CHAPTER 5: The Thread Between Duty and Desire

125 19 3
                                        

What was meant to be professional, never really was.

Hari itu adalah hari pertama The Omegas secara resmi mulai bekerja di bawah sistem baru bersama The Alphas.

Ruang briefing dipenuhi oleh keheningan yang tegang. Satu per satu nama dipanggil, bukan oleh sistem atau HR—melainkan oleh keputusan personal dari The Omegas sendiri. Sebuah kebijakan tak biasa, tapi adil: agar tidak ada pihak yang merasa 'ditunjuk secara paksa'.

"Dirga dan Vitto," ucap Theresa dari tim koordinasi, mengangguk pada dua sosok yang langsung saling menatap dengan isyarat saling percaya.

"Ayesha dan Melody," lanjutnya. Omega cerdas dan Alpha muda itu saling menyapa dengan hormat.

"Sagara dan Hanan."

Kepala Sagara terangkat, tersenyum tipis ke arah pria yang akan menjadi 'partner' kerjanya selama satu tahun ke depan. Hanan hanya membalas dengan anggukan sopan.

"Gabriel dan Theresa," suara Theresa sendiri sedikit berat saat menyebut namanya, namun ia tetap menjunjung profesionalitas.

Dan terakhir...

"Miciela dan Giovanni."

Beberapa pasang mata langsung menoleh. Miciela, Alpha dengan aura dominan namun karismatik, menyimpan keterkejutan di balik senyumnya.

Giovanni, di sisi lain, tetap tenang.

Tak satu pun menyadari betapa keras degup jantung Gabriel saat nama itu disebut—bukan karena Miciela, tapi karena Giovanni yang dengan tegas menolak pairing dengannya.

Gabriel mencoba menahan diri untuk tidak menatap Giovanni lebih lama. Tapi rasa peduli yang tak pernah padam hanya membuatnya semakin sesak.

Giovanni mengikuti Miciela ke lokasi pemotretan di daerah Senayan. Hari itu cuaca terik, dan jadwal pemotretan outdoor cukup padat.

Miciela cukup ramah, tapi profesional. Ia tidak mengajak ngobrol terlalu banyak. Giovanni sendiri juga tidak mencoba membuka percakapan. Mereka bekerja dalam diam, tapi ritmenya cocok.

"Air putih, suhu ruangan, bukan dingin," kata Miciela saat Giovanni hendak mengambil minuman.

"Noted," balas Giovanni datar.

Miciela menatap Giovanni sejenak, lalu tersenyum kecil. "You're efficient."

"You're demanding," balas Giovanni.

Keduanya tertawa ringan. 

Miciela membuka layar ponselnya. Jemarinya ragu mengetik, tapi akhirnya pesan itu terkirim.

Miciela Devita (14:00): feels like am his PA but idgaf bcs i like him
Miciela Devita (14:01): NO NO not in the serious way
Miciela Devita (14:03): i like his personality, his sweet-tone voice and his presence
Miciela Devita (14:04): he's so smart, gab.
Miciela Devita (14:05): i think i can feel ur pain just bcs u'r still loving him, in a deeply way

Gabriel hanya menatap layar. Lama. Ia membalas.

Gabriel (14:10): Mic.

Gabriel (14:11) Jangan biarin dia bawa mobil

Gabriel (14:11) I'll give you a driver. Tapi jangan sampai dia tau, I'll trust you.

Dan di saat itu, mereka berdua tahu. Bahkan orang ketiga pun bisa merasakan bahwa cinta itu belum pernah benar-benar hilang.

Miciela menggigit bibirnya saat membaca chat terakhir Gabriel.
Gabriel... masih peduli. Bahkan diam-diam memastikan Giovanni tidak menyetir sendiri ke lokasi kerja.

Red StringsWhere stories live. Discover now