Kertas-kertas berserakan di seluruh meja kerjaku. Tiga bulan sudah berlalu dengan manuscript yang sama, dan plot ceritaku masih terasa hambar. Kutatap layar komputer yang menampilkan halaman ke-173 dari naskah novelku. Kursor berkedip-kedip seolah mengejek ketidakmampuanku melanjutkan.
"Bagaimana mungkin aku menyelesaikan ini?" gumamku sambil mengusap wajah yang terasa kaku. Matahari sudah lama tenggelam, dan apartemen kecilku hanya diterangi lampu meja yang redup.
Kuputuskan untuk keluar mencari udara segar. Mungkin itu bisa membantuku menemukan inspirasi yang hilang.
Jalanan sepi saat aku melangkah tanpa arah. Lampu-lampu jalan berpendar kekuningan dalam kabut tipis. Kabut? Aneh. Cuaca malam ini seharusnya cerah menurut ramalan pagi tadi.
Tanpa sadar aku berbelok ke gang kecil yang belum pernah kulewati sebelumnya. Bangunan-bangunan tua dengan arsitektur antik berbaris di kedua sisi. Kaki terus melangkah seolah dituntun sesuatu yang tidak dapat kujelaskan.
Di ujung gang, sebuah toko mungil menarik perhatianku. Papan nama usangnya bertuliskan "Penyelesaian untuk Segala Cerita" dengan huruf-huruf keemasan yang memudar. Lampu kekuningan di dalamnya masih menyala meskipun toko-toko lain sudah tutup.
Entah apa yang membuatku mendorong pintu kayunya yang berderit. Lonceng kecil berdenting, mengumumkan kedatanganku.
"Selamat datang." Suara serak menyapaku dari balik rak-rak tinggi. Seorang pria tua dengan kacamata bulat tebal muncul. Rambutnya putih berantakan dan pakaiannya tampak seperti dari era yang berbeda. "Mencari sesuatu untuk melengkapi ceritamu, anak muda?"
"Bagaimana Anda tahu saya seorang penulis?" tanyaku sambil mengerutkan dahi.
Pria itu tersenyum misterius. "Semua yang datang kemari adalah penulis. Penulis yang butuh... bantuan." Dia menunjuk ke sebuah lorong. "Silakan lihat-lihat. Ambil waktu sebanyak yang kamu butuhkan."
Aku melangkah ragu, menyusuri lorong dengan rak-rak penuh toples kaca berbagai ukuran. Masing-masing memiliki label yang ditulis tangan dengan tinta hitam pekat.
"Kebetulan yang Mengejutkan," bacaku pada sebuah toples berisi cairan berwarna biru berkilauan. Di sebelahnya, toples lebih kecil berlabel "Pertemuan Tak Terduga dengan Karakter Minor" berisi bubuk keperakan.
Mataku melebar saat melihat rak berikutnya. "Twist Menit Terakhir," "Penyelamatan di Detik Kritis," "Pengakuan Cinta yang Terlambat," "Kematian Karakter Pendukung yang Mengharukan."
"Ini... apa sebenarnya semua ini?" tanyaku ke udara kosong.
"Penyelesaian plot, tentu saja." Pria tua itu tiba-tiba sudah berdiri di belakangku. "Kamu menulis sebuah novel, bukan? Sesuatu yang terhenti di tengah jalan? Atau mungkin sudah hampir selesai tapi terasa hambar?"
Aku mengangguk tanpa sadar.
"Kami menyediakan apa yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan cerita mereka." Dia mengambil sebuah toples kecil berisi cairan merah jambu yang bergerak-gerak seperti hidup. "Yang ini sangat populer akhir-akhir ini. 'Pengorbanan Diri Protagonis.' Membuat pembaca menangis setiap kali."
"Saya tidak mengerti. Bagaimana cara kerjanya?" tanyaku, antara tertarik dan skeptis.
"Sederhana saja. Kamu beli, kamu tulis ceritamu menggunakan elemen yang kamu beli, dan... voila! Masalah plot selesai."
Tanganku meraih sebuah toples berlabel "Karakter Utama Menemukan Kekuatan Tersembunyi." Cairan di dalamnya berkilauan keemasan.
"Ah, pilihan klasik," komentar pria tua itu. "Tapi mungkin kamu lebih membutuhkan ini." Dia menyodorkan toples kecil berisi cairan hijau gelap. "Motivasi Antagonis yang Kompleks. Banyak penulis melupakan ini, padahal sangat penting untuk cerita yang mendalam."
YOU ARE READING
Once Upon A Time
Fantasy"Ada cerita-cerita yang tidak seharusnya ditemukan. Cerita yang, sekali Anda baca, akan mengubah cara Anda memandang dunia-selamanya." Di sebuah sudut tersembunyi perpustakaan kuno, tersimpan sebuah manuskrip bernama "Once Upon A Time." Mereka yang...
