My Happiness (2)

399 34 0
                                    

Benci dan Cinta setipis hari senin dan selasa, begitu ungkapan para pencari cuan berkata. Keraguan dan ketakutan Genia bila berhadapan langsung dengan Alvin hilang sinar, kemana pikiran-pikiran buruk merajai otaknya. Dan kemana sifat menyebalkan Alvin hilangnya. Genia merasakan sendiri berinteraksi dan bekerja dengan Alvin tak seburuk yang di pikirkan.

Di hadapannya duduk seorang Alvin yang sungguh berbeda di mata Genia, wajah serius kadang kala kerutan dahi muncul menandakan dia sedang berpikir keras atau mendengar decakan kesal dari bibir tebal Alvin.

"apa jadwal saya setelah ini?" tanya Alvin masih menikuri dokemen di tangan.

Genia yang kurang fokus menangkap pertanyaan Alvin karena tenggelam memperhatikan Alvin dalam lamunan. "Genia?" ulang Alvin mengangkat wajahnya dari dokumen menatap Genia kelabakan melarikan pandangan.

"oh itu, pertemuan dengan ivestor dari Korea Pak" jawab cepat Genia semoga saja Alvin tidak berpikir yang tidak-tidak.

"kamu tunggu di lobby sepeluh menit lagi kita ketemu di sana"

"baik Pak"

Genia menarik diri meninggalkan ruang kerja bosnya, ia menarik nafas lega. untung saja ia bisa mengendalikan diri secepatnya dan menangkap pertanyaan Alvin. Menurut Genia selama menjadi sekretaris Alvin tidak begitu berat dan menuntut ia hanya di minta kosisten mendampingi Alvin dalam acara-acara resmi contohnya sekarang menemani Alvin bertemu ivestor Korea.

Genia melirik jam di tangan sudah lewat waktu yang di janjikan Alvin tetapi batang hidung bosnya itu belum juga tampak, resah dan gelisah mulai menguasai hati. Genia medial nomor Alvin belum juga tersambung Alvin sudah keluar dari pintu lift.

"ayo, kita sudah terlambat" Alvin berjalan cepat menuju mobil sudah terpakir di depan lobby.

"kok nggak pakai sopir Pak?" Genia tidak melihat keberadaan sopir yang bisa mengantarkan mereka pergi.

"Pak Dadang izin nggak masuk" jawab pendek Alvin.

Genia menarik kembali hayalannya di ruang kerja Alvin. Perlu di catat jika berada di luar kantor Alvin kembali pada mode menyebalkan berbicara seperlunya saja.

"ngapain bengong seperti patung? Mau saya tinggal?"

"nggak atuh pak, bisa-bisa gaji saya di potong rugi dong" Genia segera memasuki mobil, ia duduk sebelah Alvin.

Selama perjalan mereka mendiskusikan tentang rencana marger anak perusahaan dengan perusahaan Korea, Genia juga mencatat poin-poin penting sedikit saja terlewatkan bisa rugi besar.

"Ayo, kita sudah di tunggu" seru Alvin berjalan cepat di depan Genia. jangan harap Alvin akan membantunya membawakan berkas-berkas di tangan Genia, dia lebih dulu masuk ke dalam VVIP Room restoran bintang lima.

Genia mengikuti langkah besar Alvin meski sedikit kesusahan, namun ia bisa berdiri di samping Alvin. Genia mengikuti gerakan Alvin membungkukan badan berulang kali sebagai ucapan permintaan maaf telah membuat tamu Korea telah menunggu mereka.

Sedikit basa-basi tamu Korea sepertinya memaklumi keterlambatan Alvin. Dengan suasana santai mereka membahas proyek yang menjadi andalan, dengan lobi-lobi meyakinkan Alvin berusaha mempengaruhi investor Korea menanamkan modalnya di perusahaan.

Genia seperti berada dimensi dan waktu berbeda. memandangi lekat Alvin terlihat begitu luwes dan humble berinteraksi dengan orang-orang bermata sipit itu. tak jarang Alvin tersenyum kecil menanggapi obrolan mereka. sedangkan dengan Genia, boro-boro untuk berbicara lembut senyum saja seperti air di padang tandus sulit ditemukan.

Alvin menyadari tatapan Genia sedari awal tak mau lepas darinya, bola mata jernih itu mencuri-curi pandang setiap kali Alvin tersenyum kecil. ia tak mau berbesar hati dulu. baginya sekarang Genia adalah rekan kerja sekaligus tunangan saudara kembarnya terlarang untuk Alvin memiliki rasa untuk Genia.

SHORT STORYNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ