9

4.5K 419 10
                                    

"Ali?" Sebut Fira dengan ekspresi kagetnya.

"Gue mau bawa pergi Prilly dari kantin ini. Lo mau ikut?" Ali berucap tanpa menghiraukan ekspresi kaget Fira.

Tanpa basa-basi Fira langsung mengangguk. Ali membawa Prilly pergi dari kantin dengan tetap memeluknya. Fira mengiringi Ali dari belakang. Semua mata tertuju pada Ali dan Prilly. Ali tak menghiraukannya. Ia tetap berjalan keluar dari kantin tersebut

****
Dan disinilah mereka. Di taman sekolah. Mereka bertiga duduk di bangku taman sekolah. Dengan Prilly yang masih terisak di pelukan Ali. Ali dengan lembutnya mengelus punggung Prilly. Mencoba menenangkan Prilly. Fira hanya menatap sahabatnya itu sedih. Tak pernah Prilly serapuh ini. Hari-harinya selalu dipenuhi dengan keceriaan. Rafi benar-benar menjungkir balikkan dunia Prilly.

Perlahan isakan Prilly memelan. Sepertinya gadis itu mulai tenang sekarang. Ali dengan sigapnya meregangkan pelukannya dengan Prilly. Menghapus sisa-sisa air mata yang menggantung di pelupuk mata Prilly.

"Makasih Li" lirih Prilly pelan sembari tertunduk. Pertahanannya yang meruntuh membuatnya melemah. Semangat hidupnya rasanya telah hilang.

"Gak perlu makasih gue temen lo juga Prill. Yaudah ntar pas wawancara si 'dia' biar gue sendirian aja. Lo langsung pulang aja ya nanti" Ali berucap dengan menyengajakan menyebut Rafi dengan sebutan 'dia'.

"Eh? Jangan Li. Gue bisa kok ikut lo wawancara. Jangan lo sendirian. Gue gak enakan. Ini kerja kelompok kan"

"Tapi gue gak bisa liat lo serapuh tadi. Gue gak tega" Ali mencoba mengeluarkan statementnya agar Prilly tidak ikut mewawancarai Rafi dan Cinta. Ia tidak ingin melihat Prilly rapuh lagi. Ia tak tega melihat sosok wanita seperti Prilly disakiti lagi. Sama sekali tak tega.

"Lo tenang aja. Gue bakal kuat kok. Kalo lo dari jauh ngeliat gue rapuh aja lo langsung nenangin gue, apalagi kalo lo dideket gue. Gue yakin lo bisa ngasih gue kekuatan secepat mungkin biar gue gak keliatan rapuh didepan dia" Prilly berucap dengan yakinnya. Membuat Ali harus menatap Fira. Meminta persetujuan dengan keinginan Prilly. Namun Fira hanya mengendikkan bahunya. Ia juga tak tau harus apa. Sahabatnya ini batu. Sekali punya kemauan maka dia tak akan mau kemauannya tidak tercapai.

Ali menghela nafasnya kasar. Ia menyerah membujuk Prilly.

"Oke kalo emang mau lo itu. Gue gak bisa maksain apa-apa. Hmmm yaudah lo sama Fira langsung ke kelas. Bentar lagi bel bunyi. Gue mau ke toilet bentar" Ali memerintah Fira dan Prilly kembali ke kelas lebih dulu. Fira dan Prilly mengangguk. Fira pun merangkul sahabatnya menuju ke kelas.

****
Ali baru saja selesai buang air kecil. Dengan segera ia menuju wastafel di toilet pria itu dan mencuci tangannya.

Saat ia mendongakkan kepalanya, dilihatnya pantulan bayangan seseorang di kaca yang terdapat diatas wastafel tersebut. Pria itu! Rahang Ali seketika mengeras. Emosinya sudah di ujung ubun-ubun ia tak bisa lagi menahan emosinya seperti kemarin dan tadi.

Ali berbalik badan. Ia menatap garang pria yang berdiri tak jauh darinya itu. Dengan langkah besarnya, Ali berjalan mendekati Pria itu. Mencengkram kasar kera seragam pria itu dan menyandarkannya dengan keras ke tembok toilet. Bisa dipastikan setelah ini pria itu akan meringis kesakitan akan punggungnya.

"Gue tau lo cukup bahagia dengan kekasih baru lo itu. Tapi setidaknya lo harus mikirin perasaan mantan lo. Lo sama mantan lo belom genap sebulan putus. Ini bener-bener nyiksa dia" desis Ali tegas. Pria itu tersenyum miring. Ali masih menatapnya bengis.

Pria itu tak tinggal diam. Dengan gesitnya ia kini mencengkram kera seragam Ali dan membalikkan posisi mereka. Hingga kini punggung Ali terbentur keras mengenai dinding toilet pria.

"Apa urusannya sama lo ha pahlawan kesiangan? Gue sama Prilly sudah putus. Terus gue salah kalo bermesraan dengan pacar gue? Cinta? Nggak kan! Dasar dianya aja yang baperan. Lebay banget! Dia gak berhak kan cemburu sama gue? Inget Li! Gue mantannya bukan pacarnya!" Ujar Rafi dengan tegas dan lantangnya. Ia kembali mendorong tubuh Ali hingga punggung Ali membentur dinding toilet. Ali meringis saat merasakan nyeri di punggungnya. Sedangkan Rafi, ia berjalan begitu saja. Meninggalkan Ali sendiri.

"Ingetin sama Prilly! Dia bukan pacar gue lagi jadi dia gak ada hak buat cemburu sama gue" Rafi sengaja berhenti sejenak di ambang pintu. Memberi peringatan singkat pada Ali untuk disampaikan pada Prilly. Kemudian ia melenggang pergi meninggalkan Ali yang masih meringis kesakitan.

****
"Baiklah anak-anak. Ibu hari ini ada sedikit urusan. Sekitar 30 menitan. Jadi, kalian kerjakan latihan halaman 25 materi tentang integral. Paham?"

"Paham bu!" Serentak semua siswa didalam kelas tersebut menyahuti perintah seorang guru.

"Baiklah. 30 menit lagi ibu akan kembali ke kelas. Ibu harap semua sudah selesai" guru itu mengakhiri ucapannya dan berlalu dari kelas tersebut. Kelas 12 IPS 1.

****
"Ya Allah tega banget sih Bu Ema ngasih tugas. 10 soal dalam 30 menit? Dikiranya mudah apa ni soal" Fira menggerutu kesal. Mendapati soal yamg rumit dalam 30 menit. Itu bukan bidant Fira.

"Prill, lo kan pinter matematika, ajarin gue dong" pinta Fira pada Prilly yang tengah terduduk sembari menopang dagunya. Menatap kosong dan lurus pada sebuah dinding yang berada didepannya.

Prilly hanya diam. Tidak merespon permintaan sahabatnya itu. Bahkan ia mengacuhkan sahabatnya itu.

Fira merengut kesal saat Prilly sama sekali tak meresponi permintaannya.

"Prill ayolah Prill ajarin gue Prill" pinta Fira lagi sembari mengguncang tubuh Prilly. Lagi-lagi ia hanya diam. Tidak meresponi permintaan sahabatnya itu.

"Prill lo kenapa sih?" Fira sudah sangat kesal. Dari tadi ia sama sekali tidak meresponi permintaannya. Kesal bukan? Seperti sedang berbicara dengan patung.

"Fir?" Terdengar suara panggilan dari belakang Fira. Fira menoleh ke belakang. Didapatinya Ali tengah berdiri di belakangnya.

Ali menatap Fira. Memberinya kode untuk meninggalkan dirinya dengan Prilly. Fira menghembuskan nafasnya kasar. Lalu ia berjalan meninggalkan Prilly dan Ali disana.

"Jaminannya contekin gue ya" bisik Fira sebelum berlalu. Ali hanya menganggukkan kepalanya.

****
"Prill?" Ali memanggil dengan lembutnya. Prilly tetap acuh pada siapa saja yang memanggilnya. Sepertinya dinding yang ditatapinya itu jauh lebih indah dibandingkan yang lainnya. Entahlah.

"Lo kenapa sih? Ada masalah?" Ali bertanya sekali lagi. Berharap kali ini Prilly mau merespon pertanyaannya. Namun, usaha Ali berujung sia-sia. Prilly tetap saja dalam diamnya. Menatap kosong pada dinding putih tersebut.

Ali menghembuskan nafasnya berat. Tak mungkin jika ia merengkuh gadis disebelahnya ini. Ini di kelas. Ia bisa-bisa jadi tontonan teman di kelasnya. Bahkan ia akan 'dicap' dengan sebutan yang tak enak didengar di telinga.

Tanpa disadari, air mata Prilly perlahan jatuh membasahi kedua pipi Prilly. Ali yang melihatnya hanya mampu memejamkan kedua matanya. Ia tak pernah sanggup melihat seorang perempuan menangis didekatnya. Ada perasaan sakit di hatinya ketika melihat perempuan menangis. Bayangan kejadian kakaknya pun kembali menghantuinya. Ia memejamkan kedua matanya erat-erat. Mencoba menghilangkan sejenak bayangan kejadian kakaknya. Setidaknya sampai ia mampu menenangkan Prilly.

Ali membuka kedua matanya. Tangannya ia angkat. Lalu dengan penuh perhatiannya ia menghapus dengan lembutnya air mata yang mengalir dari mata Prilly yang indah. Sebenarnya,ia ingin sekali berteriak karena tak sanggup melihat sosok perempuan menangis didekatnya. Namun ia harus kuat. Demi Prilly. Ia akan mencoba menenangkan Prilly.

"Jangan nangis ya. Dunia gak akan indah dengan sebuah tangisan" ucap Ali sembari mengelus lembut rambut Prilly.

Oke akhirnya selesai juga chapter ini. Hihi.
Maafin ya lama lanjut, soalnya habis pk2 sih hehe.
Yuk di vote dan di comment ya. Biar aku makin semangat menghibur kalian dengan karyaku wkwk.
Oh iya jangan lupa juga ya baca ceritaku yang judulnya "FANS" dan "MY SEVENTEENTH BIRTHDAY" semoga ceritanya juga menghibur ya. Makasih :) selamat membaca :)

ITU AKU DULUWhere stories live. Discover now