Halo, Januari!

37 2 0
                                    

Januari akhir kini tengah menyapa. Melalui semilir angin dingin yang lewat ia berbisik. Melalui rintik hujan ia berkata.

"Masih basah ya?" kataku menimpali. Entah mengapa aku belum juga bosan menikmati suguhannya. Aroma tanah yang masih membuatku seakan terbius, begitupun dengan nada-nada rintik menumbuk bumi. Semua membuatku nyaman di berbagai suasana.

Di ruangan tiga kali tiga meter berdinding putih, aku menghadap ke sebuah laptop. Sesekali pandangan ku tujukan ke arah jendela yang tengah terbuka. Jari-jariku lincah di atas berderet-deret tombol dan menggerakkan pointer. Beberapa kali angin sejuk kembali masuk dari jendela, seakan menyapaku, mengajakku berbincang.

Banyak tatap beberapa hari ini ku habiskan di depan layar beberapa inchi itu. Beberapa kali kadang kepalaku pening. Segar suasana yang ia berikan memberikanku sebuah relaksasi sejenak. Dan aku kembali teringat sekarang pukul empat sore dan delapan belas jam lagi kira-kira, aku akan bertemu dengan seorang.

Aku seakan dikejar deadline. Ia menenangkanku kembali dengan suasana segar yang disajikannya. Seakan ia berkata, "Semua akan baik-baik saja, semua akan selesai tepat waktu."

"Januari, tidakkah engkau tahu di akhirmu ini aku menunggu apa?" kataku lagi menimpali.

Semilir angin terbang ke arah wajahku. Basahnya seakan me-refresh otakku, dan keheningannya menghiburku untuk tenang.

Aku pun berkata lagi, "Aku tengah menyiapkan sesuatu." Ya, aku tengah menyiapkan sesuatu. Sesuatu yang kuberpikir keras untuk membuatnya. Hanya untuk seorang.

***

Sudah lumayan lama aku bersamanya. Sosok cowok yang sedang bertransisi menjadi lebih dewasa. Sudah empat tahun aku bersamanya. Kami tumbuh pada masa remaja bersama. Dan rasa kasihku masih sama padanya. Ia banyak menguji kesabaranku, pun sebaliknya. Beberapa hari dalam beberapa waktu aku dengannya menjauh, namun tak lama waktu dibutuhkan untuk kami kembali mendekat. Kadang alasannya konyol, kadang pun tidak demikian. Ia tidak mudah sekaligus membuatku mudah. Aneh. Memang seperti itu. Tidak mudah karena ia egois dan aku keras kepala. Mudah karena ia selalu berterus terang padaku dan di depannya aku tak perlu menjadi sosok lain. Hanya aku. Apa adanya aku.

Banyak hal yang sudah ia beri. Mulai benda hingga pelajaran berharga untuk membentuk sikap lebih baik. Aku tak tahu hingga sekarang apakah aku juga demikian padanya. Kadang rasa timpang itu muncul, hingga membuatku berpikir keras apa yang harus kulakukan untuknya.

Banyak hal umum yang sebenarnya kuhindari untuk memberikan sesuatu yang spesial di hari spesial untuknya. Tiap kali kuberikan ia benda yang umumnya seorang cowok kenakan, ia akan berkata, "Makasih ya, bagus." Ia akan tersenyum. Namun, bulan berikutnya benda yang kuberikan pasti sudah jarang atau sama sekali tak terlihat. Entah rusak, hilang, atau apalah.

Suatu kali aku memasak makanan spesial untuknya. Malah dengan hal itu ia menjadi begitu gembira dan mengharapkannya lagi. Saat aku membuat kipling kata-kata dan janji kami berdua serta berisi foto kami berdua, ia malah menyimpannya dengan baik. Aku tersadar sesuatu dari itu semua. Hanya sesuatu yang kubuat sendiri dengan usahaku sendiri, malah ia menyukainya dan lebih terlihat menghargainya.

"Baiklah! Januari tahun ini, akan kubuatkan ia sesuatu!" begitu tekatku beberapa minggu lalu.

Aku mulai dalam seminggu sebelum hari H. Mengumpulkan beberapa gambar. Membuat kata-kata selamat dan harapan. Menghubungi beberapa sahabatnya, meminta mereka membantuku memberikan ucapan selamat, pesan, dan harapan untuknya. Dan saat hujan merintik, aku mengerjakan sebuah project Januari akhir untuknya.

***

Sudah lewat tengah malam. Selama beberapa hari ini pikiranku tertuju ke sana. Setiap hari aku hanya punya waktu ketika sore dan menjelang tengah malam untuk menyiapkan semuanya. Satu tombol finish di layar akhirnya ku klik dengan penuh harap. Kutekan tombol play untuk mencoba. Semoga hasilnya memuaskan, harapku dalam hati. Kemudian satu software di sana memainkan sebuah video sederhana karyaku. Beberapa gambar bergerak tampil di sana, beserta beberapa patah kata dan ucapan selamat ulang tahun. Hanya ini yang dapat aku berikan padanya. Sebuah karya kecil hanya untuknya dan doa tulus yang kumunajatkan hanya untuknya. Aku berharap hal kecil ini bisa setidaknya sedikit membuatnya senang.

"Hei, Januari akhir! Aku sudah selesai!" pekikku girang. "Aku berdebar, tak tahu ia suka atau tidak, tapi terima kasih telah setia menemaniku pada akhir-akhir ini."

Angin semilir menjawab menyenangkan dengan menyentuh segar di kulitku.

Aku tersenyum padanya.

Kututup jendela dan bergegas terlelap. Sebelum memejamkan mata aku berharap esok kami dapat bertemu dengan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Aku berharap waktu istirahatku yang terbuang terbalaskan dengan senyum dan bahagia untuknya.

***

27 Januari 2014

Di sebuah teras rumah yang teduh...

Aku memainkan video karyaku di hadapannya. Dari awal hingga akhir kata sekian, sosok yang kusayang itu terus tersenyum dan masih memancarkan tatapan tak percaya. Ia senang sekali dan berterima kasih padaku. Rasa sayang dan hangat itu hadir menyergapku darinya.

"Januari, tidak kutemukan muram di akhirmu ini. Semua kesanmu yang menyegarkan otakku membantuku untuk membuat seseorang tersenyum. Terima kasih."

Meski beberapa waktu setiap hari basah, sang mentari beberapa saat tetap menyapa ramah memberi kehangatan. Dan kali ini Januari memberiku kehangatannya.

"Januari, hangat mentarimu, membekas kala ia tersenyum." Aku tersenyum.

Kemudian sebuah sapaan dari dia yang beku menjadi cair, kembali.

TERBANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang