EMPAT

4.8K 208 27
                                    

Pernahkah kau merasa sangat bosan sampai-sampai kau ingin tertidur saja? Itu yang seorang Aldric Kavanough rasakan sekarang. Tapi sayangnya, dia tidak bisa tertidur. Secara harfiah benar-benar tidak bisa tidur. Mau tahu alasanya?


Itu karena dia bukan manusia. Dia bukan berasal dari planet ini. Kebanyakan dari kalian akan memanggil kaum seperti Al dengan sebutan alien atau vampire, dracula bahkan monster. Jujur, Al tidak peduli lagi dengan semua julukan itu.

Yang dia inginkan hanyalah menikmati hidupnya, meskipun dia sekarang hidup di planet yang berbeda. Tapi terkadang dia merasa kesulitan mengatasi kejenuhan seperti yang dialamainya saat ini.

Dia ingin tertidur, tapi definisi tidur baginya hanyalah berdiam diri disela aktivitas harian. Tidak lebih.

Aldric Kavanough.

Secara refleks dia menoleh begitu mendengar namanya disebut. Walaupun itu hanya dalam pikiran.

Hey! Jangan kaget jika dia bisa membaca pikiran, atau melakukan hal-hal yang manusia biasa tidak bisa melakukannya.

Itu karena kaum mereka dapat menggunakan lebih dari 40% kapasitas otak mereka. Jauh jika dibandingkan dengan manusia yang hanya bisa menggunakan 15% kapasitas otaknya.

Aldric Kavanough.

Suara 'batin' itu terdengar lagi. Dan mata Al akhirnya menangkap sosok gadis yang berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah botol yang berisi cairan berwarna merah. Orang lain pasti mengira cairan yang ada di botol itu hanyalah jus biasa, bukannya darah.

Kaum mereka selama ini memang menjadikan darah sebagai sumber 'makanan' karena mereka tidak menemukan sumber makanan lain di planet ini selain darah. Darah apapun itu. Itu yang Al tahu.

"Ini jus untukmu."

"Seharusnya kau tidak perlu repot-repot, Désireé. Aku masih belum haus."

Yah, mau diminum atau tidak, terserah kau saja, Al.

Désireé Kavanough akhirnya meletakkan botol itu dengan hati-hati di atas meja.

"Anyway, thanks." ucap Al tulus pada Désireé.

Yang Al herankan adalah mengapa Désireé masih menggunakan istilah 'jus'? Padahal mereka sedang berada di rumah.

Lain ceritanya jika mereka berada di tempat umum yang mengharuskan mereka untuk berhati-hati agar tidak berbuat atau mengatakan sesuatu yang akan dapat membongkar jati diri mereka sebenarnya. Karena itu akan bisa mengancam keberadaan mereka semua di sini.

Tiba-tiba Désireé tertawa. Mungkin dia menemukan lelucon atau sensasi humor yang bagus di dalam pikiran Al.

"Maaf. Aku barusan bukan menertawakanmu, Al. Tapi aku menertawakan diriku sendiri. Mungkin sekarang aku sudah tidak bisa lagi membedakan yang mana jus, dan yang mana darah." Bibir Al terangkat sedikit mendengar perkataan adiknya itu.

"Sebenarnya kau ini kenapa, Désireé?" tanya Al sambil berusaha menahan tawanya.

"Sini, duduk di sebelahku," ucapnya lagi seraya menepuk-nepuk bantal sofa di sebelah kirinya. Désireé lalu beranjak duduk dan memindahkan bantal sofa itu ke pangkuannya.

"Jadi.. Al, apa kau sudah siap untuk sekolah lagi besok?"

"Pertanyaan macam apa itu?" Al tidak percaya adik bungsunya ini akan melontarkan pertanyaan konyol seperti itu.

"Aku hanya bertanya!" Désireé mulai bersikap definisif.

"Dengar, Désireé. Kita sudah sering melakukannya. Jadi silakan ganggu orang lain dengan pertanyaan konyolmu itu," ucap Al asal bunyi.

"Al, kenapa kau jadi sangat menyebalkan sekarang?" Désireé mulai merajuk. Lalu dengan gaya yang didramatisir, diapun pergi menjauh.

Al hanya tertawa geli melihat tingkah adiknya yang seperti itu. Dari dua adik yang Al punya, Désireé memang adalah sosok yang sedikit sulit ditebak sikapnya.

Tapi sekarang, entah mengapa rasa gelinya akan tingkah adiknya itu mendadak lenyap seketika. Al merasakan ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman di balik semua ini. Dia hanya tidak tahu apa itu.

Al bisa saja membaca pikiran Désireé lebih dalam jika dia mau. Tapi dia tidak akan melakukan itu.

Dia akan mencoba menjaga privasi semua orang yang ada di rumah ini. Lagipula, agak sulit baginya untuk bisa membaca pikiran yang rumit. Itu akan membutuhkan seluruh konsentrasinya.

Intinya, Al akan memberi Désireé waktu untuk sendiri sampai dia mau mau menceritakan semuanya pada Al. Tanpa paksaan.

Tiba-tiba Al mendengar suara langkah kaki sedang menuruni tangga.

"Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Désireé? Kenapa dia bilang dia tidak bisa membedakan jus dan darah?"

Itu suara Zudith Kavanough. Adiknya yang pertama. Langsung saja Al menoleh ke arah tangga, ke sumber suara itu.

"Aku juga tidak tahu," jawab Al jujur. "Tapi aku yakin Désireé bisa mengatasi masalahnya sendiri," lanjutnya.

Zudith mengangguk menanggapi perkataan Al barusan. Dia lalu berdiam diri sejenak, tampak sedang berpikir keras. Entah apa yang dia pikirkannya. Al sempat tergoda untuk membaca pikiran Zudith. Tapi ditahannya ego itu.

"Kalau dia masih bersikap aneh seperti itu, biar aku saja yang bicara dengannya," ujar Zudith kemudian, seraya menatap Al lamat-lamat. Seolah ingin memberi peringatan padanya bahwa this is girls problems. Boys have to stay away!

"Oke, kalau itu yang kau mau. Tapi sekarang, sebelum kau ketularan bertingkah aneh juga seperti dia, lebih baik kau pergi ke kamar, tulis lagu atau semcamnya," kata Al asal bunyi lagi. Membuat Zudith mendengus kesal. Lalu dia pun pergi ke kamarnya.

Sebenarnya apa yang terjadi, ya? Al ingin tahu.

THE GUARDIAN ANGEL ¦¦ PUBLISHED IN A BOOK ✅Where stories live. Discover now