CHAPTER 6: Strings Tangled in the Wrong Hands

Start from the beginning
                                        

Di satu sisi lain, Melody tak tahan:

"Bisa gak ya jangan sepotong-sepotong!"

Theresa akhirnya mengaku:

"Abis itu gue dibawa ke mansion... terus ya gitulah."
"Maaf Gi, gue gak bisa nolak karena aromanya Mici. Gue siap terima sanksi."

Sementara itu Hanan mencoba menjadi penengah:

"Guys sabar dulu. Kita coba obrolin dulu sama pihak mereka. Kalau mereka keberatan, baru kita kasih sanksi buat Tere."

Terakhir, ketika Giovanni bertanya alasan kenapa Theresa bisa pergi bersama Miciela, Hanan menjawab:

"Lo kan pingsan, Gi. Terus Miciela cari bantuan ke GC mereka. Posisi terdekat itu Tere dan Gabriel. Mereka yang samperin lo ke RS, abis itu gue gak tahu."

Theresa menambahkan:

"Mas Gabriel berantem sama Mici.
Gue gak tahu apa-apa, sumpah. Soal mereka ribut karena apa... terus gue lerai. Eh, Mas Gabri nyuruh gue bawa pergi Mbak Miciela."

Dan pada titik itu, semuanya membiru.

Giovanni tahu bahwa rasa percaya telah retak. Bahkan jika semuanya baik-baik saja besok—dalam rapat atau di depan atasan—di dalam hati mereka, garis merah itu sudah dilewati. Dan tidak semua tali bisa diikat kembali setelah putus.

Ponselnya masih dalam genggaman. Notifikasi dari Gabriel masuk beberapa menit setelah grup chat meledak. Bukan ucapan maaf, bukan penjelasan. Hanya formalitas—atau justru pura-pura?

"Can we drop the formality, Gi?"

Giovanni menatap layar sejenak. Tangannya dingin, tapi jawabannya tidak goyah.

"No. We need to know our limits."

Sudah cukup. Ia terlalu lama membiarkan garis itu kabur. Terlalu banyak yang merasa bisa bertindak seenaknya atas nama kedekatan. Padahal, justru karena pernah dekat, batas itu harus dijaga dua kali lebih ketat.

Gabriel akhirnya bicara tujuan sebenarnya.
Konfirmasi jadwal pertemuan. Ia ingin bertemu jam sebelas pagi, katanya, sekalian makan siang bersama.

Giovanni membalas dengan tenang, penuh perhitungan.
Ia sudah cek jadwal The Alphas. Tidak ada pekerjaan terdaftar. Artinya, waktu tersedia.

"Kami bisa memasukkan agenda meeting bersama pukul 1.30 siang," tulisnya. "Jika dari pihak bapak Gabriel keberatan, kami bisa undur ke hari berikutnya."

Tidak ada nada personal. Tidak ada basa-basi. Ini bukan lagi tentang siapa yang dulu pernah saling jaga di saat heat, atau siapa yang dulu bilang akan selalu ada. Ini tentang kontrak, nama baik, dan konsekuensi profesional.

"Okay, mas Gio kami setuju di jam 1.30 setelah makan siang."

Kesepakatan sudah terkunci. Dan Gabriella tahu, pertemuan besok akan menjadi titik balik. Entah memperjelas arah kerja sama mereka—atau memutus benang yang sudah terlalu kusut untuk diluruskan lagi.

Sesuai dengan janji yang direvisi, pertemuan antara The Omegas dan The Alphas digelar usai jam makan siang. Upaya Gabriel agar bisa bertemu Giovanni dalam suasana yang lebih tenang tampaknya tidak sia-sia. Mungkin bukan takdir, tapi semesta memang sedang memberi ruang.

The Alphas datang lima menit lebih awal, rapi dan tenang, disusul oleh The Omegas yang tampak sedikit lebih kaku dari biasanya. Kali ini, yang dibahas bukan sekadar strategi atau jadwal. Melainkan pelanggaran kontrak yang tidak bisa lagi diabaikan—insiden Miciela dan Theresa yang nyaris mencoreng kerja sama dua agensi.

Gabriel sendiri, sejujurnya, tidak terlalu ambil pusing. Kalau bukan karena Hanan yang mendesak dan Giovanni yang keberatan, mungkin semua ini sudah dianggap selesai dengan satu kalimat maaf. Tapi Gabriel tahu, kali ini bukan soal dirinya.

"Selamat siang semuanya," sapa Hanan sambil berdiri, suaranya hangat seperti biasa.

Hanya beberapa orang yang menjawab, sebagian besar terlalu sibuk memeriksa dokumen yang sudah dibagikan oleh Vito dan Sagara. Aura serius terasa jelas. Tidak ada basa-basi.

Giovanni, dengan posisi duduk yang tegak sempurna, membuka pertemuan dengan nada lugas.

"Langsung straight to the point aja ya. Di sini kami minta penjelasan dari yang bersangkutan, tanpa menyudutkan atau menyalahkan siapa pun. Silakan dimulai dari siapapun yang ingin bicara."

Hening sejenak. Sampai akhirnya Miciela angkat bicara lebih dulu, dengan suara pelan tapi mantap.

"Sebelumnya gue minta maaf sama semua yang ada di sini kalau tindakan gue kemarin merugikan kedua belah pihak. Terutama Gabriel dan Giovanni selaku pemimpin agency. Awalnya gue cuma lagi ditenangin sama Tere karena kepancing pheromones Gabriel di depan ruangannya Giovanni. Tapi setelah itu, semuanya salah gue. Kalau ke depannya gue gak bisa dapet PA, gapapa. I'll work alone sampai The Alphas ada job barengan tahun depan. Itu aja dari gue."

Suasana tetap hening. Tidak ada respon langsung, bahkan dari Giovanni.

Theresa pun akhirnya bicara, menyampaikan permintaan maaf yang kurang lebih sama. Tidak ada drama, hanya tanggung jawab. Dan dalam senyap itu, sesuatu terasa lebih dewasa daripada sebelumnya.

Setelah diskusi berjalan beberapa saat, termasuk evaluasi dari dua pihak, keputusan bersama pun dicapai. Kerja sama tetap dilanjutkan dengan beberapa revisi pada klausul yang selama ini dianggap krusial.

Namun sebelum rapat ditutup, Gabriel mengangkat tangan. "Sorry sebelumnya. Saya ingin revisi soal poin no strings attached dan no relationship between talent and agent."

Giovanni menoleh. Ia menatap Gabriel, mencoba membaca arah kalimat selanjutnya. Tapi Gabriel sudah bersiap dengan jawabannya.

"Untuk poin itu, saya pikir bisa dihapuskan saja, Mas Giovanni. Kalau tujuannya sebagai bentuk perlindungan diri, saya harap Mas Giovanni bisa berpikir lebih bijak tentang orang-orang di sekitar Mas Giovanni. Biarkan teman-teman lain kalau memang ingin ada hubungan spesial. Dan untuk ketakutan Mas Giovanni... saya bisa pastikan itu tidak akan terjadi. Bagaimana?"

Suasana tiba-tiba terasa terlalu personal. Padahal semua orang ada di ruangan.

Gabriel tak pernah menyebut nama. Tapi semua tahu maksudnya. Giovanni terdiam, jelas-jelas sedang menahan sesuatu. Ia lupa satu hal—bahwa Gabriel, bagaimanapun juga, adalah seseorang yang mengenalnya terlalu dalam untuk bisa dia tipu dengan wajah datar dan suara tegas.

Akhirnya, dengan napas yang hampir tidak terdengar, Giovanni mengangguk. Poin itu dihapus. Dan ketegangan, perlahan-lahan larut dalam kesepakatan baru.

Well, I'll still be watching you from afar, though.
Kalimat itu hanya bergaung dalam hati Gabriel, tapi cukup untuk membuatnya merasa menang. Kali ini bukan soal cinta, tapi tentang menjaga batas sambil tetap punya alasan untuk tetap peduli.

Pertemuan ditutup, semua orang mulai beranjak meninggalkan ruangan.

Tapi Giovanni tetap di kursinya.
Pandangan matanya tak lepas dari satu lembar dokumen di depannya—bagian yang tidak pernah ia beri izin untuk direvisi, dan sekarang... sudah berubah.

Seseorang telah mengubah isi kontraknya. Diam-diam.
Dan ia tahu, hanya ada satu orang yang memiliki akses langsung ke dokumen itu.

.

.

.

.

To be continued...

Red StringsWhere stories live. Discover now