[Part 13] Hope

5.9K 431 6
                                    

Ada rasa sayang tekening adi Jani beli bengong padidi Unduk petresnane ipidan Sumpah mati beli sayang adi

----

Setelah tiga hari menghuni kamar VIP rumah sakit, Puja tidak tahan lagi, dia rindu kegiatan di kantor, rindu setiap hal rutin yang dia kerjakan. Dia nggak tahan berbaring terus di kamar. Akhirnya dokter memperbolehkan dia pulang dengan catatan harus beristirahat total di rumah. Ibunya membantunya berkemas dan mereka pulang ke rumah. Dilihatnya Sinta menyambut di beranda. "Kukira masih seminggu kamu di rumah sakit". "Kamu dari mana saja, HP kamu nggak aktif...". "Aku kan sudah mulai kerja hari ini, di ruang kelas HP harus dimatikan, supaya konsentrasi anak-anak tidak terganggu. "Wah, selamat ya, bu guru...gimana hari ini, ada kesulitan?". "Nggak, semuanya lancar, aku senang sekali bersama anak-anak itu...mereka lucu". Puja tersenyum melihat Sinta bercerita dengan ringan

Malam itu suasana terasa sejuk. Bukan karena AC sudah diperbaiki, tapi karena hubungan mereka semakin membaik. Puja meminum softdrink dingin sambil memandang istrinya yang berada di beranda kamar. Dia bertambah cantik di bawah cahaya bulan, debaran jantung Puja semakin bertambah.Dilepaskan piyamanya, dia hanya memakai celana panjang hitam dan memperlihatkan separuh tubuhnya. Sinta kaget saat melihat suaminya dengan santai bertelanjang dada dan menghampirinya. "Mau?", diangsurkanya minuman ringan itu. Sinta menggeleng. Betapa menariknya pesona laki-laki di hadapannya, tubuhnya terbentuk sempurna. Dengan tinggi badan 182 cm, lelaki itu terlihat begitu tinggi dan angkuh, dadanya terbentuk sempurna dan berotot. Seperti seorang ksatria yang menawan, kekuasaan yang terpancar dari pria itu tak bisa diabaikan. Lalu dipandanginya Puja yang berdiri menantang. "Apa kamu nggak takut sakit lagi?. Udara sangat dingin...". Puja tak menjawab, dihabiskannya sisa minuman dan diletakkan kaleng minuman di dekat jendela. Dihampirinya Sinta dan tiba-tiba dia memeluk Sinta erat. "Dengan begini, nggak dingin lagi...", lalu ditelusurinya leher jenjang itu dan diciumnya lembut. Wangi mawar membuatnya semakin terbuai, apalagi Sinta tidak memberontak. Lalu diteruskannya dengan mencium bibir Sinta, sensasi hangat menjalari setiap sel tubuhnya. "Puja...",gadis itu menekan dadanya yang bidang. Mereka saling menatap, lama, tapi pada akhirnya Sinta takluk oleh mata elang itu. Puja tersenyum, sebelum Sinta sadar, Puja perlahan melepas tali gaunnya, dan gaun sutra berwarna putih itu jatuh ke lantai, dia hanya mengenakan pakaian dalamnya yang juga berwarna putih lembut. Puja meraih tubuh Sinta dan menggendongnya ke kamar, meletakkan tubuh itu dengan lembut di ranjang dan menghujani dengan ciuman yang lembut. Sinta hampir tak bisa bernafas. Ini terlalu tiba-tiba. Puja berhenti saat dirasakannya Sinta menangis. Dipandangnya gadis itu tak mengerti. "Kenapa kau menginginkanku, Puja...". "Karena aku mencintaimu". "Tidak, kau hanya menginginkan sebuah penaklukan, setelah tubuh ini dan hatiku mengakuimu, setelah kau memiliki semua ini, kau akan memperlakukanku seperti wanita lain...", Sinta tersenyum sedih. Puja menghela nafas panjang. "Kau berbeda, hanya kau yang memiliki hatiku, selama ini aku tak pernah menikmati kebersamaanku dengan wanita-wanita yang menemaniku. Hanya denganmu, aku baru bisa mengerti, bagaimana harus menghargai hubungan antara seorang pria dan wanita. Hubungan yang selama ini tak pernah kuhargai dan selalu kubuat mainan". Sinta memandang mata kelam itu, ada kerapuhan di sana. "Aku mencintaimu", bisik Puja sambil mencium bibir Sinta halus. Tangan kanannya menekan kedua tangan Sinta melewati kepala gadis itu, tangan yang lain melepas apa yang tersisa di tubuh Sinta. Tubuh yang indah, sempurna, begitu pas berada dalam kekuasaan tubuh Puja yang keras. Lalu Puja melepas pakaiannya yang tersisa. Dengan hati-hati dia melakukan kewajibannya sebagai suami yang seharusnya dilakukannya pada saat malam pertama. Sinta mendesah, sambil membisikan nama Puja. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Puja tersenyum puas saat Sinta merespon setiap gerakannya. "Aku mencintaimu...", bisiknya, kalimat tulus yang benar-benar berasal dari hatinya.

Puja merasakan hembusan nafas lembut istrinya di dadanya yang telanjang. Tersenyum, tangannya mengelus pipi yang sehalus kelopak mawar yang tengah mekar, lalu diciumnya dengan lembut. "Hei...bangunlah...", dan perlahan mata indah itu terbuka. "Eh, jam berapa ini?". "Entahlah, kau membuat waktu berhenti semalam...". Sinta bangun, tapi Puja menahannya. "Tunggu, sebentar lagi...". "Kamu nggak ke kantor...". Puja menelusuri bibir merah itu dan menciumnya. "Ini untuk memastikan kalau semalam aku nggak mimpi". Dengan gemas Sinta mencubit lengan Puja. "Adududuh...". "Nah, cara memastikannya seperti itu...". Sinta membungkus tubuhnya dengan selimut, perlahan dia bangun dan meraih Teddy yang semalam merana, di bawah tempat tidur. "Ayo, bangun, ini sudah hampir jam enam...". "Baiklah...".dengan setengah hati Puja meraih piyamanya dan menuju kamar mandi.

Love In BaliWhere stories live. Discover now