[Part 2] I Gusti Oka Puja

7.2K 645 36
                                    

Dadi melénan tanahé dini
Belig turmaning alid
Alid ulian getihé, ngendih
Ngahngah,nandang jengah
Tan sida nyuhjuh bulané
Engsut di carang kayuné ligir

---

Dua jam kemudian, sebuah mobil meluncur ke Denpasar. Pujawati memeluk Ekala erat-erat. "Hari ini adalah hari baru bagimu nak, lupakan semuanya dan jadilah titisan Ksatria yang tangguh!". Berkilo-kilo meter dari sana, sebuah gubuk terbakar bersama seorang wanita di dalamya. Demi Ekala, sang ibu mengorbankan jiwanya. Rahasia itu akan terkubur rapat. Takkan terbongkar karena saksi yang mengetahui siapakah Ekala hanya dia, Pujawati dan Rahadewa.

Limabelas tahun tidaklah lama. Pujawati mengganti nama Ekala menjadi Gusti Oka Puja, dia ingin anaknya dipuja setiap orang. "Ksatria yang selalu dipuja!", harapnya pada Puja. Dia menyekolahkan Puja di tempat terbaik, kalau perlu keluar negeri. Pada usia duapuluh tahun, Puja sudah menjadi pemuda yang cerdas dan berkemauan keras. Garis keras ayahnya mulai tampak. Badannya yang kekar dan wajah yang tampan, serta kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya, menjadikannya seorang pemuda yang disegani, angkuh dan optimis menjadi ciri Puja. Puja dengan cerdas mulai menjalani usaha yang digeluti ibunya, ide-ide cemerlang menambah kesuksesan mereka. Sayangnya pemuda itu mempunyai sisi buruk ayahnya, dia dalam usia semuda itu entah berapa ratus wanita yang sudah mampir ke pelukannya. Beberapa kali Pujawati menasehati anaknya, Puja hanya tertawa. "Ah, Ibu jangan kuno, lagipula aku masih muda, aku juga tak ingin menikah, hubungan seperti ini adalah modern!", komentar Puja.

"Sesekali harusnya kamu merenungi diri, jangan berbuat dosa lagi. Lebih baik kamu menikah saja Puja!", nasehat ibunya malah menjadi lelucon bagi Puja. Karena selama ini yang diinginkannya selalu didapatkannya. "Mesakapan masih terlalu dini untuk dipikirkan ibu, aku masih muda!", elak Puja. "Lagipula aku bisa menjaga diri, aku pun tahu, gadis-gadis berwajah lugu itu hanya ingin mendapatkan hartaku, mereka tidak mencintaiku dan aku pun tidak bisa mencintai wanita seperti mereka, ibu. Mereka hanyalah alat bagiku. Ibu tak usah khawatir".

Kalau sudah seperti itu Pujawati hanya bisa mengelus dada. Anak itu seperti ayahnya. Apalagi, gadis mana yang tidak tertarik akan ketampanan anaknya?. Wajah tampan yang membuatnya bangga akan Puja, sekaligus menimbulkan kengerian. Banyak pula lamaran yang datang dari gadis baik-baik, tapi Puja selalu menolak. Puja terlalu liar untuk dimiliki.

"Ah. Kamu nggak ngerti asyiknya gadis Uluwatu, tau nggak, mereka tuh kalo mandi...wuih, polos banget, kalo aja kamu bisa mengintip, sayang penjagaanya ketat!", cerita Wayan. "Lu serius ni Yan?. Heboh mana ama gadis Jakarta?", tanya Andi, cowok Jakarta yang jadi teman kuliah Puja waktu di Amrik. "Kalah banget!. Kamu gak bisa ngebandingin mereka deh. Gadis Jakarta kan cantik karena make-up, kalo gadis Uluwatu...cantiknya alami!", kata Wayan lagi. "Wah, kalo gitu gue mau nih, liburan semester ntar kunjungan ke sono!", Andi bersemangat banget. "Kok lu gak semangat sih Ja?. Biasanya masalah ginian lu yang paling nafsu!", sindiran Jangga, anak Jogja yang jadi tangan kanan Puja selama ini, membuat Puja tersadar dari lamunannya. "Uh, lu pada kan tau, nyokap gue tuh lagi napsu banget ngawinin gue, gue lagi gak konsen ni,lagi liar, salah-salah ntar gue ngerjain salah satu dari mereka dan kawin beneran, lebih baik kita ke Australia aja, aman!". Teman-temannya bengong. "Ya, kalo Bule sih udah biasa kita ngeliatnya, di Kuta en Sanur dah banyak, gak asyik!", gumam Andi. Akhirnya Puja mengalah, menyetujui usul temannya.

"Ku peringatkan kalian, terutama kau, Puja!. Gadis di Uluwatu ada pelindungnya, jangan asal comot ya!. Bisa kuwalat kamu. Kita cuman having fun, jangan ada yang nyentuh mereka, bisa digebuk satu kampung lho!", Andi nyengir, "Iiiih, takut! Jangan-jangan setelah mandi mereka berubah jadi Leak!". Jangga menyenggol Puja. "Tuh, lu dengerin kata Wayan, tapi gue yakin lu gak napsu ngeliat gadis kampung, si Tasya, model paling cakep aja lu cuekin!". Puja cuman menguap bosan lalu tidur. "Ke kanan Ga!", kata Wayan pada Jangga yang selalu jadi sopir buat mereka berempat.

Love In BaliWhere stories live. Discover now