1. Delivery Boy

Mulai dari awal
                                        

"Tunggu!" Ujar sang ibu, memperingati anaknya yang ingin mengambil kantong belanjaan yang ada di tangannya.

"Apalagi sih, bu?" Seruan kesal disertai dengan tatapan jengah yang dilakukan oleh sibungsu kepada ucapan sang ibu.

"Kalo kalian mau anterin ini? Jangan berebut! Nanti cookiesnya rusak, si Jaemin jadi gak bisa makan." Peringat sang ibu, yang langsung menjauhkan tangannya dari ketiga anaknya.

"Kita gak akan berebut, bu." Ujar si sulung, menenangi kecemasan ibunya.

Sang ibu akan percaya dengan ucapan ketiga anaknya? Jangan harap! Terakhir kali mereka bertiga bilang seperti itu, kue buatannya yang sudah ia rancang dengan secantik mungkin pun hancur tidak berbentuk, karena ulah ketiga anaknya. Jadi, ia tidak akan percaya lagi kalimat penenang itu.

"Ibu akan kasih tebak-tebakam buat kalian bertiga. Kalau salah satu diantara kalian bertiga ini bisa menjawab tebak-tebakan ini? Dia akan mengantarkan cookies ini ke rumah bunda Winwin." Ujarnya, memberikan solusi untuk ketiga anaknya.

"Harus adil dan jangan curang!" Peringatan yang ia berikan lagi, yang saat ini sudah menatap anak bungsunya dengan tatapan penuh peringatan.

Anaknya yang satu ini sangat suka sekali mengambil jalan pintas alias berbuat curang. Ada saja kelicikan yang dia lakukan, yang membuat dirinya menggelengkan kepalanya dan tentunya mendapatkan protes dari kedua saudaranya.

"Iya." Kalimat pasrah yang langsung sibungsu berikan, yang langsung merubah mimik wajahnya.

"Jadi, apa bu?" Tanya si tengah, yang langsung membalikan topik pembicaraan mereka.

"Dengarkan baik-baik. Sang pemenang yang akan mendapatkan kesempatan ini. Ibu tidak akan mengulang pertanyaan yang sama." Peringatnya, yang langsung di balas anggukkan malas oleh ketiga anaknya.

"Kapan ibu ulang tahun?" Tanyanya.

"1 Juli 1995." Jawab si tengah dengan sangat cepat dan langsung ingin mengambil cookies yang ada ditangan ibunya. Namun dirinya kalah cepat oleh ibunya, yang lebih dulu menepis tangannya.

"Apalagi sih, bu? Itu kan udah benar!" Rengekan kesal yang diberikan sibungsu, tidak terima akan tindakan ibunya, yang menurutnya sangat mengulur waktunya.

"Sebutkan harinya juga dong!" Sunggut sang ibu yang tak terima karena anak tengahnya ini tidak menyebutkan hari dia lahir.

Si sulung yang tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini pun langsung menjawab. "Senin, 1 Juli 1995." Jawabmya, yang langsung di balas gelengan kepala oleh sang ibu.

Decakan kesal yang keluar dari mulut si sulung, akan tindakan ibunya ini."Apa yang salah?" Pertanyaan frustasi nan jengkel yang ia berikan.

"Kamu tidak menyebutkan ibu lahirnya kapan. Pagi atau malam." Ujar sang ibu lagi, yang langsung di balas decakan oleh si sulung.

"Haechan tidak ada keinginan untuk menjawab? Sudah menyerah?" Pertanyaan penuh keheranan yang ia berikan kepada si bungsu. Bahkan saat ini tatapannya langsung terpusat menatap anak bungsunya.

"Kalian sudah pada nyerah?" Pertanyaan yang akhirnya dikeluarkan si bungsu, yang saat ini tengah menatap kedua saudaranya secara bergantian, yang tidak di balas oleh kedua saudaranya karena sedang sibuk berfikir.

"Bahkan aku bisa menyebutkan jamnya." Ujar sibungsu dengan nada dan sikap pongahnya, yang membuat kedua saudaranya menatap dirinya dengan tatapan tidak percaya.

"Sungguh?" Bahkan ibunya pun sama halnya dengan dua anaknya, yang tidak percaya dengan ucapan sibungsu.

Dan si bungsu yang mendengarnya malah menyeringai, karena ibunya tidak mempercayainya. "Senin, 1 Juli 1995. Pada jam3 pagi, di mana semua orang tengah sahur." Ujarnya, yang langsung mengambil plastik di tangan ibunya yang sedang mematung.

Sang ibu sendiri pun berfikir akan ucapan anak bungsunya. "Haechan! Ibu lahir tidak pas puasa ya!" Teriakan yang langsung ia berikan, setelah tersadar kalau dirinya di kibuli oleh anak bungsunya.

Sementara kedua anaknya langsung berpamitan kepada sang ibu, untuk menyusuli adik bungsunya. Mereka berdua tidak mungkin membiarkan adik bungsunya sendirian pergi ke rumah Bunda Winwin.

Baru saja ia ingin memprotes, suara deringan telepon sukses mengurungkan niatnya. "Winwin?" Gumamnya, yang langsung mengangkat telepon dari temannya.

"Hallo Win, ada apa?" Tanyanya secara to the point.

"Jadi, siapa yang akan mengantar? Kalau anak-anakmu tidak mau, biarkan aku yang ke sana. Aku akan menyuruh anakku untuk datang ke rumah-mu." Ujar Winwin yang tidak enak hati. Soalnya temannya ini sudah membuatkan makanan keinginan anaknya, masa iya dia juga yang harus mengantarkannya.

"Tidak usah, Win. Anakku sudah berangkat ke rumahmu." Ujarnya.

"Siapa?" Tanya Winwin penasaran. Pasalnya anaknya dia itu ada 6. 3 yang tengah berada di rumahnya. Sementara 3-nya lagi ada di asrama.

"Mark, Jeno dan Haechan." Serunya di iringi kekehan. Juga mendapatkan kekehan dari temannya yang tengah berada di sebrang sana.

"Mereka bertiga tidak menyerah?" Tanya Winwin, akan ketiga anak temannya ini.

"Siapa yang akan menyerah dalam mengejar anakmu? Coba tanyakan kepada para pengejar kamu dulu. Apakah mereka tidak lelah dalam mengejar dirimu? Kau dan dia itu sama, Win. Sama-sama primadona yang sering di kejar banyak pria." Ujarnya, mengingat bagaimana temannya dulu.

"Sebenarnya pelet apa yang kau pakai? Sampai-sampai keturunan kamu juga di kejar banyak pria?" Tanyanya, yang selalu penasaran akan hal ini.

"Tidak semua anakku ya! Buktinya Haruto tidak." Peringat Winwin.

"Karena dia laki-laki. Dia sama kayak suamimu, spesialis mengejar wanita primadona." Ujarnya.

"Taeyong, sepertinya anakmu sudah sampai. Aku akhiri panggilannya ya." Ujar Winwin, begitu mendengar suara teriakan yang sangat ricuh di luar rumahnya.

"Yang sabar dalam menghadapi keanehan ketiga anakku ya." Ujarnya memperingati temannya ini, sebelum dia menutup teleponnya.

Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berdoa semoga temannya ini kuat dalam menghadapi ketiga anaknya.

Di lain sisi asa Winwin tengah bersiap menghadapi ketiga anak dari temannya.
Di bukakan-lah pintu rumahnya, dan langsung di sambut ciuman tangan oleh ketiga anak temannya ini.

"Bunda, anaknya bunda ada? Ibu menitipkan ini untuk anak perempuannya bunda." Ujar si bungsu, seraya menunjukkan kantong belanja yang ia bawa dan ia pegang sangat erat, karena takut di ambil secara tiba-tiba oleh saudaranya.

"Dia ada di kamarnya, dia--"

"Lee Jeno anjing! Cookies gue!" Teriakan yang diberikan oleh si bungsu, dan langsung mengejar abang keduanya yang tiba-tiba mengambil cookie yang sedang ia pegang.

Iya! Si tengah ini menarik secara tiba-tiba dengan menggunakan kekuatan ototnya.

Sementara si sulung hanya bisa meringis, melihat tingkah kedua adiknya di hadapan mertuanya. "Maafkan adiknya aku ya, Bunda." Ujarnya, lalu ikut masuk ke dalam rumah Winwin. Menyusuli kedua adiknya yang sudah masuk lebih dulu.

Dan Winwin hanya bisa menganggukkan kepalanya kikuk, dan masuk ke dalam rumahnya dengan helaan nafas kasar.

ME AND THEM - JAEMIN + ALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang