16 - Consequence

17.9K 2.2K 133
                                    

haloww haloww,

kan udah dibilang aku ngilangnya cuma bentar /ᐠ - ˕ -マ

Happy Reading!
—✦◌✦—
🐻🤎

Atlasio Herlas, adalah anak pertama dari kakak laki-laki kedua Lovisa. Atlas, dan keluarganya memilih tinggal di luar negeri karena sang Ayah harus mengurus cabang baru perusahaan yang berada disana. Dan setelah 5 tahun berlalu, akhirnya kemarin mereka sekeluarga kembali ke China untuk menetap lagi.

Sejak dulu, Lean dan Atlas memang sangat akrab hingga selalu terbuka satu sama lain. Karena itu, saat Atlas kembali datang ke perusahaan untuk menemui Lean setelah sekian lama, Lean dengan bangga menceritakan jika Lou sang adik bungsu membuatkannya cupcake.

"Hiks! Papa! Lou mau Papa!" Lou terisak kuat, tak peduli meski Atlas mulai kewalahan karena terus menggendongnya kesana kemari. Bahkan saat Chris menyodorkan botol susu dan permen jelly kesukaannya, tangis Lou justru semakin menjadi.

"Loulou, nanti tenggorokannya bisa sakit jika terus menangis. Sudah, ya?" Atlas mengusap punggung mungil Lou. Membawa si bayi beruang berjalan mendekat kearah jendela besar, yang menampilkan suasana kota dengan bentangan luasnya langit biru.

Lou mengalihkan pandangan, netra emasnya mengintip ramainya jalanan dan orang-orang yang sedang sibuk beraktifitas dibawah sana. Namun sedetik kemudian, isakannya kembali terdengar saat mengingat kini dirinya tengah berada dalam gendongan orang asing.

"Sudah, sudah. Loulou, sudah ya?" Atlas menghela nafas, Lou seperti tak mengenalinya. Meski wajar karena pertemuan terakhir mereka adalah beberapa tahun yang lalu, dan dirinya juga telah banyak mengalami perubahan, tapi Atlas tetap saja tak terima.

Dulu, Atlas memang memiliki tubuh yang kurus dan selalu berpenampilan– sedikit, hanya sedikit, norak. Tak seperti sekarang, wajah menawan dengan tubuh kekar, potongan rambut serta penampilan yang menyilaukan mata bak seorang aktor muda terkenal. Wajar sekali jika Lou sampai tak mengenalinya.

"Kenapa dahimu panas sekali?" gumam Atlas, begitu mengusap poni depan Lou yang basah karena keringat. Merasa aneh, ia kembali meraba dahi Lou yang ternyata memang terasa sangat panas.

Punggung tangan Atlas langsung beralih menyentuh pipi chubby Lou yang tampak memerah, dan seperti dugaan rasa panas seketika menyengat kulit tangannya.

"Loulou demam?!" seru Atlas tiba-tiba, membuat Chris yang memperhatikan dan masih memegang botol susu ikutan panik.

"Siapa yang demam?"

Suara Lean yang baru membuka pintu ruangan langsung mengintrupsi keduanya. Melihat Lou menangis hingga sesenggukan di dalam gendongan Atlas, Lean langsung mengambil langkah lebar menghampiri.

"Kakak- hiks! Kakak!" Lou memberontak dari gendongan Atlas, merentangkan kedua tangan kecilnya pada sang kakak.

"Wait, baby!" Atlas kesulitan menahan tubuh mungil Lou, membuat Lean dengan cepat menerima rentangan tangan si bayi dan membawanya kedalam gendongan koala.

"Baby, huh?" ulang Lean mendelik tajam.

"Loulou kan adikku juga!" dengus Atlas, seraya menyugar rambutnya kebelakang dengan sombong.

Lou memeluk erat leher jenjang Lean, membenamkan wajah sembabnya disana. Lean yang ingin maju untuk menendang kaki jenjang Atlas, langsung terhenti karena kaki kecil si bayi ikut memeluk erat pinggang rampingnya seakan takut ditinggal.

"Berhenti menangis, kenapa mengamuk?" Lean mengusap teratur punggung mungil Lou yang mulai tenang, bisa ia rasakan jika lehernya mulai terasa panas karena suhu tubuh si bayi yang sedang demam.

LOUISE Where stories live. Discover now