4

30.9K 1.5K 32
                                    

Aldo pov

"Ah itu menarik." Suara pak Dewa menyadarkanku.

"Heh?" Aku bingung. Apa yang tadi dibicarakan? Kenapa pak Dewabilang itu menarik?Aku menoleh pada Sandra. Sandra malah memelototiku garangsambil menunjuk map dimeja dengan tatapannya. Ah iya!

"Saya sudah duga anda akan menyukainya." Aku langsung mengambilalih keadaan.

"Haha saya yakin pasti anda tau selera saya." Pak Dewa tersenyum."Baiklah bagaimana kalau kita sudahi urusan bisnis ini dan mulai makan siang?"Aku mengangguk mengiyakan. Baru saja ingin memanggil pelayan, sekertaris pakDewa membisikan sesuatu pada pak Dewa. Wajah pak Dewa berubah serius.

"Maaf pak Aldo saya harus pergi. Urusan mendadak." Pak Dewa tampakmenyesal.

"Ah tidak apa, saya mengerti. Mungkin dilain waktu." Kamiberdiridari tempat duduk kami.

"Sekali lagi maaf. Kita akan bicarakan bisnis itu nanti." Akumengangguk. Pak Dewa menyalamiku dan langsung pergi diikuti sekertarisnya.

Setelah pak Dewa pergi barulah aku menghempaskan tubuhku di tempat dudukrestoran yang nyaman. Huhhh

"Ada apa denganmu Al? Kau hampir kehilangan dia!" Sandra mulaimengomel. Aku lupa dia ada disini.

"Buktinya tidak kan?" Aku menjawab santai.

"Hampir!" Sandra memperjelas.

"Baiklah, maafkan aku. Pikiranku sedang kacau." Aku mengusapwajahku kasar. Perasaanku makin kacau karena ternyata Karin sudah memberi tauVion kalau aku mengizinkan mereka. Dan jujur aku masih belum bisa menerimaVion. Tapi dengan percaya dirinya tadi pagi Vion datang kerumah dan ikutsarapan bersama. Dasar seenaknya!

Dan yang sangat mengganggu pikiranku adalah percakapan tentang hal yangsangat sensitif yang tadi dibahas oleh kami. Saat aku bertanya sejauh apapacaran mereka, betapa terkejutnya aku saat tau adik polosku sudah terjerumusbegitu dalam, pada cara pacarannya. Dan itu membuatku seperti disambar petirkarena merasa telah gagal dalam melindungi dan menjaga adikku. Huhh.

"Pikiranmu selalu kacau akhir-akhir ini. Ada apa sebenarnya?"Tanya Sandra.

"Bukan hal besar." Aku tidak mau ada orang luar yang tau.

"Pasti besar! Buktinya kau seperti ini! Baiklah jika kau tidak mau cerita.Mungkin itu privasimu." Sandra melihat jam tanggannya. "Sekarangmasih jam makan siang. Aku akan kembali ke kantor nanti. Kau juga jangan lupamakan siang! Jika kau sakit aku yang repot!" Sandra pergi meninggalkankusetelah mengomeliku barusan.

Heran, saiapa yang bos sebenarnya? Tapi aku memang sepertinya harus makan! Apaaku makan disini? Ah tidak! Aku tidak suka makanan Jepang! Rasanya aneh! Dankebetulan tadi pak Dewa mengajakku bertemu disini.

Tunggu dulu, bukankah tadi aku mengantar Denisa ke mall ini? Ahh lebih baikaku mengajaknya makan siang. Aku keluar dari mall sambil mengutak-atiknya untukmenelfon Denisa.

"Hallo?" Denisa langsung mengangkatnya dalam dering ke dua.

"Hey, lagi dimana?" Tanyaku.

"Masih dimall tadi." Ah bagus.

"Bagus, kakak lagi di sini juga. Bagaimana kalau kita makan siangbersama?" Tanyaku.

"Aku sudah dilantai tiga tempat makan. Kamu jangan lama-lama ya. Akutunggu." Heh? Cepat sekali?

"Tunggu ya." Sambungan terputus. Aku langsung menuju lantai 3.Untung saja aku ada dilantai 2. Jadi hanya butuh satu kali naik eskalator.

Kurasa Denisa sudah ingin makan siang. Haha untung aku tidak telat. Belumsampai lantai tiga, aku sudah melihat Denisa melambai riang padaku. Tapi diaberdiri dengan seseorang. Temannya?

DeepWhere stories live. Discover now