CHAPTER 10: The Thread That Pulled Back

Start from the beginning
                                        

Giovanni menutup pintu kemudian menatap Gabriel yang berada tepat dihadapannya.

"What the hell are you trying to do?" kalimat pertama dari Giovanni membuat Gabriel membalas tatapan si mungil.

Pandangannya terkunci pada wajah Giovanni yang terlihat lebih tirus, pipi chubby Giovanni sedikit menghilang dan kantung matanya pun menandakan jika pria aries itu kurang istirahat. Tangan Gabriel mengepal kuat seraya menatap Giovanni, ia mulai merutuki diri sebagai penyebab kondisi Giovanni sekarang.

"Sorry," gumam Gabriel lemah.

"No, Gabriel. Aku mau tau jawaban kamu bukan cuma kata maaf. What are you trying to do right now? Huh?"

Suara itu, suara yang ia rindukan nadanya. Diambang kesadarannya Gabriel menarik Giovanni ke pelukannya namun hanya berlangsung beberapa detik ketika kenyataan menyambar seperti kilat.

"Why? Kenapa kamu lepas?" lirih Giovanni.

Gabriel terkesiap dengan pertanyaan Giovanni yang seolah juga menginginkan pelukan itu tercipta. Gabriel kembali mencoba untuk menatap Giovanni yang nyatanya kini menangis tanpa berekspresi, hanya air mata yang membuat jejak di wajah mulus Giovanni.

Kedua tangan Gabriel terulur dan kembali menarik Giovanni ke dalam dekapannya. Tanpa diduga Giovanni membalas pelukannya. Sepasang mantan kekasih itu kembali berbagi kasih yang sempat mereka putus hampir satu minggu lalu. Tidak bertukar kabar dan mencoba hidup masing-masing sesuai keputusan.

Dan ketika bibir mereka akhirnya bersentuhan lagi malam itu, bukan gairah yang mendominasi, melainkan luka. Luka yang mereka bagikan bersama. Luka yang tidak pernah benar-benar pergi. Sentuhan mereka bukan hanya tentang hasrat, tapi juga tentang rindu yang tertahan terlalu lama, membawanya menuju kamar yang dulu pernah menjadi tempat peristirahatan mereka berdua. Tidak ada kata yang terucap sepanjang mereka melepas satu per satu lapisan yang menutup tubuh. Tapi yang tidak diucapkan justru terasa paling nyaring.

Malam itu, mereka tidak bersatu karena keinginan. Mereka menyatu karena luka.

Tubuh saling menyatu dalam diam, saling mencari kehangatan yang tak bisa ditemukan dari dunia luar. Setiap kecupan adalah maaf yang belum sempat dikatakan, setiap desahan adalah kesedihan yang terpendam, dan setiap gerakan adalah usaha untuk memperbaiki sesuatu yang mungkin sudah terlalu rusak untuk diselamatkan.

Setelah semuanya berakhir, Gabriel memeluk Giovanni dari belakang.

"Maaf ya... aku gak tahu cara jadi baik buat kamu." bisiknya pelan.

Giovanni tidak menjawab. Ia hanya membiarkan tangannya menggenggam lengan Gabriel yang melingkari pinggangnya.

Mungkin, malam ini bukanlah akhir. Tapi juga bukan awal. Mungkin ini hanya jeda—di antara semua luka, cinta, dan kehilangan yang belum selesai mereka cerna.

Hujan masih turun di luar. Tapi di dalam kamar yang remang, dua tubuh yang lelah akhirnya bisa beristirahat... meski hanya untuk malam ini.

***

Tubuh yang berukuran lebih kecil itu masih terbaring dibalik selimut tebal dengan lengan sang dominan melingkar di pinggangnya. Rasa aman dan nyaman begitu terasa ke seluruh penjuru ruangan kamar bernuansa putih gading itu. Gabriel sebenarnya sudah bangun sejak dua jam lalu namun ia enggan bangkit karena rasa takut ditinggalkannya lebih besar dari apapun.

Ia takut jika memalingkan wajah kemudian kehilangan Giovanni-nya. Untuk hari ini saja ia berharap agar Tuhan berpihak padanya.

Tatapan matanya fokus secara mendadak pada gerakan yang Giovanni ciptakan. Bola mata Gabriel terus menatap lekat objek indah di hadapannya. Dalam hati ia merapalkan mantra penguat diri agar kenyataan sesuai dengan harapannya.

Red StringsWhere stories live. Discover now