TIGA

5.9K 258 33
                                    

Paris, Perancis



Waktu Lily mendarat di bandara, dia tidak perlu repot-repot mencari sosok Adam Yves, ayahnya. Adam sudah ada ada di sana, menunggunya. Dia lalu langsung memberi pelukan selamat datang ke Lily. Pelukan canggung dengan satu lengan.


"Selamat datang, Nak! Senang bisa bertemu denganmu lagi."

Lily tersenyum ketika Adam memeluknya lebih erat lagi. Dia memang sangat merindukan pelukan hangat ayahnya yang egois dan keras kepala ini.

"Bagaimana keadaan Alexa?"

"Dia baik-baik saja. Aku juga senang bisa bertemu denganmu lagi, Pére. Dan terima kasih atas karangan bunganya waktu itu. Aku sungguh tidak menyangka kalau aku aku akan mendapatkan hadiah seperti itu di hari kelulusanku."

"Well, I'm glad you like it."

"No, Dad. I don't," gumam Lily. Beruntung Adam tidak mendengarnya.

Tanpa banyak basa-basi lagi, mereka berdua langsung meninggalkan bandara. Dalam perjalanan, mereka berdua lebih sering membicarakan tentang kampus—atau lebih tepatnya, sekolah kejuruan dimana Lily akan melanjutkan pendidikannya nantinya.

Lily tidak ingin kuliah formal. Menurutnya itu akan sangat membosankan. Menempuh Pendidikan Kejuruan Panjang, atau dalam istilah bahasa perancis L'enseigment General Long selama empat tahun saja sudah cukup.

Adam sendiri sudah mendaftarkan Lily ke Lycée Hugues Capet beberapa minggu sebelum Lily datang. Dan itu membuat Lily gugup.

Langit tampak gelap kelabu sewaktu mereka menyusuri jalanan. Udara terasa lumayan panas. Mungkin akan turun hujan. Lily berharap bisa dengan cepat beradaptasi dengan cuaca di sini.


∂ɤ


Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari bandara, mereka tiba juga di rumah Adam yang terletak di daerah Villers-Cotterêts, Picardie.

Tidak ada perubahan di rumah itu. Semuanya masih sama persis seperti dulu, sebelum Lily dan Alexa pergi. Lily langsung berjalan dengan cepat menuju kamarnya.

"Selamat datang di rumah! Kamar ini sudah lama tidak ada yang menempati," ucap Adam seraya membantu Lily meletakkan kopernya.

Lily tidak bisa berhenti tersenyum. Dia lalu merebahkan tubuhnya di ranjang. "Ah.. sepertinya aku akan betah di sini," desahnya.

"Pastinya! Kamu juga akan betah di sekolah barumu nanti." Perkataan Adam itu langsung membuat perut Lily mual. Jujur, Lily sedikit membenci sekolah.

Dia bukan anak yang pandai bergaul. Bahkan, tidak seperti gadis delapan belas tahun lainnya, Lily belum pernah pacaran sama sekali. Sudah jelas tidak akan ada pemuda yang tertarik pada gadis kikuk sepertinya.

"Key, lebih baik kamu tidur sekarang. Pasti kamu lelah sekali," ujar Adam begitu dia menyadari wajah putrinya itu memucat.

"Aku memang lelah, tapi sebelum aku tidur biarkan aku memasak untuk makan malam. Mulai hari ini, urusan dapur akan menjadi tanggung jawabku." Tanpa menunggu respon dari Adam, Lily langsung berlari ke dapur. Dia harus memakan sesuatu untuk meredakan rasa mualnya.

Di dapur, Lily menemukan bahan-bahan untuk membuat omelet. Diapun langsung memasak. Dan hanya dalam hitungan menit, masakan sudah siap. Adam juga sudah duduk manis di ruang makan.

Mereka makan dalam hening. Keheningan itu tidak mengganggu mereka. Malah justru terasa nyaman. Ini kali pertama mereka makan malam bersama setelah bertahun-tahun berpisah.

Sayangnya, waktu makan malam berlalu dengan sangat cepat. Seolah ada seseorang yang menekan tombol fast forward.

Tapi Lily sedang tidak ingin buru-buru pergi tidur. Jadi, dia menyibukkan diri lagi di dapur dengan mencuci piring, sedangkan Adam membaca koran. Sesekali dia mengamati Lily.

"Hey, sudah jam sepuluh. Waktunya tidur, Sayang. Aku juga mau tidur."

Adam mengingatkan Lily untuk tidur, persis seperti dulu. Dan Lily tidak bisa membantah kali ini. Dia langsung menghentikan aktivitasnya.

"Selamat malam, Nak."

"Selamat malam, Pére."

Dengan langkah yang berat akhirnya Lily pergi menuju kamarnya. Dia masih bisa mendengar Adam mematikan lampu, lalu mengunci pintu.

Lily tidak langsung tidur, tapi sengaja menyibukkan diri lagi dengan barang bawaannya. Dia menaruh baju-baju dan peralatan mandi di lemari besar bercat merah kecokelatan yang berada di salah satu sudut kamar. Dia lalu merapikan tempat tidurnya yang sebenarnya sudah rapi.

Kemudian, dia mandi menggunakan air hangat untuk melemaskan otot-ototnya yang tegang selama perjalanan tadi. Setelah mandi dan memakai piyama, dia langsung menelepon Alexa. Dan itu semua, akan menjadi rutinitas barunya saat malam.

Dan malam ini—malam pertamanya di Perancis, Lilymengalami mimpi buruk mengenai sekolah barunya.

THE GUARDIAN ANGEL ¦¦ PUBLISHED IN A BOOK ✅Where stories live. Discover now