Second Lie *25

Mulai dari awal
                                    

Selain gelisah, aku juga menatap Yanda dengan tatapan kagum. Wajahnya sudah memperlihatkan perubahan yang cukup bisa dibandingkan, ketimbang dua tahun lalu. Bahkan, rambut Yanda yang sebahu itu pun memanjang, nyaris mengalahkan panjang rambut milik Invi.

"Ya, tadi aku baru saja berniat menjumpaimu" balasnya dengan nada yang bersahabat, membuatku akhirnya membalasnya dengan senyuman tipis. Kegelisahan itu menghilang, sampai akhirnya dia melontarkan pertanyaan. "Sebenarnya, dimana kamu pada saat perang itu?" tanya Yanda.

Aku langsung menoleh singkat kearahnya."Pertanyaannya sama dengan magacal lain" gumamku dengan nada kesal, membuatnya terkekeh pelan.

"Yah, kalau kau tak mau menjawab sekarang, tidak masalah." sahut Yanda dengan santai. Dia bahkan merangkul bahuku, seperti menyambutku layaknya teman lama. Lalu melanjutkan, "Mungkin saja kau mengubah dirimu menjadi orang lain dan menyerang BlackMix."

Jantungku kembali menggila saat dia menatapku dengan tatapan dalam dan menyelidik. Aku tidak tau, apa kegugupanku ini bisa merubah tatapan gelisahku menjadi tatapan datar atau tidak.

"Jangan menatapku begitu. Aku cuma bercanda tau!" serunya sambil tertawa keras, hingga membuat semua perhatian tertuju padanya. Aku pun buru-buru membungkam mulutnya dengan Changes Powerku.

Setelah dia terlihat tenang, barulah aku melepaskan kekuatanku. "Kau tau kan? Waktu itu aku juga tidak bisa pakai kekuatanku." sahutnya sambil meringis dan mengelus kepalanya. Diapun menarikku ke kamar GH256, dan langsung saja memulainya tanpa mempersilahkanku duduk.

"Kau lihat kejadian saat si Piya itu terbang ke Door Connection?" tanya Yako.

Aku melotot dan dalam hati berseru, 'mana mungkin aku melihatnya!'

Yanda tertawa saat melihat reaksiku. "Apa mungkin kau ikut mengungsi saat Invi meng-Transparantkan batu-batu itu?" tanya Yako.

Apa maksudnya?

Akhirnya, kuputuskan untuk menganggukan kepalaku agar dapat mengetahui maksudnya.

"Begini, saat batu-batu besar itu dilemparkan ke dalam lubang yang kau buat hari itu, banyak magacal yang tertimpa batu itu dan kemudian mati. Yah, lalu Invi membuatnya transparant agar tidak terkena orang-orang. Dia menyuruh kami semua kabur dan begitulah. Tapi, aku tidak ingin kabur. Jadi kuputuskan bertahan diarea sana. Gara-gara pengorbanannya Invi, kakinya lumpuh" jelasnya.

Aku tidak tau, Invi tidak menjelaskan kejadian ini padaku.

"La-lalu, apa yang terjadi disana?" tanyaku menahan nada gemetar yang mulai kurasakan begitu aku membuka mulut.

"Kau pasti nggak percaya apa yang kulihat saat itu! Pangeran Pro Class-"

"-Maksudmu Tazu?" potongku.

"Iya! Dia...., berdarah cukup banyak gara-gara ingin menyelamatkan dia."

Aku terdiam sejenak. Membayangkan kejadian itu diimajinasiku. rasanya sakit. Sangat sakit. Entah apa yang menyakitkan di dalam hatiku. Mendengar pengorbanannya itu, atau mendengar berita yang sakit tentangnya.

Mungkin ini penyebab kenapa aku tidak bertemu dengannya saat aku bangun hari itu. Lalu, dengan suara kecil, kuminta agar Yanda tetap melanjutkan omongannya.

"Lalu, apa yang terjadi dengan Rainna? Katanya, dia menghilang yah?" tanyaku sambil menunduk membayangkan ucapannya saat itu kepadaku. Dia tidak meminum air di Life River dan mungkin dia tidak akan hidup kembali.

"Rainna? dia dibanting oleh cowok yang punya kekuatan yang sama dengan Jin-Sensei! Dibanting dari tempat yang tinggi dan berulang-ulang. Lalu tertimpa batu berulang kali, bersimbah darah hampir disemua bagian tubuhnya." jawab Yanda sambil menunduk sedikit. Aku masih ingat dulu Rainna yang memperkenalkanku pada Yanda.

The Sorcery : Little Magacal Piya [Telah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang