"Jadi, apa jawaban kamu?" Sahut si sulung, yang turut penasaran akan jawaban yang diberikan wanita ini.

Melihat serta mendengar pertanyaan menuntut yang ketiga pria ini berikan akan jawabannya, membuat Jaemin terdiam sejenak. Dirinya mulai berpikir keras akan sebuah jawaban. "Kuning!" Tebaknya, yang langsung mendapat teriakan kesenangan dari si bungsu.

"Yeay! Aku menang!" Seruan penuh antusias yang dilakukan si bungsu, karena pilihannya yang dipilih oleh wanitanya ini.

Dan itu membuat Jaemin semakin bingung karena teriakan si bungsu ini. "Menang?" Tanyanya, guna memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.

Dan lagi-lagi si bungsu mengangguk antusias. "Iya, aku menang. Tadi kita bertiga ini taruhan. Kita bertiga memutuskan untuk membeli perlengkapan dengan warna kuning. Terus kita bikin 3 option. Aku yang ngambil warna kuning, Jeno biru, dan abang Mark hijau. Dan warna yang di pilih kamu, dia bakalan berangkat bareng sama kamu besok." Jelasnya dengan senyuman penuh kemenangannya.

Jaemin sendiri kirain ada apa?! Ternyata taruhan seperti itu. "Aku belum sempat jawab iya, ya!" Peringatan yang langsung ia berikan akan paksaan ini.

Sementara si bungsu sendiri yang terkenal akan sifat keras kepalanya juga tidak perduli akan hal itu. "Aku tidak perduli! Pokoknya besok aku berangkat sekolah sama kamu. Kalau kamu gak mau? Aku bakalan minta izin sama Bunda Winwin dan Ayah Yuta." Ujarnya, yang bersih keras berangkat bersama dengan wanitanya ini.

"Terserah." Finalnya, yang lebih memilih pasrah. Percuma ia meladeni pria yang terkenal akan sifat keras kepalanya ini.
***

Pagi harinya, seperti ucapan yang dilakukan si bungsu semalam! Si bungsu sudah ada di rumahnya Jaemin pagi ini, untuk berangkat bersama dengan dia.

Sebelum berangkat, mereka semua sarapan bersama dulu sebelum melakukan aktivitas mereka masing-masimg. Ayah Yuta yang memimpin doa makan. Anak dan istrinya langsung membuka tangannya untuk berdoa. Sedangkan Haechan mengepal tangannya.

"Aamiin." Seruan yang diberikan oleh Yuta, yang di sahuti oleh anak dan juga istrinya setelah selesai membaca doa.

Sama halnya dengan Haechan yang berucap amin, namun beda pelafalan. "Amen." Ujarnya, dan mereka semua pun makan bersama.

Setelah makan bersama, mereka berdua pun pamit untuk berangkat sekolah. Bersamaan dengan sang ayah yang juga pamit untuk berangkat kerja. "Titip anak Om ya, Chan." Peringatan yang tidak pernah sang ayah lupakan kepada pria yang ingin membawa anaknya pergi.

"Tenang aja yah, anaknya ayah bakalan aman di tangan aku." Sahut si bungsu dengan sikap percaya dirinya.

"Ayah ayah! Om, Chan! Sejak kapan saya jadi ayah kamu?" Seruan yang langsung dikeluarkan sang ayah, meralat ucapan pemuda ini.

"Biar lebih akrab, yah. Sama lebih terbiasa aja sih. Nanti kan kalau aku nikahin anaknya ayah, aku udah terbiasa memanggil om Yuta dengan sebutan Ayah." Ujar sibungsu, yang langsung mendapatkan gelengan kepala oleh kedua orang tuanya Jaemin.

"Haechan lama ish!" Ocehan yang Jaemin berikam, yang langsung menarik si bungsu ke motornya dia.

"Ayah, bunda. Aku sama dia pamit dulu! Assalamu'alaikum." Pamitnya dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Wa'alaikum." Jawab mereka berdua secara bersamaan.

Dan sang ayah pun langsung masuk ke dalam mobilnya dan langsung mengendarakan mobilnya pergi, sementara sang ibu langsung masuk kembali ke dalam rumahnya.

Sedangkan mereka berdua masih berdebat di halaman rumahnya. "Cepetan ish, Haechan! Nyalain motornya" Protesan yang ia berikan karena si bungsu ini tak kunjung menyalakan motornya.

"Pegangan dulu yang bener! Aku bukan tukang ojek kamu, Jaemin. Kalau kamu jatuh gimana? Aku yang di marahin ayah nanti." Ujar si bungsu, yang tetap pada pendiriannya.

"Ini udah pegangan yang bener!" Ujar Jaemin, yang tidak mengerti sebenar apalagi.

Si bungsu yang sudah memakai helmet pun menggelengkan kepalanya pun langsung menoleh, menghadap wanita ini. "Bukan kayak gitu!" Serunya, yang langsung mengambil kedua tangannya dia, dan mengalungkannya di pingang miliknya.

"Kayak gini baru benar!" Ujarnya yang langsung menyalakan motornya.

"Yak! Itumah modusan--Haechan!" Protesannya langsung berubah menjadi sebuah teriakan, karena si bungsu yang langsung menjalankan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Di sepanjang jalanan, si bungsu ini terus mencari masalah dengannya, agar ia terus berbicara di sepanjang jalan menuju sekolah. Sampai akhirnya mereka tiba di parkiran sekolah. Di mana sudah ada kedua saudaranya sudah menunggu.

"Bawa dia kemana aja lo? Lama banget!" Protesan yang diberikan oleh si tengah, yang langsung membantu wanitanya yang tengah melepaskan helmetnya.

"Ngapain dia lo? Kenapa wajahnya ketekuk gitu?" Sambungnya lagi, ketika melihat raut wajah wanitanya yang terlihat tidak bersahabat.

"Kamu kenapa, Na?" Dan sekarang gantian si sulung yang bertanya dengan lembut kepada wanitanya.

"Tanya tuh adiknya abang! Pagi-pagi udah buat mood aku turun!" Jawaban ketus yang Jaemin berikan, yang langsung pergi dari parkiran menuju kelasnya, meninggalkan ketiga priaini yang masih ada di parkiran.

"Gara-gara lo nih!" Ujar si tengah yang langsung menyusul wanitanya yang sudah pergi lebih dulu, di ikuti si sulung di belakangnya.

"Yak! Tunggu gue!"

ME AND THEM - JAEMIN + ALLDonde viven las historias. Descúbrelo ahora