Pagi itu, sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar Aqeela, menerangi ruangan luas yang penuh dengan piala dan medali panahan berjejer rapi di rak. Di balik dinding yang dihiasi foto-foto kemenangan dan momen berharga, Aqeela berdiri di depan cermin besar, memandangi bayangannya sendiri dengan perasaan campur aduk.
Hari ini adalah hari pertama Aqeela di Sma Tirta Persada, sekolah bergengsi yang selama ini ia impikan. Meski sudah terbiasa dengan kemewahan dan perhatian sebagai atlet panahan terkenal, rasa gugup tetap menghantui. Apalagi, ia harus memulai babak baru di tempat yang asing.
Namun, di tengah kegelisahannya, ada satu hal yang membuat hatinya sedikit tenang, Zara. Teman lama yang sudah dikenalnya sejak mereka berdua ikut dalam sebuah kompetisi seni dan olahraga setahun yang lalu. Zara, gadis dari keluarga kaya yang juga bercita-cita besar sebagai penari balet, selalu menjadi sahabat yang bisa diandalkan.
Sesampainya di gerbang sekolah, Aqeela melihat Zara yang sudah menunggu dengan tas ransel berwarna lembut di pundaknya. Senyum hangat dari Zara langsung menyambutnya.
“Hari ini hari pertama kamu, ya? Aku sudah gak sabar lihat gimana kamu di sini” ucap Zara sambil menggandeng tangan Aqeela.
Aqeela membalas senyuman itu dengan ringan “Aku juga penasaran. Semoga semuanya berjalan lancar”
Mereka berjalan bersama menyusuri koridor yang dipenuhi siswa-siswa dari keluarga-keluarga terpandang. Sekolah ini tidak hanya soal prestasi akademik, tapi juga tentang geng-geng populer yang sudah lama ada dan sulit dihindari.
Saat melewati kantin, Zara mulai membuka pembicaraan,
“Eh, kamu tahu nggak? Di sini ada geng cewek yang namanya Pop Diva.
Anggotanya Raisa, Vicky, dan Jolina. Mereka ini cewek-cewek paling populer dan punya pengaruh besar di sekolah.”
Aqeela mengangguk pelan, menyimpan informasi itu dalam benaknya. Meski belum tahu apa artinya bagi dirinya, rasa ingin taunya mulai tumbuh.
Di kelas, mereka duduk bersebelahan. Aqeela melihat ke sekeliling, mengamati wajah-wajah baru yang penuh dengan berbagai ekspresi, beberapa ramah, beberapa sinis, dan yang lain penuh rasa penasaran.
Zara menepuk bahu Aqeela dengan lembut
“Santai aja, aku di sini kok. Kita jalani bareng-bareng.”
Aqeela tersenyum lega. Meskipun dunia di sekitarnya terasa rumit, kehadiran Zara membuat segalanya terasa lebih mudah. Mereka mengingat kembali kenangan saat mereka bertemu di panggung kompetisi dulu, Zara dengan gerakan baletnya yang anggun dan penuh semangat, dan Aqeela dengan ketenangan dan ketepatan panahnya yang luar biasa.
Hari itu menjadi awal dari perjalanan baru. Sebuah dunia yang berbeda, penuh tantangan dan kejutan menanti. Tapi satu hal yang pasti, persahabatan mereka akan menjadi kekuatan yang
tak tergantikan.
****
Jam pelajaran berlalu dengan cepat. Saat istirahat, mereka pergi ke kantin bersama lagi. Suasana di sana penuh dengan tawa, bisik-bisik, dan aroma makanan menggoda.
“Kamu harus coba sandwich favorit aku ini” kata Zara sambil memilih makanan dari gerai. Aqeela mencoba dan tersenyum puas.
Sambil makan, Zara bercerita lebih banyak tentang kehidupan di Tirta Persada “Selain Pop Diva, ada juga geng-geng lain yang cukup terkenal. Tapi Pop Diva paling sering jadi bahan omongan.”
Aqeela mengangguk pelan, membiarkan pikirannya mencerna semua itu. Meski sudah terbiasa dengan dunia yang penuh persaingan dan tekanan, atmosfer sekolah ini terasa unik dan penuh warna.
Setelah makan, mereka berjalan-jalan di halaman sekolah yang luas, dihiasi taman kecil dengan bunga warna-warni. Zara terus mengobrol tentang bagaimana mereka biasanya menghadapi tekanan sosial di sekolah, bagaimana persaingan dan gosip bisa muncul kapan saja.
“Aku senang kamu di sini, Aqeela. Kita bisa hadapi semuanya bareng” kata Zara dengan senyum penuh keyakinan.
Aqeela merasa hangat. Persahabatan mereka lebih dari sekadar teman biasa, tapi adalah tempat berlindung dari segala kerumitan dunia baru ini.
Setelah berjalan di taman sekolah, Aqeela dan Zara duduk di sebuah bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar. Angin berhembus lembut, mengusir rasa gugup.
“Aku masih gak percaya kamu pindah ke Tirta Persada” kata Zara sambil memandang Aqeela dengan tatapan hangat.
“Kita kan dulu sering ketemu di kompetisi, sekarang jadi satu sekolah. Rasanya aneh, tapi juga menyenangkan.” Lanjut zara
Aqeela tersenyum tipis.
“Aku juga senang Zara. Tapi jujur aku agak takut, sekolah baru, teman baru, dan apalagi aku gak mau banyak ribut.”
Zara mengangguk mengerti.
“Aku paham. Tapi jangan khawatir, kamu gak sendirian. Aku akan selalu ada buat kamu.”
Senyum Zara membuat Aqeela merasa sedikit lega. Meski punya banyak hal yang belum ia pahami tentang sekolah ini, kehadiran teman sejati seperti Zara membuat dunia terasa lebih ringan.
Tak lama kemudian, suara tawa dan bisik-bisik dari sekelompok siswa menarik perhatian mereka. Zara menoleh dan mengerutkan dahi.
“Itu geng Pop Diva” bisik Zara pelan. “Mereka cukup terkenal dan sering jadi pusat perhatian.”
Aqeela mengamati mereka dari kejauhan. Raisa, dengan gaya yang selalu modis dan penuh percaya diri, tengah tertawa bersama dua temannya, Vicky dan Jolina. Aura mereka memang berbeda, mereka bukan hanya populer, tapi juga punya pengaruh besar di sekolah.
“Kenapa mereka gitu?” tanya Aqeela.
Zara menghela napas.
“Ada banyak cerita soal mereka. Raisa itu dekat sama Mohan, cowok yang juga populer dan agak misterius. Vicky dan Jolina juga punya pacar yang sama-sama terkenal. Kadang mereka suka bersaing, dan nggak jarang bikin masalah.”
Aqeela mengangguk pelan, mencoba menyimpan semua informasi itu tanpa membuatnya jadi beban.
YOU ARE READING
arrows & algorithms
FanfictionAqeela, atlet panahan berbakat dan anak tunggal keluarga kaya, pindah ke Sma Tirta Persada. Di sana, dua cowok populer, Mohan dan Fattah, saling bersaing memperebutkan hatinya dengan cara yang kocak dan penuh drama. Tapi, sebenarnya Aqeela sudah lam...
