Prolog

376 33 0
                                        

10 Agustus 2014

Rintik hujan yang jatuh beraturan kini berubah menjadi aliran deras. Suhu yang menurun membuat siapa pun lebih memilih berada di rumah daripada keluar.

Sore itu, di sebuah kediaman besar milik keluarga Winston, terdengar tawa lepas dari kamar lantai atas. Kamar itu ditempati oleh putra tunggal keluarga Winston, pewaris satu-satunya, Hazric Winston.

Hazric, pemuda berusia 14 tahun, sedang duduk di meja kerjanya, sibuk dengan komputer miliknya. Ia ditemani seorang gadis kecil berusia 7 tahun yang terus bertanya banyak hal, Azylle Mercier.

"Kak, Kak Hazric, kenapa sih suka banget lihat komputer sampai berjam-jam? Nanti matanya bisa perih loh," ujar Azylle, merasa kehadirannya diabaikan sejak tadi.

Hazric tersenyum tipis, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Azylle.

"Pintar, main komputer lama-lama itu bisa bikin retina rusak, akibatnya penglihatan terganggu. Di sekolah, Azylle sudah belajar itu?" Hazric mengusap rambut gadis kecil itu.

"Belum, tapi kata Mama begitu. Oh iya, Kak, aku boleh tahu nggak Kakak lagi buat apa di komputer?" Azylle bertanya dengan raut penasaran.

Hazric terdiam mendengar pertanyaan Azylle, namun beberapa menit kemudian ia kembali tersenyum tipis.

"Yuk, sini, Kakak tunjukin." Hazric membawa Azylle ke pangkuannya, memperlihatkan layar komputernya yang dipenuhi kode-ribuan angka, huruf, dan simbol yang tampak acak.

" Hazric membawa Azylle ke pangkuannya, memperlihatkan layar komputernya yang dipenuhi kode-ribuan angka, huruf, dan simbol yang tampak acak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aduh, ini apa? Lihatnya aja udah bikin pusing, Kak," keluh Azylle, padahal baru beberapa menit menatap layar yang memusingkan itu.

Hazric mengetik sesuatu di komputer, mengubah layar gelap penuh kode itu menjadi jalan untuk membuka akses asing yang sama sekali tak dipahami Azylle.

"Kak, aku nggak ngerti kode ini. Tapi Kakak... keliatan keren banget," bisik Azylle dengan antusias, wajahnya penuh kekaguman. Hazric hanya menyeringai mendengar pujian itu.

"Terima kasih, Azylle. Aku juga baru belajar kok. Nanti, pas Azylle sudah besar, kita belajar bareng tentang ini. Mau?" tawar Hazric, dan Azylle pun mengangguk setuju.

"Mau! Tapi aku nggak mau lama-lama. Aku mau mulai dari sekarang aja. Biar keliatan keren, anak sekolah dasar udah bisa jadi ahli komputer," kata Azylle sambil bergaya centil dan sok keren.

"Gaya banget. Ahli komputer, atau ahli main Cooking Mama di komputer?" goda Hazric dengan tawa lepas menanggapi perkataan Azylle.

✷ ✷ ✷ ✷

14 Juli 2015

Setahun berlalu begitu cepat. Azylle kini telah berusia 8 tahun, tepat sebulan yang lalu, sedangkan Hazric, pemuda berusia 15 tahun, menunjukkan banyak perubahan hanya dalam kurun waktu setahun.

Sejak hari ketika Azylle melihat layar penuh kode misterius milik Hazric, ia tak bisa berhenti memikirkannya. Ia sering bertanya tentang Hazric, dan akhirnya, setiap pertemuan mereka terasa seperti antara murid dan guru.

Semangat dan rasa penasaran Azylle membuatnya mudah memahami penjelasan Hazric tentang dasar-dasar komputer. Ia mampu menghafal ratusan kode yang rumit dalam waktu 15 menit, serta memecahkan teka-teki yang diberikan Hazric.

"Azylle, keahlianmu hebat dan langka. Logikamu tajam, kamu pintar banget memahami penjelasanku," pujian Hazric membuka percakapan mereka sore itu di teras keluarga Winston.

"Masa sih, Kak?" Azylle tersipu malu, bangga dengan pujian itu. Kebanggaan itu membuatnya semakin termotivasi untuk terus belajar banyak hal dari Hazric, meskipun saat ini ia hanya mempelajari hal-hal dasar dari dunia digital yang misterius itu.

✷ ✷ ✷ ✷

1 Februari 2016

Hujan tipis jatuh di atas pemakaman, membasahi tanah yang baru digali. Aroma tanah basah dan bunga lili memenuhi udara, campur aduk dengan wangi dupa yang dibakar di altar kecil. Hazric Winston, masih berusia enam belas, berdiri di antara kerumunan orang yang bersedih, tubuhnya tegap namun seolah menanggung beban dunia di pundaknya.

Rombongan pelayat yang mengenakan pakaian serba hitam menambah suram suasana yang kelam. Perlahan, mereka melangkah mundur, memberi ruang antara Hazric Winston dan makam ibunya, Evelyn Winston.

Jauh dari keramaian, terlihat seorang gadis mungil mengenakan gaun hitam lengkap dengan topi yang senada. Matanya memerah karena air mata, menatap sosok Hazric dari kejauhan. Azylle terlalu ragu untuk mendekat. Menyaksikan dari jauh saja sudah membuat kakinya lemas, apalagi jika harus menatap langsung kehancuran di mata Hazric.

1 Februari 2016- hari yang dibenci Azylle. Hari itu merenggut wanita yang ia sayangi seperti ibu kandung, sekaligus ibu dari pria yang telah ia anggap separuh jiwanya sendiri.

Hari itu juga menjadi awal segala petaka yang membuat Azylle benar-benar kehilangan separuh jiwanya, yang tak lagi menoleh padanya. Bahkan ketika Azylle menangis dan memohon agar ia tetap tinggal-tetap tinggal di tanah yang sama dengannya, di hatinya, dan di jiwa rapuh milik Azylle kecil.

✷ ✷ ✷ ✷

6 Juni 2016

Langkah pendek seorang gadis kecil itu berjalan gontai menuju tujuannya-seorang pria yang mengenakan jubah hitam, dengan koper besar yang digenggamnya.

Jemari Azylle bergetar tipis dalam genggaman hangat tangan kekar Hazric. Hazric mencium tangan mungil itu lama, dengan sikap takzim, membawa perasaan penuh yang tak pernah bisa ia jelaskan pada gadis sekecil Azylle.

 Hazric mencium tangan mungil itu lama, dengan sikap takzim, membawa perasaan penuh yang tak pernah bisa ia jelaskan pada gadis sekecil Azylle

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kakak bisa tega ninggalin Zylle di sini. Kakak bisa bahagia di luar negeri nanti. Tapi Kakak nggak pernah mikirin perasaan Zylle. Apa karena Zylle anak kecil? Nggak bisa diajak bicara? Bahkan Kakak pergi sebelum merayakan ulang tahun Zylle yang ke-9," suara Azylle terdengar lirih di tengah isaknya.

Hazric terdiam dengan ekspresi benar-benar datar, terlihat sangat dingin dan tak berperasaan di mata berair milik Azylle kecil.

"Jaga dirimu, Zy. Jadi gadis manis yang selalu aku banggakan. Janji, ya?" Hazric hanya mengucapkan sederet kalimat itu dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya benar-benar pergi dari pandangan Azylle.

Berawal dari iseng aja bikin ini cerita, semoga kalian suka ya. Jangan lupa tinggalkan jejak 💗

Strings of DeceptionWhere stories live. Discover now