An unexpected partnership forces the past to resurface.
Ting..
Ting..
Ponsel diatas meja nakas terus berirama di ikuti dengan gerakan pelan akibat getaran halus yang datang dari benda pipih itu, Giovanni melirik tajam dari kasurnya karena ia sudah tau darimana asal bunyi itu- tiga puluh delapan pesan dari tiga pesan masuk belum dibaca. Begitu kira-kira tulisan yang ada dilayar ponselnya. Ia menggerutu dalam hati, menghardik dengan sadis siapapun orang yang mengganggu waktu meditasi paginya.
"Ck!" decihnya kesal.
"Kenapa sih jam segini udah bahas kerjaan aja? Bisa sial gue kalo gini ceritanya." Giovanni menggerutu.
Dengan kasar ia menekan layar- membalas pesan yang berasal dari group The Entourage Co.
Giovanni bangkit dari tempatnya melakukan meditasi dengan perasaan kesal dan menuju ke kamar mandi setelahnya.
"Liat aja kalo gue sial hari ini, abis lo Vitto." ucap Giovanni.
Usai selesai dengan aktivitasnya sebelum berangkat ke kantor, Giovanni menyempatkan diri untuk memeriksa kembali pesan-pesan yang ada di ponselnya dan ada satu pesan yang membuatnya tiba-tiba merasa pusing- Gio kapan bisa berangkat ke London?. Giovanni menghela napas panjang dan bergegas turun ke parkiran untuk segera datang ke kantornya.
Perjalanan menuju kantor memakan waktu cukup lama karena ia harus melewati jalan arteri yang sudah pasti macet setiap pagi. Giovanni terus sugesti diri agar harinya kali ini berjalan dengan baik dan tenang tanpa kesialan yang selalu menimpa ketika ada pembahasan pekerjaan sebelum jam kerja.
Perjalanan menuju kantor berjalan lancar sampai akhirnya Giovanni sampai di lampu merah tepat di depan mall The Park Pejaten, tak lama dari posisinya berhenti Giovanni merasakan hal aneh dengan mobilnya, tanpa ragu ia menepi untuk memeriksa kondisi mobilnya.
"Great. Bocor." gumamnya.
Tanpa menunggu lama Giovanni men-dial nomor Vitto, namun hasilnya nihil.
**
Di sisi lain, ada Gabriel yang juga mengumpat kesal pada personal assistant-nya. Mike meminta agar ia datang ke kantor lebih cepat karena ada hal yang perlu dibicarakan.
"Fuck you, Mike." Umpat Gabriel.
Gabriel bersiap untuk berangkat ke kantor lebih awal sambil berusaha mengembalikan moodnya yang tidak enak hanya karena Mike. Saat sedang sibuk dengan pakaian di lemarinya, ponsel Gabriel begitu berisik. Ia bergegas memeriksanya dan membaca beberapa chat yang ada.
Seketika senyumnya mengembang, "I'll take it back, Mike. Thank you." Ucapnya.
Dengan melewatkan sarapan yang sudah ada, Gabriel melajukan kendaraannya menuju kantornya.
**
Giovanni terus berusaha menghubungi Vitto yang tidak kunjung datang setelah satu jam lalu ia hubungi. Rasa kesal ditambah cuaca panas Jakarta membuat Giovanni semakin kesal. Kulitnya sangat sensitif jika terkena panas matahari yang cukup menyengat padahal waktu masih terbilang pagi.
Ia benar-benar merutuki kesialannya hari ini, dan lagi Giovanni menyumpah serapah dalam hati ketika melihat mobil rubicon yang sangat familiar untuknya. Mobil berwarna hitam itu berhenti di belakang miliknya kemudian seseorang dengan aroma itu—campuran mint hangat dan musk manis—menusuk masuk ke otaknya, dan Giovanni membenci betapa ia merindukannya.
"Gi? Kenapa?" tanya pria itu.
Bukan menjawab pertanyaan, Giovanni hanya menunjuk ban mobilnya yang kempes. Tanpa meminta persetujuan, Gabriel -si pria dengan aroma yang tak bisa dilupakan itu- membuka bagasi mobil Giovanni untuk memeriksa apakan mantan kekasihnya itu punya ban mobil cadangan.
YOU ARE READING
Red Strings
FanfictionMereka pernah saling memiliki-hingga keadaan memisahkan. Kini, Giovanni terpaksa kembali berhadapan dengan masa lalu yang belum sepenuhnya padam. Bukan karena rindu. Tapi karena situasi. Dan meski ia mencoba menolak, ada benang merah tak terlihat ya...
