Keesokan harinya, suasana sekolah berjalan seperti biasa. Sma Tirta Persada sedang ramai oleh persiapan lomba tahunan antar kelas yang akan segera digelar bulan depan. Aula dipenuhi dekorasi warna-warni dan poster perekrutan peserta untuk berbagai cabang lomba. Ada yang mendaftar tari, debat, futsal dan bahkan, rumor tentang lomba musik pun mulai berhembus.
Aqeela berjalan menyusuri koridor dengan langkah pelan. Di tangannya, ada buku catatan kecil berisi lirik lagu. Bukan untuk lomba, bukan juga untuk siapa-siapa. Hanya coretan pribadinya yang sering ditulis saat hatinya penuh. Dan hari itu, hatinya memang terlalu penuh.
Saat ia melewati loker Harry, langkahnya otomatis melambat. Tak ada siapa pun di sana, seperti biasa loker itu bersih dan tidak mencolok. Tapi Aqeela tau betul siapa pemiliknya. Ia menatapnya sejenak, sebelum kembali melangkah.
Di sudut aula, Zara terlihat sedang berbicara dengan panitia lomba. Ia tampak antusias mendaftarkan diri ke lomba tari modern. Saat Aqeela menghampiri, Zara langsung tersenyum lebar.
“Aqeela! kamu ikut lomba gak?” tanyanya sambil menyodorkan formulir.
Aqeela menggeleng pelan. “Belum tau. Kayaknya enggak deh.”
“Sayang banget, kamu kan jago nyanyi juga.”
“Aku udah gak pernah latihan lagi, Zara. Lagian aku juga gak pede” jawabnya sambil menatap papan pengumuman di belakang.
Zara memiringkan kepala. “Kamu kayak lain hari ini, kenapa?”
Aqeela tersenyum tipis. “Aku cuma kurang tidur.”
Mereka berjalan menuju kelas bersama, sampai Zara tiba-tiba berbalik dan bertanya, “Aqeela, kira-kira kamu tau siapa yang Harry suka gak?”
Langkah Aqeela langsung terhenti. Dadanya mencelos, tapi ia pura-pura tenang. “Eh? kenapa nanya itu?”
Zara menggigit bibirnya. “Aku nanya doang sih, siapa tau kamu kenal orangnya. Aku juga udah denger dari anak kelas seberang, berita Harry yang udah punya seseorang yang dia sayangin diam-diam udah menyebar. Tapi gak ada yang tau siapa.”
Aqeela menunduk, menyembunyikan ekspresi. “Mungkin, ada yang tau selain kamu?”
“Iya juga, tapi itu bikin aku makin penasaran. Bahkan aku sempat mikir jangan-jangan itu kamu.”
Aqeela terkesiap, jantungnya langsung berdetak tak karuan. “Aku? gak, lah. Dari mana juga?”
Zara menatapnya lekat-lekat sejenak, lalu mengangguk kecil. “Iya, kamu bener juga, kalian kan kayak gak pernah ngobrol.”
Dalam hati, Aqeela ingin tertawa getir. Iya, kami gak pernah ngobrol di sekolah. Tapi di balik layar, di dunia yang tak Zara ketahui, Aqeela tau lebih banyak tentang Harry daripada siapa pun. Tentang pesan tengah malam. Tentang suara lembut di telepon. Tentang pelukan diam-diam di bawah langit sore.
Hari itu, setelah pulang sekolah, Aqeela tak langsung ke rumah. Ia mampir ke toko musik langganannya dan membeli senar gitar baru. Entah kenapa, hari ini hatinya butuh lagu. Lagu yang hanya ia dan Harry tau artinya.
****
Malam pun tiba, langit di sekitar perumahan dibungkus awan tipis, seolah menyembunyikan bintang-bintang yang biasanya menemani Aqeela di balkon. Di kamarnya yang tenang, Aqeela duduk bersila sambil memetik gitar pelan. Nada-nada lembut mengalun, berbaur dengan suara detak jarum jam di dinding.
Di meja samping tempat tidurnya, layar ponsel menyala. Pesan terakhir dari Harry masih terbuka. Ia menatapnya lama, seakan bisa menarik Harry keluar dari layar itu hanya dengan pandangan.
"Apa Zara benar-benar curiga?" gumamnya pelan.
Ia menarik napas dalam-dalam, menatap langit-langit kamar. Hubungan mereka selama ini memang berjalan dalam senyap. Dunia remaja yang masih suka menilai berdasarkan rumor, bukan kenyataan.
Dan Aqeela tau, jika ada satu hal yang bisa merusak ketenangan ini, itu adalah kecemburuan. Bukan hanya dari orang lain, tapi juga dari dirinya sendiri.
Suara notifikasi baru mengagetkannya. Ia buru-buru melihat layar.
Harry : “Kamu baik-baik aja hari ini?”
Aqeela menatap layar lama, sebelum membalas
Aqeela : “Baik, tapi kalau ada kamu, mungkin lebih baik lagi.”
H
arry: "Zara nanya-nanya aku kemarin."
Aqeela mengetik cepat.
Aqeela: "Nanya apa?"
Harry: "Tentang siapa yang aku suka."
Aqeela: "Kamu jawab apa?"
Harry: "Aku cuma bilang, aku punya orang yang aku sayang, dan aku gamau nyakitin dia."
Aqeela membeku. Senyumnya pelan-pelan muncul, namun hatinya campur aduk.
Aqeela: "Kamu yakin kita bisa terus kayak gini?"
Ada jeda, lalu pesan balasan datang.
Harry: "Kalau kamu masih mau, aku juga mau."
Matanya memanas, tapi bukan karena sedih. Melainkan karena rasa sayang yang terlalu besar untuk bisa disimpan di dada kecilnya.
Beberapa detik kemudian, pesan lain muncul.
Harry : “Besok sore, aku ke rumah kamu ya. Aku bawa kopi.”
Aqeela tersenyum.
Dan dunia kembali terasa tenang, meski hanya untuk sementara.
Beberapa menit kemudian, mereka tidak lagi membalas pesan. Tapi Aqeela tau Harry masih di sana, membaca setiap ketikannya, menunggu dengan sabar seperti biasanya.
Ia memeluk gitar, merebahkan diri di ranjang sambil memandang langit-langit. Di luar, suara angin berbisik pelan.
Dan di antara bisik-bisik itulah, Aqeela merasa tenang. Meski mereka masih harus sembunyi. Meski dunia belum tau, tapi malam ini cukup.
CZYTASZ
arrows & algorithms
FanfictionAqeela, atlet panahan berbakat dan anak tunggal keluarga kaya, pindah ke Sma Tirta Persada. Di sana, dua cowok populer, Mohan dan Fattah, saling bersaing memperebutkan hatinya dengan cara yang kocak dan penuh drama. Tapi, sebenarnya Aqeela sudah lam...
