Prolog

1K 204 75
                                        

"Teror itu kembali."

Laksa dan Einstein menatap Maggiera kaget. Bahkan Einstein tak jadi melemparkan bola volly di tangannya ketika mendengar apa yang Maggiera katakan.

"Kenapa bisa balik lagi? And, atas dasar apa lo ngomong gitu?" tanya Einstein. Cowok dengan tampang tengil itu kali ini menatap Maggiera serius, meminta penjelasan. Pasalnya, ini nyaris mustahil. Karena setelah tragedi dua tahun lalu, sekolah mereka benar-benar sudah aman dari teror-meneror.

Maggiera merebut bola di tangan Einstein. Berjalan menuju pinggir lapangan, lalu mengambil ancang-ancang untuk melakukan servis.

Bola melambung kencang saat pukulan santai dari telapak tangan itu dilayangkan oleh Maggiera. Yeah, gadis detektif dengan jiwa-jiwa vollynya.

Einstein dan Laksa hanya memperhatikan di pinggir lapangan. Laksa bersidekap dada, menyunggingkan senyum tipis melihat keterampilan gadis itu.

"Gue yang ngalamin langsung," kata Maggiera, melemaskan tubuh lalu berlari mengambil bola yang terlempar jauh. "Malem itu, gue didatengin sosok hitam make topeng tengkorak di kamar, tepat setelah gue dapet pesan misterius. Tapi sosok itu cuma muncul bentar dari balik jendela."

"Wait, pesan misterius?"

Maggiera mengangguk. "Bentar, ambilin handphone gue di tas," pintanya pada Einstein.

"Gue udah coba lacak nomornya, and hasilnya pasti bikin lo pada kaget." Maggiera mengotak-atik handphone, lalu menunjukkan room chat-nya dengan nomor asing yang sejak tadi dibahas.

Unknown: hosiw ssii tsino asi nalsicrimi

"Hah? Gimana gimana? Ini apa maksud dah?" tanya Einstein.

Laksa mengangguk paham. "Yang katanya udah lo lacak, jadi ini nomor siapa?" tanyanya.

Maggiera menatap keduanya serius. "Kelly."

"WHAT? Ini berkesinambungan sama sosok bertopeng tengkorak itu nggak sih? Kayak, pas setelah lo dapet pesan misterius ini, sosok itu muncul. Jadi, kesimpulannya..." Einstein menggantung kalimatnya, menatap Maggiera tak percaya. "Nggak nggak, nggak mungkin dia kan? Nggak mungkin juga pelaku teror yang dulu dan sekarang itu sama, kan?"

Laksa mengangkat bahu, menatap pesan di ponsel Maggiera. "Who know, Tein? Siapaun bisa jadi pelakunya."

"Wait, tapi ini mustahil cok!"

"Nggak ada yang mustahil Einstein, semua bisa terjadi. Lo nggak bisa percaya sama seseorang gitu aja," ujar Maggiera untuk meyakinkan Einstein.

Einstein tak menyahut, hanya menghembuskan napas kasar.

"Dari pada kita suudzon sama orang, gimana kalo sekarang, kita selidiki kasus teror in?" usul Laksa logis. "Gue kayaknya tau maksud pesan ini."

***

Hola, dear!
Jangan lupa mampir ke Instagram author, yup!
@yawnzzn.world

NOT CRIMINAL [Revision Process]Where stories live. Discover now