Selamat Membaca
Hal yang tidak bisa di pungkiri Langit saat ini adalah berada di dalam ruangan minim cahaya, dan berhasil menyinari indra pengelihatan nya, hatinya tak berhenti untuk menguatkan, tidak ingin menyalahkan diri sendiri maupun keadaan, Langit sadar seiring berjalan nya waktu semua pasti berujung seperti ini, kebohongan yang Langit simpan dalam-dalam kini terbuka selebar apa yang seharusnya ada di pikiran nya, melihat tangisan sang Ibunda yang tak henti dalam menyemangati dirinya agar tetap semangat membuat Langit terasa hidup.
Meskipun kekecewaan yang datang bertubi-tubi yang muncul di dalam penderitaan Langit masih ada Mamanya yang tetap stay menunggu dirinya untuk sembuh melawan stadium empat yang ia idap.
Langit menghembuskan nafasnya perlahan, "Maaf Ma, kalau Langit selama ini sudah menyusahkan Mama, sudah buat Mama kecewa atas segala perlakuan Langit, asal Mama tahu Langit ingin sembuh, Langit ingin menemani Mama sampai Mama dan Papa kembali lagi seperti apa yang Langit harapkan." Langit tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Kumohon Tuhan bantu Langit.."
Kini suntikan bius sudah berhasil tertancap pada selang infus.
Langit seakan-akan terkena racun pengantuk, indra pengelihatan nya tertutup perlahan dan memburamkan pandangannya.
Beberapa penangan hebat yang berseragam hijau dengan sarung tangan itu, mereka melakukan kegiatan yang seharusnya mereka lakukan, tepatnya sang dokter dan para rekannya mengeluarkan kain yang bersobek dan melakukan gerakan seperti menulis di tempat kulit licin tak berambut itu.
Kegiatan itu pun di lakukan secara hati-hati, pembukaan kulit.
Beberapa suster yang membantu melakukan penutupan terhadap pendarahan yang keluar muncrat dan bercucuran pada area dalam kepala, memberikan penarikan terhadap gumpalan kecil yang di anggap mengancam sistem otak pada manusia, hal itu di lakukan dengan perlahan.
Dan setelah selesai mereka melakukan pemberian obat yang ntah apa di lakukan sang dokter dan perawat, kemudian kegiatan menjahit di lakukan dan alhasil tertutup sempurna.
Tak hanya itu gulungan putih menampakkan bahwa itu perban kini berhasil di lingkarkan pada kepala Langit Albintara.
Back to Elena, tak habis-habisnya menangisi Langit, anaknya, didalam sana, seluruh tangisan yang bercucuran membanjirkan suasana rumah sakit yang sangat sepi, penuhnya suara tangisan yang tak bisa di bending.
"Hiks...Nak, kamu bisa Nak...Mama disini sayang hiks..." Tangan menyatu, menguatkan.
Yumna yang masih merasa gengsi terhadap apa perlakuan yang ia lakukan pada Langit, Yumna dan Erlangga berada di kejauhan menyaksikan tangisan Elena, Yumna ingin buru-buru menghampiri Ibunda Langit, namun tangan gadis itu di genggam kuat yang membuatnya tak bisa melanjutkan aksinya itu.
Erlangga tersenyum pada Yumna, Erlangga paham, "Beri Mama nya Langit waktu dulu ya sayang, Mamanya pasti ingin waktu sendiri, kita jangan ganggu dia, okey?" Ucap Erlangga yang di benarkan Yumna.
Benar kata Erlangga menjadi seorang Ibu bagi seorang pengidap stadium empat bukanlah hal yang mudah, pasti sangat berat dan perlu waktu banyak.
Beberapa menit kemudian pintu terbuka, sang dokter dan para perawat yang di belakang nya itu serentak berdiri tegak di depan Elena, Elena bahkan tak bisa berhenti memanglingkan pandangan serius dengan buliran cairan yang berlinang di matanya, menanyakan semuanya, "Hiks...Dok bagaimana anak saya?"
YOU ARE READING
CIRCLE NOT CLASS | END
Teen FictionKehidupan Catlyn, seorang gadis yang terhanyut kedalam kisah brengsek orang terdekat nya. •Untuk lebih jelas ke cerita aja teman-teman
