"Aldon, sebenarnya kemana tujuanmu saat di kapal itu?" Tanya Anná halus sambil menatap mataku.
Saat ini kami berdua sedang duduk di kursi meja makan dengan posisi saling berhadapan. Kami baru saja sepakat untuk memesan sebuah hidangan besar bernama Ladhi'syah Albef, semacam daging domba panggang yang diberi berbagai bumbu tradisional khas Salthorn dengan topping kacang-kacangan kering serta pelengkap nasi.
"Ke Kota Mulia Silhótl," jawabku jujur sambil juga menatap wajahnya.
"Ohh wowww, itu jauh sekali! Apakah kau seorang pengelana? Semacam saudagar kaya yang suka berpergian jauh begitu?!" Anná menyahut dengan antusias.
Aku langsung menggelengkan kepalaku sambil menutupi wajahku menggunakan kedua telapak tanganku, "Ohh tidak-tidak, tidak sampai sekeren itu."
"Kamu keren loh, memang apa tujuanmu di sana? Membuka bisnis?"
Astaga, elf satu ini masih terus-terusan mengira aku sebagai orang kaya ya?
Aku menarik nafas dalam-dalam, bersiap-siap untuk memberikan klarifikasi yang mungkin akan langsung menghancurkan ekspektasinya, "Aku bukan orang kaya, Anná. Aku hanyalah budak. Tugasku ke sana adalah mengantarkan surat majikanku."
...
Ekspresi Anná berubah menjadi bengong, lalu ia malah tertawa terbahak-bahak, "Ayolah Aldon, kau kira aku akan percaya kalimatmu barusan?! Kalau kau mau merendah, kau harus berusaha lebih baik dari itu!!"
Dia semakin tertawa tidak karuan seolah menganggapku baru saja membuat lelucon.
"Aku bersungguh-sungguh, Anná. Aku hanyalah seorang budak." Aku mengulangi jawabanku, kali ini dengan nada yang jauh lebih serius.
...
Anná yang tadi masih berusaha mengendalikan tawanya, akhirnya langsung terdiam setelah mendengar kalimatku barusan. Ia kini malah menatap aku dengan ekspresi heran.
"Sungguh?" Tanyanya lagi, seolah masih belum bisa percaya.
Aku mengangguk.
Ia langsung membuka mulutnya lebar-lebar, seolah benar-benar kaget dengan perkenalanku barusan ini. Tetapi ia cepat-cepat mengganti ekspresinya dengan wajah bersalah, "Maaf, aku kira kau hanya bercanda tadi."
Meja kami pun langsung hening tanpa suara. Sepertinya Anná merasa sangat menyesal dengan perkataannya barusan sampai-sampai dia tidak berani mengucapkan sepatah kata-kata lagi. Ia juga tampak menghindari sorot mataku.
"Ngomong-ngomong kalau kamu sendiri. Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" Aku mencoba mencairkan suasana dengan mengganti topik.
Anná akhirnya kembali berani menatap wajahku, "Aku... aku tidak tahu."
"Aku adalah buron di kerajaan ini sekaligus di Kerajaan Meldova. Sejujurnya aku sangat beruntung masih belum dikejar-kejar semenjak aku masuk ke dalam dinding kota ini... Tapi aku rasa, tinggal tunggu waktu saja sebelum ada penjaga kota yang mengenaliku." Ia menambahkan.
Ohh sial, lagi-lagi aku lupa kalau dia adalah buronan.
"Memangnya, kasus pembunuhan apa yang membuatmu sampai berakhir begini?" Tanyaku, mencoba untuk bersimpati.
Anná tidak langsung menjawab, dia malah membuang wajahnya sambil menggelengkan kepala, "Aku tidak mau membahasnya Aldon, maaf."
Setelah menyadari arah percakapan ini, aku memutuskan untuk menghentikannya. Kami berdua akhirnya hanya bisa duduk diam sambil saling termenung dalam pikiran kami masing-masing. Tiba-tiba hidangan Ladhi'syah Albef kami pun tiba. Aku dan Anná menyantap makanan tersebut sambil tidak banyak berbicara.
YOU ARE READING
Waypoints: Iter dignum
Fantasy"Jika misalnya aku meminta kalian berdua untuk pergi dari ujung dunia ke ujung yang lainnya, apakah kalian masih mau melakukannya?" "Apakah kalian benar-benar mau berjalan sampai ke tujuan yang aku minta... atau kalian akan lari mencari kebebasan sa...
