1. Double A

2.4K 89 5
                                    

"Oh, ayolah Sayang, tolong sampaikan pesan itu nanti."

"Masalahnya aku sedang tidak ingin kesana, Bunda." Aku membantah, tak suka rasanya menginjak tempat itu.

"Vano, lihat anakmu, terus-menerus membantahku. Aku pusing dibuatnya." Bunda mengadu, raut wajahnya dibuat kesal sedemikian rupa, membuatku terkikik dalam hati.

"Almyra." Teguran Ayah membuatku tak lagi dapat membantah. Ku anggukan kepala meski ragu, kembali mendengarkan pesan Bunda yang akan aku sampaikan pada orang yang dituju.

"Sudah mengerti?" Tutup Bunda dengan sebuah pertanyaan, membuatku tergagap karena sedari tadi wanita yang paling Ayahku cintai ini tak ada hentinya berpesan sampai membuatku susah mencerna.

"Iya Bunda, aku mengerti. Ada lagi?" Kepala Bunda menggeleng, menandakan pesannya sudah selesai disampaikan.

"Ayo pergi." Suara bariton Ayah menyela pembicaraan aku dan Bunda, mengingatkan kami agar bersiap untuk mulai melaksanakan rutinitas.

"Yes, aku akan kencan dengan pria Jerman itu." Aku berbisik setengah memekik, menatap penuh cinta pada Ayahku dengan aksen meledek, berhasil membuat Bunda memanyunkan bibirnya.

"Jangan membuat Bundamu cemburu, Almyra."

"Aku tidak cemburu dengan Putriku sendiri, Vano." Bunda mengelak, takut ketahuan bahwa ia sangat mencintai Ayah.

Aku tersenyum geli. Kadang kala mereka berdua seperti pasangan yang baru menikah, sesaat bertengkar kemudian menjadi romantis lalu setelahnya susah ditebak, kadang Bunda atau Ayah sendiri masih suka cemburu satu sama lain. Pemandangan seperti itu sering terjadi di rumah, jika aku sedang dalam mood yang bagus, maka aku akan tersenyum dan bahagia saja menanggapinya tetapi jika itu kebalikannya, kadang aku pernah menangis karena merasa jarang diperhatikan. Orang tuaku memang kadang susah ditebak.

"Ayah, ayo berangkat." Selaku sebelum mereka jadi bertengkar.

Bunda mulai melaksanakan tugasnya, memasangkan jas di tubuh Ayah lalu membenarkan dasi yang baru saja Bunda buat pada kemeja putih yang Ayah kenakan. Um, adakah pemandangan romantis lainnya yang bisa ku lihat?

Aku berdeham, membuat mereka menghentikan aktivitasnya. Apakah mereka lupa bahwa disini ada gadis kecilnya yang sedang melihat mereka yang akan berciuman? Aku mendengus kesal setiap kali memergoki kejadian seperti ini.

"Ingat pesan Bunda, berperilaku seperti anak perempuan. Kamu paham, Almyra?" Ku putar kedua bola mata dengan jengah, pesan Bunda membuatku malas menurutinya.

"Aku ini perempuan, Bunda, kenapa bilang begitu."

"Ya karena kamu tidak menampilkan sisi keperempuananmu, Almyra."

"Ya-ya.. Aku akan ingat bahwa aku harus jadi perempuan. Oke Bunda, sampai jumpa nanti malam. I love You." Kecupan ringan di pipi kanan Bunda aku daratkan dengan penuh sayang. Bunda tersenyum kemudian membalas mencium keningku. Setelah itu tanganku ditarik oleh Ayah menuju mobil, aku tahu ini sudah telat untuk waktu kami berangkat ke kantor. Ayahku seorang yang perfeksionis.

Selama perjalanan, aku dan Ayah hanya mendengarkan lagu-lagu yang di putar di radio. Mobil porsche abu-abu yang pernah diceritakan Bunda bahwa ini adalah mobil kesayangan Ayah masih di pakai sampai sekarang, kecintaan Ayah pada suatu barang memang sulit di hilangkan.

"Ayah, bisa tidak Ayah saja yang menggantikan aku ke Rumah Sakit?" Tanyaku sambil menatap Ayah, mengandalkan puppy eyes yang ku miliki kalau sedang merajuk.

"Kamu mau buat Bundamu marah, Almyra?" Aku memberengut kala mendengar penolakan Ayah secara halus.

Mobil sportnya berhenti tepat di depan Rumah Sakit. Ku hela nafas secara gusar, aku jarang sakit tetapi selalu ketempat ini. Huh, membosankan.

Simplicity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang