CHAPTER 10: The Thread That Pulled Back

Mulai dari awal
                                        

Mata serupa milik rubah itu mengerjap berulang kali membiasakan bias cahaya yang mulai masuk ke dalam retina, bersamaan dengan degupan jantung Gabriel yang berdetak dua kali lebih cepat karena takut akan respon kasihnya.

Wajah polos Giovanni selalu menjadi candu untuk Gabriel di setiap kebersamaan mereka, bahkan saat ini pun ia tak kuasa menahan diri jika saja rasa takut tak menghinggapi.

"Good morning." sapa Giovanni seraya mengecup singkat bibir Gabriel yang terkatup rapat.

Gabriel terpaku sejenak sampai akhirnya ia merelakan pertahanannya runtuh dengan menangkup kedua pipi Giovanni kemudian membubuhi wajah cantik itu dengan kecupan hangat membuat si pemilik tersenyum senang.

"Good morning, sayang." balas Gabriel dengan suara baritone serak khas bangun tidurnya.

Senyum merekah yang semula terpatri di wajah Giovanni tiba-tiba berubah. Wajah itu tak lagi berseri dan berganti dengan tatapan sinis tak suka. Tubuh Gabriel mendadak kaku, ketakutan itu kembali muncul bersamaan dengan tepukan keras yang terasa begitu nyata di punggungnya.

"Bangun Gabriel anjing. Ngapain lo senyum-senyum terus gemetaran? Mimpi apa lo? Gab woi anjing bangun gak?!"

Bak direnggut dari mimpi indah, Gabriel terbangun dari tidurnya yang lelap. Namun keadaannya tak sama seperti beberapa menit lalu. Tidak ada Giovanni dengan senyuman cantiknya, yang ada hanya Sagara dengan wajah kesal membawa semangkuk sup penghilang rasa pengar.

Pada akhirnya Giovanni menceritakan semuanya ke sahabat karibnya, Hanan. Respon yang sudah bisa ditebak pun diterima dengan baik olehnya. Sepanjang jalan dari rumah sampai ke kampus Hanan terus mengoceh, memberikan siraman rohani sekaligus peringatan.

Kalo dominant kayak Gabriel ketemu submissive lemah kayak lo, bunting deh lo, gue jamin.

Begitu ucapan Hanan sepanjang jalan selama hampir 1 jam. Giovanni hanya bisa diam sembari merutuki diri yang tak bisa dikendalikan kemarin. Mobil Giovanni yang di kendarai Hanan memasuki kawasan kampus menuju fakultas mereka, Hanan memarkirkan mobil milik Giovanni dengan wajah kesal karena melihat sosok yang tidak diinginkannya.

Tok tok.

Kaca mobil sedan itu diketuk membuat Giovanni terperanjat. Ia menoleh dan mendapati Gabriel sedang berdiri di samping mobilnya bersama dengan Sagara. Hampir sepuluh menit dua sahabat karib itu berdebat di dalam mobil membuat Gabriel dan Sagara menunggu.

"Demi Tuhan lo gak boleh nonjok dia, kalo lo tonjok Gabriel. Sagara juga gue tonjok." Ucap Giovanni pada sahabatnya.

Setelah perdebatan dan perjanjian disepakati, Giovanni keluar lebih dulu. Tangannya langsung di genggam oleh Gabriel.

"Aku mau ngobrol, berdua aja, boleh?" tanya Gabriel lembut.

Kini keduanya berada di mobil Gabriel, membicarakan apa yang membuat si bungsu Kaslana itu rela menunggu selama satu jam lebih kedatangan Giovanni.

"Kenapa kamu minta Gara bohong? Padahal aku cuma mau tau keadaan kamu, itu yang pertama untuk kita jadi aku mau pastiin kalo kamu baik-baik aja, Gi. Aku-

"Aku baik-baik aja." potong Giovanni.

Dengan berat Gabriel menghela nafasnya, "Gi, aku gak akan paksa kamu untuk tarik ucapan soal berakhirnya kita. Aku hargai keputusanmu dan like i said i will do anything to make you happy. Kalau berakhirnya kita bisa bikin kamu bahagia, then I'll try to make it okay for me. As long as you're not crying over me, Gi. Tapi tolong izinin aku untuk tetap selalu ada buat kamu, disaat kamu butuh aku masih mau jadi orang yang datang lebih dulu. Boleh kan, Gi?"

Giovanni tercekat. Ia bersusah payah menahan rasa sesak di dada mendengar semua ucapan pria disampingnya. Pria yang masih dan selalu membuat hatinya berdebar. Tak sanggup menjawab dengan kalimat, Giovanni hanya mengangguk lemah menyetujui permintaan Gabriel karena jujur saja ia sendiri masih ingin bersama namun mengingat pesan dari ibu Gabriel, Giovanni memilih bungkam.

"Gab, daritadi mama kamu call sama chat banyak kayaknya penting deh." seru Giovanni sembari memperhatikan Gabriel yang kesana-kemari merapikan apartment-nya.

Gabriel hanya menoleh kemudian mengedikan bahu, "Biarin aja. Matiin aja handphone aku atau tolong block contact mama."

Ucapan Gabriel membuat si manis mengernyitkan alisnya kebingungan, "Kamu ada apa sama mama? Kok sampai block gitu? Kalo ada masalah selesaikan dulu dong, Gab." ucap Giovanni lembut.

Atensi Gabriel sepenuhnya jatuh pada kasihnya, ia menghampiri Giovanni yang duduk bersila di sofa. Gabriel memposisikan dirinya duduk di karpet bulu dengan menghadap Giovanni.

"Semuanya rumit, Gi. Tapi aku belum berani bilang ke kamu, kamu mau tunggu aku sampai bisa cerita gak?" tanya Gabriel yang mendongak menatap Giovanni.

Tangan Giovanni terulur menyingkap rambut panjang yang menutupi sebagian mata Gabriel, "Aku akan coba tapi tolong ingat semua orang yang nunggu terlalu lama bisa capek begitupun orang minta menunggu, ya?"

Gabriel mengangguk kemudian menyembunyikan wajahnya di kaki Giovanni sedangkan si manis mengusap lembut rambut bungsu Kaslana itu.

.

.

.

.

.

To be continue...

Red StringsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang