[Part 10] My Feelin'

5.2K 494 3
                                    

sang surya masunar galang
nedunin rasa rindu di hatine
rasa tresna sane taen gelahan
enu mentik di hatin tiange

---

"Mama harap kamu kerasan di sini, keluargamu juga akan sering berkunjung ke sini, dulu ayah kamu adalah sahabat papanya Puja, mereka sering berbagi banyak hal, kadang juga bertengkar...wah, kalau mengingat saat-saat itu, bikin terharu...biasanya ayahmu yang mengalah kalau Rahadewa mulai keras kepala. Ah, sudahlah, kau istirahat saja, pasti tadi sangat melelahkan, ayo diminum tehnya, wajahmu pucat..." Pujawati menepuk bahu Sinta. Sinta hanya tersenyum. Pelayan sudah selesai merapikan rambutnya. Tanpa make up, wajahnya justru bertambah cantik, apalagi dengan gaun putih yang membuatnya seperti sekuntum lily putih. "Hyang Widhi, apakah Engkau begitu gembira saat menciptakannya sehingga kau buat dia sesempurna itu?", batin Puja. "Mama tinggal dulu...good night", setelah mengecup kening Puja, diapun berlalu bersama pelayannya dan menutup pintu. Tiba-tiba keheningan menyergap, menyadari sekarang mereka hanya berdua di kamar. Puja tak tahu harus memulai bicara dari mana. Entah kenapa, setiap berhadapan dengan Sinta, bibirnya terasa kelu dan beku. Heran, padahal selama ini, wanita seperti apapun dapat dia rayu. Wanita ini memiliki kharisma yang kuat, tak seperti wanita yang lain. Hanya mencium aroma tubuhnya saja sudah membuatnya melayang, seperti wangi anggrek hutan. "Emm, kamu pengen sesuatu?". Sinta menggeleng. "Tidurlah, aku masih punya banyak pekerjaan, nanti kamu kunci saja pintunya...aku tidur di kamar lain". Lalu Puja mengambil Smartphonenya di atas meja dan keluar kamar.

"Mau kemana kamu?", Puja terhenyak, ibunya ternyata belum masuk kamar. "Oh...ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan". "Sekarang?". "Ya, karena besok proposal acaranya harus selesai, ini klien dari luar negeri ma, kita nggak boleh ngecewain dia, orang Jepang, jadi harus disiplin". "Kenapa bukan Jangga atau Andika yang kerjakan?". "Mereka juga punya lemburan, karena pernikahan ini kita harus ekstra keras ngejar waktu, oke mam, Puja ke ruang kerja dulu ya...".

Memang, hanya pekerjaan yang bisa membuatnya tetap waras. Paling tidak dia bisa sedikit melupakan Sinta. "Kamu kenapa sih?. Kenapa harus menghindar seperti ini?. Kamu pengecut Ja...", pikirnya. Sambil menikmati musik lembut dan segelas soft drink menemaninya, dia tidak ingin minum minuman keras lagi, apalagi di rumah dan ada Sinta, tidak mabuk saja tubuhnya bereaksi tidak wajar, apalagi mabuk, bisa gawat. "Oh my God!".

Sinta menatap foto pernikahannya yang terpajang di dinding atas tempat tidur. Dia tidak pernah menyangka, dia bisa menikah. Apakah ini sudah takdir?. Semua terjadi begitu tiba-tiba, dia bahkan tidak mengenal Oka Puja. Menatap wajah tampan yang dinaungi sepasang mata tajam itu, membuatnya benci, sangat benci. Ya, seharusnya dia sangat membenci pemuda yang sudah memperlakukannya seperti sampah. Mengingat malam di hotel itu seharusnya membuatnya muak. Seharusnya...

Tapi, apa yang terjadi?. Saat Puja melindunginya dari lemparan batu, saat pemuda itu rela mati dan meminum racun demi dirinya, saat Puja mengiris lengannya untuk melindungi nama baiknya, tatapan penyesalannya..."Tidak, kau tidak boleh lemah Sinta, Ya Tuhan, jangan biarkan aku jatuh cinta semudah ini dengannya", tak terasa airmatanya jatuh. "Jangan biarkan aku jatuh cinta padanya...".

---

"Casanova takluk oleh gadis desa". "Pewaris Neo Square akhiri masa lajang". "Pernikahan akbar tahun ini". "Pernikahan akhir tahun, Ribuan gadis patah hati". Puja menatap Headline beberapa surat kabar yang dibawa Jangga. "Bagus, nggak ada skandal sama sekali, meski saham sedikit menurun beberapa hari lalu, sekarang sudah stabil lagi", Jendra melihat ke layar komputer. "Di Internet pun beritanya normal, foto-foto kalian yang beredarpun dalam taraf wajar. Ada beberapa orang, paling wartawan yang mengakses data pribadi Shinta. Tidak ada yang mencolok, dari TK sampai SMU prestasinya lumayan bagus, nggak pernah ada skandal dengan cowok, paling berita dia menang lomba tari, busana atau semacamnya. Lulus kuliah dari Udayana jurusan sastra dengan nilai bagus, bekerja sambilan di rumah sakit dan panti jompo, wuih, Lady Di banget...". Puja melirik sejenak biodata Sinta. "Hei, lucu banget, itu fotonya waktu SMA?". "Kenapa?". "Nggak, kalau tahu ada cewek secantik itu, udah gue satronin SMA Denpasar...". "Dasar buaya!. Cewekmu waktu SMA juga banyak, mana mau dia ngelirik kamu yang kayak preman pasar waktu itu, inget nggak waktu kita pimpin geng kita tawuran?".tanya Wayan. "Yah, namanya juga darah muda, tawuran jadi makanan sehari-hari...". "Nah, siswi teladan kayak Sinta, mana mungkin ngelirik kamu yang waktu itu terkenal jago tawuran, ha?". "Bener juga sih, tapi selepas SMU kan gue bisa juga jadi siswa teladan...". "Udah ah, nostalgilanya, kita ada meeting pagi ini, semua udah kusiapkan di ruang serbaguna, ada sedikit komplain mengenai penanganan kesehatan di Glory, oke semua...ayo kita kerja!", perintah Jangga. "Ayo Ja...semangat oy!".

Love In BaliWhere stories live. Discover now