"Ohh syukurlah kau masih hidup." Salah satu dari sosok tersebut berbicara.
"Akhirnya kau bangun juga." Sosok yang lainnya menyahut.
Aku pun mencoba untuk menggerakkan seluruh tubuhku tapi ternyata tubuh ini masih terlalu lemas dan belum mau berkompromi! Hanya jari-jemari tanganku saja yang mau bergerak.
"Sudah, tenang dulu saja." Sosok yang kiri berbicara lagi, kemudian di sahut oleh sosok yang kanan, "Kita harus memberinya minum."
Tiba-tiba aku bisa merasakan ada tenaga luar yang mendorong tubuhku sampai aku akhirnya berakhir di posisi terduduk. Setelah mengamati sekitar, hanya dengan lirikan bola mataku, ternyata sekarang aku sedang berada di atas sebuah gerobak kuda tanpa atap bersama dengan beberapa barel kayu.
"Ini, minum." Salah satu sosok tadi ternyata merupakan seorang dwarf perempuan. Kini ia sedang menyodorkan sebuah cawan berisi air ke dekat bibirku.
Aku langsung menyedot habis air tersebut, benar - benar habis tidak bersisa.
Dwarf itu mengambilkan air lagi dan aku langsung menghabiskannya. Ia mengulangi itu sebanyak 5 kali sampai aku sudah tidak sanggup minum lagi. Akhirnya, dahaga abadiku terpuaskan juga!
Rasa segar dari seluruh air tersebut langsung menyejukkan tubuhku, bahkan sampai memberiku setengah tenaga dan seluruh kendali tubuhku yang sempat lemas tadi. Aku langsung menoleh ke sekitar dan menyadari kalau aku sekarang sedang bersama dengan 4 orang lain. Pertama adalah perempuan ras dwarf tadi, lalu seorang laki-laki dwarf, dan sisanya adalah rekan-rekan awalku, Anná serta Gavin. Di luar gerobak kuda, aku bisa melihat ada 5 orang lain lagi, semuanya memakai baju pelindung lengkap dari kepala sampai kaki. Mereka sedang berjalan sambil masing-masing membawa sebuah tombak dan tameng bundar.
"Kalian beruntung bertemu dengan kami, coba kalau pedagang budak yang menemukan kalian duluan." Dwarf laki-laki yang ada di atas gerobak ini berbicara kepadaku.
Aku mengangguk lalu kembali menoleh ke arah dua rekanku itu. Gavin sudah bangun dan sekarang sedang menonton pemandangan sementara Anná... dia masih tergeletak dengan mata terpejam.
"Apa kalian sudah memberinya minum?" Aku bertanya ke dwarf yang baru saja mengajakku bicara itu sambil menunjuk ke arah Anná.
"Sudah, tapi dia langsung tidur lagi setelah minum," jawabnya.
Waktu pun berlalu seiring dengan perjalanan hingga sang mentari mulai terbenam di barat, pada saat ini barulah Anná bangun. Ia menoleh ke sekitar dengan ekspresi bingung, "Ini dimana nih?"
"Ceritanya panjang, tapi yang jelas kita aman sekarang." Aku menjawabnya.
Selama perjalanan bersama dengan rombongan ini, kami bertiga akhirnya bisa sedikit lebih bersantai. Dua dwarf ini bersama dengan prajurit pengawalnya, lagi-lagi dari Auxilia Pargia, memperlakukan kami dengan cukup baik. Mereka membawa banyak persediaan air segar di dalam barel-barel serta beragam makanan selain ikan yang sudah membuatku mual selama hari-hari sebelumnya.
Melihat para pengawal sewaan itu... aku jadi langsung ingat dengan dua Dwarf yang disewa Tuan Grey untuk mengawalku dan Liona. Di mana mereka berdua sekarang? Di mana juga Liona??
...
Apakah mereka tidak selamat? Tenggelam?!
Astaga, aku mohon jangan sampai itu terjadi! Aku tidak bisa kehilangan Liona! Dia sudah seperti adik perempuanku sendiri!!
TIDAAAKKK!!
"Aldon? Kau baik-baik saja?" AHH!! Suatu suara tiba-tiba mengejutkanku. Ternyata itu suara Anná.
Aku tidak menjawabnya, malahan aku langsung membuang muka darinya.
Aku tidak bisa menjawab dia. Rasa sakit di dadaku benar-benar membuatku enggan untuk menjawab, apa lagi menerangkan isi kepalaku kepadanya.
"Aldon?" Anná mencoba bertanya lagi.
Aku langsung menggelengkan kepalaku. Tidak Anná, Aku tidak mau menanggapi!
"Aldon, jika ada sesuatu... cerita saja." Lagi - lagi Anná mencoba merayuku, kali ini sambil mengarahkan kepalaku secara lembut sampai berhadapan dengan wajahnya.
Aku tidak bisa...
...
KENAPA HARUS LIONA COBA?! KENAPA HARUS DIA?! AKU SANGAT MENYAYANGINYA!! DIA SUDAH SEPERTI SOSOK PENGGANTI KELUARGAKU YANG MENINGGAL SAAT PENYERANGAN ITU!!
KENAPA DUNIA INI TIDAK ADIL KEPADAKU!!
...
Seluruh siksaan ini benar-benar membuat mataku terasa semakin berair sampai lama-lama timbunan air itu pun tumpah. Aku bahkan tidak mencoba menyembunyikannya! Aku benar-benar hancur!!
Liona... Kau... kau adalah... seorang keluarga bagiku... Kau adik perempuanku...
Sekarang... sekarang...
Hilang sudah... HILANG DITELAN LAUT JAHAT ITU!!
...
"Aldon, ada apa? Kenapa kau sampai menangis begini?" Bahkan ekspresi Anná pun mulai berubah khawatir ketika ia menyaksikan aku.
Lagi-lagi aku tidak menjawab dia. Aku tidak bisa!! Ini terlalu pahit untuk dijelaskan!!!
"Aldon..." Tiba-tiba Anná langsung memeluk aku, "Kalau kau tidak bisa cerita... itu tidak apa."
Ia membelai pelan rambut kepalaku, "Keluarkan saja semua air matamu... Tidak usah ditahan..."
"Tidak semua masalah memang bisa diceritakan lewat kata-kata..."
Aku semakin menangis menjadi-jadi. Dalam pelukan Anná itu, aku menumpahkan jutaan air mataku. Aku bahkan sudah tidak peduli lagi dengan orang-orang lain yang mungkin kini sedang menonton aku. Aku tidak peduli!!
Hatiku hancur! Hancur sehancur-hancurnya!!
Liona... LIONAA!! Aku butuh kamu di dalam hidupku!!
...
***
YOU ARE READING
Waypoints: Iter dignum
Fantasy"Jika misalnya aku meminta kalian berdua untuk pergi dari ujung dunia ke ujung yang lainnya, apakah kalian masih mau melakukannya?" "Apakah kalian benar-benar mau berjalan sampai ke tujuan yang aku minta... atau kalian akan lari mencari kebebasan sa...
Via Diversa 1-4
Start from the beginning
