My Happines (1)

644 36 0
                                    

Terselip kilau cakrawala menyinari bumi. sinarnya bagaikan lentera dalam kehidupan, mengerjar makna hidup di setiap sinarnya. Alvin merasakan debaran jantung menggila, ia mematung seketika sulit rasanya bernafas sejenak. senyum manisnya tak akan pernah terlupakan melekung di antara lesung pipi membuatnya begitu imut.

Gadis yang menatapnya penuh binar tanpa rasa bersalah telah mengambil ciuman pertamanya. "Kak Elvan aku suka kamu" ungkapnya sumbringah.

Sekejap mata dunia Alvin runtuh tak bersisa mengetahui gadis yang ia sukai menyukai saudara kembarnya, mungkinkah ini suratan takdirnya harus terjebak dalam cinta segitiga. Alvin tidak memberikan reaksi lebih atau bahkan memilih meninggalkan sang gadis tanpa mengeluarkan sepenggal kata apapun, lihat sang gadis tentu saja mengernyitkan dahi reaksi dari lawan bicaranya.

Alvin menatap pantulan diri dari cermin dengan suasana hati keruh, kenapa ia ikut andil dalam kisah ini pasti ada yang tersakiti dan menyakiti. Alvin tidak boleh membiarkannya, mengalah demi kebaikan bersama adalah keputusan terbaik. Alvin akui sejak pandangan pertama ia telah jatuh hati pada Genia, tetapi hati tak bisa dipaksakan Gania mengaku menaruh hati kepada Elvan.

Alvin berusaha membuat bentangan jarak menjaga hatinya agar tidak luka, setiap kali ada acara keluarga ia berusaha tidak melakukan interaksi begitu dekat dengan Gania. Alvin sengaja menciptakan rasa benci hingga mendarah daging. Ia selalu membuat Gania kesal luar hingga perempuan itu memberengut kesal..

"Kak Alvin, sini dong jangan suka pojokan. Teman aku yang indigo bilang di sana ada penghuninya" ucap Genia dengan binar serius.

"kamu jangan percaya hal begituan. Sana pergi jangan ikut campur urusanku" ucap lvin pendek.

"dasar keras kepala" dengus kesal Genia.

"sayang sini deh, Mama aku mau ketemu kamu" sapa Genia pada laki-laki berperawakan tinggi dari kejauhan.

Alvin memalingkan wajah agar tidak melihat interaksi Genia dan Elvan saudara kembarnya, memang sekilas mata kedua saudara kembar itu bagai pinang di belah dua begitu identik namun orang-orang terdekat mereka sudah mengetahui perbedaan satu sama lain. misalnya, struktur wajah Alvin lebih dominan Lingga ayah mereka sedangkan Elvan lebih menjurus Areta ibu keduanya. Begitu pun tatapannya, Alvin memiliki tatapan tajam berbeda dengan Elvan memiliki tatapan lembut mewarisi sang ibu.

"sayang kenapa sih kak Alvin sepertinya nggak suka sama aku?" tanya Genia sedikit kesal.

"biarin aja, dia bawaan hidupnya serius, kena sedikit langsung bacot" kelakar Elvan berusaha mengembalikan mood bagus Genia.

"eh, ada calon menantu Ima. Tambah ganteng aja kamu sekarang" sambut ibu dari Genia dengan suka cita.

"gantengan aku atau Aba Genia, Ima?" goda Elvan sambil menaik turunkan alisnya menggoda ibu dari Genia.

"jelas Abanya Genia, kamu nggak ada apa-apanya" ucap sombong disambut gelak tawa Elvan.

"Ima nggak kosisten, gimana sih suka plin-plan" gerutu Genia.

"Ima mau tanya, kalian sampai kapan mau menjalani pacaran? Nggak ada niatan mau serius?" deretan pertanyaan dari mulut Lea bernada serius tidak ada lagi raut becanda dari wajah perempuan paruh baya itu.

"rencananya ulang tahun pernikahan Mami Papi mau barengan tunangan kita" Elvan pun berucap mantap.

"benaran, Ima kepikiran kalian berdua akan menjalani hubungan jarak jauh. setidak kamu menunjukan keseriusan dengan mengikat hubungan kalian kearah lebih pasti"

"tentu Ima"

"Ima tunggu" Lea meninggalkan Elvan tersenyum penuh arti.

Genia menyimak pembicaraan ibunya dengan Elvan, sejauh ini Elvan belum membicarakan hubungan mereka sampai tahap lebih serius. "Kak, kok aku nggak tahu rencana kamu?"

SHORT STORYWhere stories live. Discover now