25

33.6K 1.8K 167
                                    


Tak hentinya Denisa mencengkram bajunya dengan kuat. Sepertinya dia benar-benar khawatir pada Karin.

Kami berada didalam taxi menuju rumah sakit yang Vion beritau kan.

Setelah menerima telfon dari Vion, kami langsung mengambil penerbangan pertama ke jakarta. Dan Denisa bersikeras ikut untuk melihat Karin.

"Tenang lah lovely. Karin pasti baik-baik saja. Tak perlu khawatir." Aku menarik Denisa lebih erat ke dalam rangkulanku. Tangannya yang terus saja mencengkram bajunya ku genggam erat.

Denisa menoleh padaku dengan wajah cemas dan mengangguk pelan.

"Karin pasti ga apa-apa." Gumamnya sambil memelukku erat. Sepertinya dia sedang mensugestikan dirinya.

"Pasti." Aku balas memeluknya.

Aku sendiri sebenarnya sangat khawatir. Tapi jika aku menunjukannya pada Denis, bisa-bisa dia semakin panik. Setidaknya harus ada yang tenang diantara kami. Dan itu tidak mungkin Denis.

"Karin pasti baik-baik saja ka." Ujar Denis yang membuatku meliriknya. Dia terkekeh. "Disini," Denisa menunjuk dadaku. "Dag dig dug deg dag dig dug deg." Denisa mengetuk-ngetuk jarinya pada dadaku. Tapi setelah itu dia memelukku lagi dan menempekan kepalanya didadaku.

"Kaka jangan suka mendem perasaan sendiri. Kita sama-sama khawatir. Tunjukin aja. Jangan dipendam." Denisa mengeratkan pelukannya. "Jangan karna aku, kaka malah dipendam." Aku tersenyum. Sepertinya dia sadar?

"Huh baiklah. Aku sangat khawatir." Aku menundukan kepalaku dan masuk ke dalam lekukan leher Denis. Nyumm Apel.

"Tenang. Pasti Karin baik-baik saja." Sekarang Denisa yang menenangkanku. Dan itu berhasil! Dia hebat!

"Maaf pak, sudah sampai." Aku menoleh dan melihat keluar jendela. Dan benar saja kami memang sudah berada di depan rumah sakit.

Aku dan Denisa langsung bergegas masuk setelah membayar ongkos taxi. Kami berjalan cepat ke kamar yang Vion beri tau.

Setelah sampai didepan kamar Karin, kami langsung saja masuk. Dan pemandangan pertama yang kami lihat adalah ramai.

Ada kira-kira 10 orang didalam kamar VIP ini.

"Ka Al? Denis?" Suara Karin membuatku langsung menoleh. Adikku itu sedang tiduran dikasur rumah sakit yang sudah dibuat sedikit tegak. Aku langsung menghampiri Karin.

"Are you okey sist?" Tanyaku sambil melihat seluruh tubuh adikku. Tapi terlihat Karin tidak memiliki luka apa-apa.

"I'm okey. Kaka bukannya lagi dibali?" Tanya Karin terlihat bingung. Tiba-tiba Denis menghambur memeluk Karin. "Kamu juga Nis. Kok disini?" Karin bertanya sambil membalas pelukan Denis.

"Aku sama ka Al langsung ke sini pas Vion kasih tau kamu kecelakaan. Aku khawatir! Untung kamu ga kenapa-kenapa." Denis melepas pelukannya.

Karin melirik tajam Vion yang sedang duduk disampingnya.

"Kan udah aku bilang ga usah kasih tau semua orang dikontak aku Vi! Lukaku tidak terlalu parah!" Ucap Karin gemas.

"Patah tulang itu parah! Aku hanya khawatir  manis." Vion tak mau kalah.

"Tapi apa perlu teman-temanmu juga direpotkan untuk datang?" Karin menunjuk 4 laki-laki yang berdiri disisi ranjang dekat Vion.

"Aduh mulai deh." Ucap laki-laki temannya Karin yang sepertinya aku pernah liat. Kalau tidak salah namanya Dika?

"Tau nih! Bosen kali liat kalian adu mulut terus setiap ada yang dateng jenguk." Sekarang Audy yang berbicara. Semua yang berada didalam sini langsung tertawa.

DeepWhere stories live. Discover now