah kebingungan atau bahkan menangis seperti anak kecil.

Gadis itu tidak akan nyaman jika dia menjadi pusat perhatian.

Pemikiran itu membuat Al tersenyum. Rasanya ingin sekali dia menggoda gadis canggung itu. Al lalu menghampirinya tanpa membuat suara. Dia ingin melihat ekspresi wajah gadis itu saat sedang terkejut karena kemunculannya yang tiba-tiba.

"Hey, kamu anak baru!" Al berseru seraya menyentuh pundak gadis itu. Secara refleks gadis itu membalikkan badannya.

Dan matanya—matanya sangat dalam, dan semakin dalam saat menatap Al. Mungkin karena dia terkejut. Atau takut. Atau mungkin keduanya. Entahlah. Yang jelas sekarang Al merasa terperangkap ke dalam kedua mata biru itu.

Al harus mencoba untuk mengendalikan dirinya. Dia tidak mau mempermalukan dirinya sendiri di hadapan gadis ini. Dia harus tetap bicara.

"Kamu anak baru itu ya?"

Gadis itu tidak kunjung menjawab pertanyaan Al. Akhirnya dia pun mengangkat sebelah alisnya untuk mengisyaratkan bahwa dia menunggu gadis itu untuk meresponnya.

"I—iya, Kak. Nama saya L—Lily."

Lily benar-benar gugup sekarang. Pemuda di hadapannya ini benar-benar membuatnya merasa terintimidasi. Sementara Al berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia hanya akan melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dengan gadis yang baru dikenalnya ini.

Tidak boleh ada lagi hasrat untuk menggoda gadis di hadapannya ini, apalagi kontak mata yang berlebihan. Karena gadis itu mempunyai sepasang mata yang sangat berbahaya.

Al lalu mengulurkan tangannya. "Aku Aldric. Panggil saja aku Al. Jangan 'Kak'. Aku juga masih junior di sini. Kebetulan aku juga ditempatkan di kelas yang sama denganmu. Guru-guru di sini tidak henti-hentinya membicarakanmu belakangan ini."

Lily hanya bisa memaksakan seulas senyuman untuk merespon perkataan Al barusan, sebelum dia berhasil membuat dirinya sendiri membalas uluran tangan Al.

"Kamu terlihat sangat gugup sekali, Ly. Jangan terlalu khawatir. Kamu akan baik-baik saja di sini. Aku sendiri yang akan membantumu jika kamu membutuhkan sesuatu."

"Thanks, Al. Kamu baik sekali," ucap Lily tulus. Membuat Al hampir salah tingkah.


∂ɤ


Al memutuskan untuk memperkenalkan Lily ke saudara-saudaranya. Dia membawa Lily ke gazebo di dekat tempat parkir di mana mereka biasa berkumpul. Dan benar saja. Mereka semua sudah ada di sana.

Ricky Kavanough—kakaknya, yang pertama kali menyadari kedatangannya dan Lily. Dia melambaikan tangannya, mengisyaratkan supaya mereka berdua ikut bergabung.

"Kamu pasti Lily. Aku Ricky. Panggil saja Rick," Rick langsung memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangannya ke Lily begitu Al dan Lily sudah bergabung, duduk dengan nyaman bersama mereka.

Belum sempat Lily menyambut uluran tangan Rick, Zudith langsung menepiskan tangan kakaknya itu, lalu dia meremas tangan Lily dengan lembut.

"Aku Zudith, dan dia—" Zudith menunjuk Désireé dengan dagunya. "... Désireé."

Désireé hanya merespon dengan senyuman tipis andalannya. Dan Al bisa melihat bahwa ternyata senyuman Désireé, meskipun hanya sekilas, mampu membuat Lily terintimidasi. Al tidak bisa menahan senyumnya melihat ekspresi Lily seperti itu.

"A—aku..." Lily mencoba untuk memperkenalkan dirinya, tapi dia sangat gugup.

"Namamu Lily. Ya, kami semua tahu itu, Lily. Percaya atau tidak, kenyatannya seluruh sekolah ini sudah menunggumu."

Mendengar hal itu, sukses membuat mata Lily membulat sempurna.

"Zudith.." Al mendesiskan namanya. Zudith mendengus tidak peduli. "Apa? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," ucap Zudith seraya mengibaskan tangannya.

Bel masuk kemudian berbunyi.

"Ayo! Kita harus masuk ke kelas." Al lalu tanpa sungkan meraih tangan Lily dan mereka berdua langsung pergi meninggalkan saudara-saudara Al yang masih tidak beranjak dari gazebo.

Al dan Lily tidak hanya menjadi teman sekelassekarang. Mereka berdua juga duduk di bangku yang sama. Karena di kelas mereka,hanya di sebelah Al yang kosong. Murid-murid yang lain memang terlihat sungkan untukduduk sebangku dengan Al. Dia terlalu.. mengintimidasi.    

THE GUARDIAN ANGEL ¦¦ PUBLISHED IN A BOOK ✅Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt