29. Ganara (Lion Drag)

4 0 0
                                    

⋋⁠✿⁠ ⁠⁰⁠ Happy Reading ⁠⁰⁠ ⁠✿⁠⋌

29. Gaya helikopter.

Satu minggu berlalu, hari ini tepat di mana Ayena keluar dari rumah sakit. Kepulangan gadis kecil itu membuat parkiran rumah sakit seakan sesak sampai di luar pagar.

Sekumpulan geng motor membuat sebagian orang menggeleng karena kagum, ada juga yang berdecak kesal karena geng motor itu menghalangi jalan mereka.

Ayena tertawa kecil menatap hamparan lautan manusia, ia senang melihat teman-teman   Daddy nya menjemputnya.

Farhan dan Rean yang paling heboh. Karena mereka membawa terompet.

Gara hanya bisa menggeleng pelan menatap teman-temannya, sambil menenteng tas besar, milik Ayena dan Yura. Padahal dia sudah mengingatkan teman-temannya agar tidak ke rumah sakit, takut mengganggu pasien lain.

Tapi mereka malah ngotot ke sini.

Ayena dan Yura naik ke mobil taxi di susul dengan Nely.

Satu mobil taxi di kawal oleh ratusan motor. Hingga hampir memenuhi jalanan kota. Gara dan anggota inti laki-laki lainnya berada di garda terdepan.

Ayena yang berada di pangkuan Yura menatap penuh binar gerombolan motor, di sisi kiri, Kana, dan depan mobil. Ia menatap sang Mama yang tersenyum ke arahnya. "Nanti Yena mau kayak meleka boleh tah, mama?" tanya gadis kecil itu membuat Yura dan Nely saling pandang lalu tertawa kecil.

"No!" ucap Nely menggoyangkan telunjuknya di depan wajah gadis kecil itu. "Kan Yena mau jadi seorang putri, nah mereka semua ini, adalah bodyguard atau penjaga Yena. Nah Deddy Yena jadi pemimpin, makanya dia ada paling depan sama uncle Lele, sama uncle Farhan, sama uncle Rean, uncle Dirga, sama cintanya Yena, bubu Andre." Ucap Nely membuat Ayena menatap gadis itu dengan kedipan lambat.

"Tapi aunty, Yena mau kayak Deddy, bial bisa lindungin Mama, dali olang dahat. Yena mau dadi penyihil baik, bisa tida yah?" tanya Ayena dengan wajah polos gadis kecil itu.

Nely menggigit bibirnya, greget. Karena gadis kecil itu kenapa sangat menggemaskan di matanya.

"Kak, bisa enggak sih aku cubit Yena sedikit?" tanya Nely, membuat Yura tertawa kecil.

"Asal jangan terlalu keras ya." Jawab Yura membuat Nely langsung mentoel toel pipi Ayena. Membuat mata belo milik Ayena berkedip lambat menatap Nely yang menahan gregetan.

"Aunty Neyi akit?" tanya Ayena membuat Yura dan Pak Supir reflek tertawa kecil.

****

Anara dan Meysa sedang bersih-bersih rumah, karena ini hari libur. Jadi mereka mengisi waktu yang kosong dengan bersih-bersih.

Namun sepanjang mereka bersih-bersih ada saja kelakuan dua anak manusia itu. Di mulai dari Anara yang menjadikan daster Meysa sebagai pel jendela.

Salah Meysa juga karena menyuruh gadis itu mengambil di lemari. Padahal lemari di kamar Meysa ada tiga.

"Sumpah ya, Nar, gue darah tinggi lama-lama kalo kayak gini! Baju cantik gue lu jadiin pel lan? Benar-benar otak udang nih bocah! Sini enggak lo!" omel Meysa sambil menunjuk Anara dengan sapu.

"Kok malah nyalahin gue? Kan lo bilang ambil aja di lemari. Ya udah gue tarik ini," ucap Anara menjadikan sofa sebagai tameng, dari amukan Meysa.

"Ah tau ah! Capek gue sama lo, lama-lama gue gulung juga nih bumi, gara-gara gila." Celetuk Meysa lanjut menyapu, mengabaikan Anara yang berjinjit-jinjit ke arah jendela.

"Asalkan bukan kolestrol lo yang naik Mey, masih aman mah kalo lo jadi gila." Ucap Anara lanjut menggosok baju Meysa di jendela kaca.

Mereka lanjut membersihkan rumah, karena Ibu dan Bapak sudah pergi dari pagi-pagi sekali ke warung dan di pasar. Maka dari itu, rumah sudah seperti di huni oleh ribuan orang, padahal hanya dua manusia yang setiap detik, menit, selalu cekcok dan perang.

Meysa mengepel lantai, Anara yang memanjat dan mengepel dinding yang kotor, sambil mengepel rak-rak dan lemari yang ada di ruang tamu.

"Mey, tarik Mey. Kayak si dua botak itu loh." Ucap Anara yang duduk di atas kain yang gadis itu lebarkan.

Meysa menarik nafas panjang, sambil meregangkan otot-ototnya karena pegal mengepel. Lalu ia menatap Anara yang seperti bocah duduk di atas kain.

Meysa menggeleng pelan lalu mendongak menatap langit-langit jengah. "Ya Tuhan ... Mimpi apa saya semalam, bisa-bisanya engkau mengirimkan bocil tua seperti dia, Tuhan ..." Keluh Meysa, lalu menatap lelah Anara.

Anara baru ingin protes namun, suara dari luar yang memanggil nama Meysa , membuat gadis itu menelan ucapannya.

Meysa keluar lebih dulu melihat siapa yang datang. Anara mengekor di belakang Meysa beberapa detik kemudian.

"Eh? Bang Erik?" sapa Meysa. Membuat pria yang bernama Erik itu melempar senyuman ke arahnya.

"Ini Mey, Bu Dia tadi nitip ini ke Abang, suruh kasih ke kamu." Ucap Erik sambil memberikan kresek yang berisikan dua bungkus nasi.

"Aduh, terimakasih Bang, jadi ngerepotin Abang." Ucap Meysa, membuat Anara menatap gadis itu dengan kedua alis yang naik.

"Enggak apa-apa kok, sekalian kan mau pulang juga dari sana." Ucap Erik.

Anara berdehem ketika menatap Erik, gila ... Kenapa tampan sekali mahkluk yang ada di hadapannya ini? Jiwa centil Anara refleks terasa ingin tantrum di dalam sana.

"Bang, gue bisa gaya helikopter, asli deh." Ucap Anara membuat Meysa melotot ke arah gadis itu.

"Nar!" tegur Meysa, membuat Anara menatapnya.

"Napa sih? Sayang tau kalo dianggurin, kalo kayak gini mah, asal tampan dan mapan gue embat semua Mey," ucap Anara tanpa beban membuat Meysa menoyor kepala gadis itu. "Gilanya bis di cancel dulu enggak Marpuah?!" tanya Meysa, lalu mendorong gadis itu agar masuk ke dalam.

Meysa beralih menatap Erik yang hanya tersenyum mendengar perkataan Anara. "Bang, bukannya Meysa ngusir abang. Tapi kalo abang lama-lama di sini, Meysa takut, abang di terkam sama ni tengge-tengge modelan bening, satu ini nih." Meysa mendorong Anara, yang ingin keluar, membuat Anara mengomel di dalam sana. "Jadi mendingan abang pulang, yah?"

Erik mengangguk di sela-sela tawanya. "Ya udah, Mey, saya pulang ya. Assalamualaikum." Pamit Erik.

"Waalaikumsalam." Jawab Meysa, lalu Erik melangkah keluar dari gerbang.

"BANG GUE BISA 'ARA-ARA' BANG! NYESEL LO NINGGALIN ONICHANG KAYAK GUE!" teriak Anara dari dalam rumah.

Meysa mengambil dua bungkus nasi di dalam kresek, lalu dengan sigap menyumpal mulut Anara dengan kresek, itu membuat Anara mengumpat sambil tertawa. "Machan garong yang ada!"

"Dia udah punya istri ege!" ucap Meysa berjalan ke arah dapur mengambil dua piring. Setelah meletakkan dua bungkus nasi di atas meja.

"Di orang kaya enggak sih, Mey?" tanya Anara, duduk selonjoran di lantai yang basah.

"Lumayan!" teriak Meysa dari arah dapur.

"Katanya orang kaya, istrinya kebanyakan ada dua Mey, bisa kali gue_"

"Ngomong lagi, gue jadiin tusuk sate lo Nar." Potong Meysa berancang-ancang ingin melempar piring ke Anara.

Anara tertawa sambil mengangkat tangannya, menandakan dia sudah menyerah. "Gabut gue, Mey. Mana kejadian dua minggu lalu enggak bis gue lupain lagi."

Meysa menggeleng pelan. "Gue juga enggak bisa lupain, di boncengin sama malaikat maut berkedok Rossie." Ucap Meysa. Lalu gadis itu mantap Anara yang berdiri dari tempatnya. "Tapi sampai sekarang lo belum jelasin ke gue, lo mantan anak motor Nar?"

"Otak lu! Bukan, tapi abang gue yang anak .... " Anara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia hampir keceplosan tentang Rio.

"Bang Rio, anak motor?" tanya Meysa.

Bersambung.

GanaRa (Lion Drag)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon