Di bawah langit yang sama

661 34 0
                                        

Malam menurunkan sunyinya perlahan. Taman kecil di belakang pusat kota itu hanya diterangi lampu taman redup dan cahaya bulan yang menggantung tenang di langit. Suasana seperti inilah yang selalu mereka pilih, jauh dari sorot mata, jauh dari kebisingan, dan cukup sepi untuk mendengar detak jantung sendiri.

Aqeela datang lebih dulu malam itu. Ia duduk di bangku kayu yang menghadap danau buatan, mengenakan hoodie hitam kebesarannya yang membuatnya sulit dikenali. Tangannya menggenggam ponsel, tapi tidak benar-benar membaca apa pun. Pikirannya melayang ke obrolan siang tadi bersama Zara.

"Dia cuman temen sekelas kita" ucapnya sendiri, mengulang kata-kata yang ia ucapkan tadi siang. Padahal dalam hati, ia ingin berteriak.

Langkah kaki terdengar menghampiri. Aqeela menoleh, dan Harry sudah berdiri di sampingnya. Ia mengenakan jaket denim dan topi gelap, seperti biasa sederhana, tapi entah kenapa terasa mengintimidasi siapa pun yang tak mengenalnya.

“Kamu udah datang duluan?” tanyanya sambil duduk.

“Iya” jawab Aqeela pelan. “Lagi sepi ya taman ini.”

“Bagus dong” kata Harry. “Aku suka sepi.”

Beberapa saat mereka hanya diam, menikmati keheningan yang terasa nyaman. Harry mengeluarkan sekotak cokelat dari saku jaketnya dan memberikannya pada Aqeela.

“Favorit kamu” ucapnya.

Aqeela tersenyum tipis. “Kamu inget.”

“Tentu.”

Ia membuka bungkus cokelat itu pelan. “Zara tadi bilang dia tertarik sama kamu.”

Harry menoleh. “Oh.”

“Oh?” ulang Aqeela, menirukan nada datarnya.

“Aku gak tertarik” jawab Harry singkat.

“Tapi kamu gak kelihatan nolak juga. Kamu diem aja.”

Harry menatap wajah Aqeela yang kini menoleh padanya, mata itu menantang tapi rapuh. “Karena kamu udah tau jawabannya, jadi aku gak perlu bilang ke siapa-siapa, kan?”

Aqeela menahan napas. Dalam sekejap, rasa cemburunya yang membara tadi perlahan mereda.

“Tapi, gimana kalau dia mulai serius?” bisiknya.

Harry diam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Kalau itu terjadi, aku yang akan bicara langsung sama dia. Tapi sekarang, aku cuma mau kamu percaya sama aku.”

Aqeela menatap danau di depannya. Airnya tenang, memantulkan cahaya lampu seperti kaca.

“Dunia belum siap nerima kita” katanya lirih.

Harry tersenyum. “Gapapa, kita gak perlu dunia. Cukup satu sama lain dulu.”

Hening kembali menyelimuti mereka. Tapi kali ini, itu bukan hening yang canggung. Itu adalah hening yang menguatkan, yang seolah menyatukan dua orang yang berjalan dalam diam, tapi hatinya saling menggenggam erat.

Harry menggenggam tangan Aqeela. “Aku bakal jaga kamu, Aqeela. Meskipun kamu gak tau seberapa besar dunia ini bakal berubah nanti.”

Aqeela menoleh cepat. “Maksudnya?”

Harry menggeleng pelan. “Nanti aja, belum waktunya kamu tau.”

Dan sekali lagi, rahasia Harry tetap terkunci rapat. Aqeela hanya bisa memandangnya, laki-laki yang begitu tenang, begitu sunyi, tapi menyimpan sesuatu yang besar di balik semua itu.

****

Aqeela menatap Harry lebih lama dari biasanya. Ada sesuatu di matanya malam itu entah itu ketenangan atau ketakutan yang ia sembunyikan.

“Kamu aneh” gumam Aqeela sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Harry.

Harry hanya tersenyum kecil. “Aneh gimana?”

“Kamu selalu kelihatan tau segalanya, tapi juga kayak nyimpan sesuatu.”

Harry tertawa ringan. “Mungkin karena aku emang nyimpan banyak hal.”

Aqeela menegakkan tubuhnya. “Tentang aku juga?”

Harry menoleh cepat, dan untuk sesaat wajahnya berubah tegang. Tapi ia segera menutupi dengan senyum samar. “Aku tau kamu suka teh lemon dingin, takut suara petir, dan selalu ngelipat baju dari warna terang ke gelap. Tapi kalau yang kamu maksud ‘sesuatu’, mungkin belum saatnya aku jawab.”

“Rahasia?” tanya Aqeela pelan.

Harry hanya mengangguk pelan. “Tapi bukan yang akan nyakitin kamu. Aku janji.”

Aqeela mendesah panjang, lalu kembali menyandarkan kepalanya. “Aku percaya. Tapi aku juga takut kalau nanti semuanya berubah.”

Harry tidak langsung menjawab. Ia menarik napas dalam-dalam, menatap langit yang bertabur bintang. “Kalau kamu takut, berarti itu penting. Dan kalau sesuatu penting, kita gak boleh lepasin begitu aja.”

Perlahan, tangannya menggenggam jemari Aqeela, erat.

“Kita mungkin sembunyi dari banyak hal sekarang. Tapi nanti, aku bakal berdiri di samping kamu, dan di depan siapa pun.”

Aqeela memejamkan mata, membiarkan kata-katanya menenangkan. Tapi jauh di dalam hatinya, satu kekhawatiran kecil tumbuh, bagaimana kalau rahasia Harry lebih besar dari yang ia bayangkan?

arrows & algorithmsWhere stories live. Discover now