Atau mungkin lebih tepatnya, apakah kehidupan yang kujalani sekarang ini adalah yang nyata?
Pada malam itu, aku bermimpi tentang orang asing dengan mata hangat itu. Dalam mimpiku, kami berjalan bersama di tepi pantai, tangan kami bertautan, sementara matahari terbenam di horizon. Mimpi itu terasa sangat nyata, begitu detail sehingga ketika aku terbangun, aku bisa merasakan sensasi pasir di antara jari-jari kakiku dan aroma laut yang masih mengambang di udara.
Esok paginya, aku kembali ke perpustakaan dengan tekad baru. Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ada seseorang yang mempermainkanku? Atau apakah ada sesuatu yang lebih besar, lebih aneh yang sedang terjadi?
Aku memutuskan untuk memeriksa catatan pengunjung perpustakaan lima tahun yang lalu. Memang benar, pada tanggal yang disebutkan dalam buku, hujan turun dengan lebat. Tapi catatan pengunjung pada hari itu kosong. Tidak ada seorang pun yang datang ke perpustakaan pada hari itu.
Atau mungkin ada seseorang yang datang, tapi tidak mencatat namanya?
Semakin aku mencoba mencari tahu, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Setiap petunjuk yang kutemukan selalu mengarah ke lebih banyak pertanyaan, bukan jawaban.
Pada suatu malam, ketika aku sedang mengunci perpustakaan dan bersiap untuk pulang, aku menemukan sesuatu yang aneh di kotak surat perpustakaan. Sebuah amplop coklat kecil tanpa nama pengirim. Di dalamnya, terdapat selembar foto hitam putih yang menampilkan dua orang—aku dan seorang pria yang tidak kukenal—berdiri di depan perpustakaan, tersenyum ke arah kamera.
Aku tidak pernah melihat foto ini sebelumnya. Aku yakin itu bukan aku. Tapi kemudian, saat memperhatikan lebih dekat, aku melihat bekas luka kecil di alis kiriku—bekas luka yang kudapat saat jatuh dari sepeda di masa kecil. Bagaimana mungkin seseorang memalsukan detail sekecil itu?
Pria di sampingku dalam foto itu memiliki rambut gelap dan mata yang tampak familier. Matanya... matanya hangat. Persis seperti yang dideskripsikan dalam buku.
Tanganku gemetaran saat aku membalik foto itu. Di bagian belakang, tertulis dengan tinta biru: "Musim Gugur lima tahun lalu. Ingatkah kau?"
Tidak, aku tidak ingat. Meskipun sebagian diriku ingin mengingatnya, aku tidak bisa mengingat pria ini atau hari ketika foto ini diambil.
Malamnya, aku tidak bisa tidur. Aku berbaring di tempat tidurku, menatap foto itu selama berjam-jam, mencoba memaksa diriku untuk mengingat. Tapi tidak ada apa-apa. Tidak ada kilasan memori, tidak ada perasaan deja vu, tidak ada apa-apa.
Keesokan harinya, aku kembali ke perpustakaan dengan langkah berat. Kantung mata gelap menghiasi wajahku yang lelah, tapi tekadku untuk mencari tahu kebenaran semakin kuat.
Aku kembali ke ruangan belakang dan mulai memeriksa buku-buku lain. Mungkin ada petunjuk di sana, mungkin ada buku lain yang berbicara tentang orang misterius ini atau tentang kehidupan alternatifku.
Setelah beberapa jam mencari, aku menemukan sebuah buku dengan sampul kulit hijau tua. Nama di halaman pertamanya membuat jantungku hampir berhenti berdetak. Itu adalah nama yang sama yang disebutkan dalam bukuku sebagai nama orang yang kucintai, ayah dari anakku yang tidak pernah ada.
Dengan tangan gemetaran, aku mulai membaca. Buku itu bercerita tentang kehidupannya, dari lahir hingga saat-saat terakhirnya. Dan di tengah-tengah bukunya, aku menemukan diriku sendiri. Menurut buku itu, kami bertemu di perpustakaan ini lima tahun lalu, pada hari hujan lebat itu. Kami jatuh cinta, menikah, dan memiliki seorang anak. Tapi kemudian, suatu hari, ia mengalami kecelakaan mobil yang parah. Ia tidak meninggal, tapi mengalami cedera otak yang serius yang membuatnya kehilangan semua ingatannya tentangku dan kehidupan kami bersama.
YOU ARE READING
Once Upon A Time
Fantasy"Ada cerita-cerita yang tidak seharusnya ditemukan. Cerita yang, sekali Anda baca, akan mengubah cara Anda memandang dunia-selamanya." Di sebuah sudut tersembunyi perpustakaan kuno, tersimpan sebuah manuskrip bernama "Once Upon A Time." Mereka yang...
Chapter 1 (Memory Library)
Start from the beginning
