[Part 9]New Life

4.5K 465 8
                                    

Ulian paileh mabuat sungsut
Panumaya,pakolih lara dumadi
Tan kedeh las nuleb asiki
Pageh satinut titah Sang Sujati
Pinaka margi sampunang lali
Brahma kanti ngaluruh santi

---

Upacara adat pernikahan berlangsung hikmad. Puja dan Sinta memakai baju adat Bali tradisional. Tapi tidak seperti pasangan lain yang bersendau gurau, mereka hanya diam dan mendengarkan pendeta, hanya mengucapkan beberapa patah kata yang perlu saja. Undangan yang hadir tidak cukup banyak, meski perayaan yang sebenarnya akan dilangsungkan di Glory keesokan harinya. Tapi rumah putih itu sesak dengan tamu, beberapa teman Puja hadir, Wayan, Andi dan Jangga sebagai penerima tamu sampai pegal-pegal menyalami undangan dan mempersilahkan tamu masuk. "Gue seneng si monster dah nikah, jadi aman dong kita deketin cewek, ya nggak?", bisik Andi. "Belum tentu, eh, lihat tuh muka Tania, kayak mau meledak", Jangga menunjuk seorang gadis di barisan kedua dari depan. "Jadi istri kedua kayaknya dia masih mau tuh...haha..". "Ada-ada aja lu Ga, eh, gue haus nih...", kata Andi. "Sabar, upacara belum selesai, tapi, serasi juga tuh si monster sama bininya, untuk gadis secantik itu, nyawa juga bakal gue korbanin", kata Wayan. "Hush, kalau Puja denger, bisa dibantai lu".

Pujawati memandang putranya dengan bangga, Puja sangat tampan memakai baju adat, sangat mirip ayahnya, mungkin malah lebih tampan. Dia berharap, petualangan putranya berakhir sudah, sampai di sini, sebenarnya dia juga sudah lelah didekati beberapa keluarga yang ingin mengambil Puja sebagai menantu. Betapa terasa basa-basi dan kepalsuan dalam setiap pembicaraan yang pada ujungnya meminta Puja menjadi menantu mereka, menawarkan para anak gadisnya untuk dijadikan istri oleh Puja. Mungkin ini salah satu jalan Tuhan untuk Puja menemukan jodohnya, meski dengan jalan seperti ini.

"Kamu lelah?. Sebaiknya istirahatlah dulu...", Puja mencoba tersenyum, tapi Sinta hanya diam. Cantik, sampai kapan kau membenciku?. Apakah aku tidak bisa kau maafkan?. Tapi mungkin kau butuh banyak waktu, akan kubuktikan, aku bukanlah lelaki seperti yang kau pikir. "Ja..ada telpon". Jangga tiba-tiba menghampiri mereka dan menyerahkan HP Puja. "Mr. Heinrich...", kata Jangga. "Gutten morgen...", jawab Puja, dengan lancar dia berbicara dengan bahasa Jerman. "Danke schoen...", Puja menutup telponnya. "Kalau ada yang telpon lagi, lu aja yang jawab, paling mereka mau ngucapin selamat, kalau ada masalah tentang perusahaan, ntar malem aja". "Ntar malem?. Memangnya kalian nggak...", Jangga memandang Puja dan Sinta bergantian. "Nggak apa?", Puja memandang Jangga heran. "First night, bego!". Wajah Puja memerah, baru kali ini Jangga melihat wajah Puja salah tingkah seperti itu, padahal biasanya terlihat cool dan kalem. "Is not your bisnis...get out!". "Trus masalah perusahaan...". "Untuk sementara kamu yang tangani". "Oke bos!".

"Selamat ya...semoga awet", kata Wayan sambil menyalami Puja. "Ganteng juga lu...pakai baju adat, kayak pangeran...Tania aja sampai nangis-nangis ngeliat lu...". "Diem lu, nggak tahu betapa panasnya pake nih baju, kipasin gue dong!", kata Puja. "Enak aja...hari ini gue tamunya...", kata Wayan sambil meminum es buahnya. "Lu jangan buat adik gue nangis, oke?", Jendra, kakak Sinta menepuk pundak Puja. Puja mengangguk. Sinta memandang Puja yang asyik mengobrol dengan beberapa temannya dari jauh. "Gila suami kamu, ganteng banget, kenal di mana sih, kok tahu-tahu aja kita-kita dapat undangan pernikahan...", bisik Ratri. "Senyumnya itu lho, giginya gingsul lagi...aduh, sayangnya udah nikah, coba kenal aku dulu", kata Galuh sambil terus menatap Puja. "Kok bisa kenal sama pewaris Neo Square sih?. Kalian kenalan di mana?". Sinta hanya diam. Kenapa sih semua orang begitu memuja cowok brengsek itu?. Bahkan teman-temannya dari tadi memuji orang itu terus, apa sih istimewanya dia?. Dan, apakah dia setenar itu? Sampai sampai banyak sekali tamu yang hadir, bahkan orang asing, Puja pun fasih berbagai macam bahasa, Jerman, Jepang, Prancis, seperti guide saja. Sebenarnya, bagaimana kehidupan orang itu?

---

Hari menjelang petang, tamu yang hadir sebagian sudah pulang. Bulan mulai muncul, tapi kesibukan masih terlihat di sana-sini. "Kalian istirahat saja dulu...", Melati menggandeng putrinya ke kamar, di belakangnya, Puja bersama ibunya asyik berbincang. "Tapi ma...aku butuh laptopku...". "Dasar anak nakal, ini malam pertama kalian, masa bawa laptop segala...". "Tapi...". "Udah deh sayang...istirahat saja, besok kalian masih harus resepsi di Glory".

Love In BaliWhere stories live. Discover now