12 - Maroon

93 44 21
                                    

Switzerland menjadi tujuan Danuar untuk berbulan madu. Pria itu benar-benar tengah melupakan tujuannya. Pria itu tengah gila-gilanya merasa cinta, debaran memabukkan yang senantiasa meluluhlantakkan jati dirinya.

Kabar keberangkatan bulan madu antar sepasang pengantin baru itu tentu saja menjadi sebuah berita baik bagi keluarga Abimana. Sandra mau pun Damar selaku orang tua Danuar tentu saja ingin mempersiapkan keberangkatan mereka dengan sangat hati-hati.

Damar langsung mengurus semua keperluan-keperluan yang akan di butuhkan oleh anak menantunya itu. Sedangkan Raya, tengah mengulas senyum tipis begitu telapak tangannya masih di genggam oleh Danuar.

Aku sepertinya memang wanita yang sangat beruntung. Memiliki suami yang sangat mencintaiku, mendapatkan keluarga yang tak membeda-bedakan antara aku dan anak kandungnya.

Meskipun aku di tinggalkan oleh ibu, namun ibu mertuaku begitu menyayangiku. Aku bahkan tidak tahu akan kebaikan ibu kandungku selain melahirkan aku.

Hatinya tiba-tiba merasa sendu. Raya sudah berlapang hati untuk tak mengingat sosok ibu yang telah lama pergi dari hidupnya. Meninggalkan ayah dan dirinya yang kala itu masih menjadi bayi merah.

Kata ayah, ibu pergi karena tak ingin hidup sudah. Atas permintaan ayah pun, Raya tak pernah mencari atau bahkan mengungkit ibu kandungnya meski ia ingin.

"Hati-hati!" seruan Danuar membuat lamunannya buyar seketika. Raya sudah merasakan pinggangnya di tahan oleh sang suami.

"Perhatikan jalanmu, kamu bisa terluka!" Raya tahu Danuar tidaklah marah. Itu adalah sebuah bentuk kekhawatirannya karena kecerobohannya, Raya hampir saja terkilir pada anakan tangga di depan rumah.

"Terima kasih." karena sudah menolongku, menjagaku agar tidak terluka.

"Maaf, aku hanya tidak ingin kamu terluka." Danuar berkata demikian karena merasa bahwa beberapa detik lalu nada suaranya sedikit meninggi. Ia takut menyinggung perasaan istrinya.

"Aku mengerti," kata Raya sembari mengecup punggung tangan suaminya, hal itu membuat Danuar tersenyum lantas mengecup pipi istrinya dengan sangat sayang.

"Mama mengerti kalian pengantin baru, tapi bisakah lakukannya tidak di depan mata adikmu?" suara mama membuat Danuar merasa tengah di pergoki berbuat mesum. Pria itu bahkan sudah menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedangkan Raya sudah bersemu malu.

Titania mengedipkan sebelah matanya ke arah Raya. "kak, bawakan aku oleh-oleh, ya?! Aku ingin sesuatu yang bagus dan mewah."

"Aku tidak memiliki banyak uang untuk membelikan yang mewah untukmu, Tita... Tapi akan aku usahakan untuk membelikanmu oleh-oleh," jawab Raya dengan senyuman khasnya.

"Apakah mas tidak memberimu uang? Mengapa kamu berkata demikian?"

"Ah, tidak... Maksudku bukan begitu. Danu tentu memberikan aku uang, tetapi aku akan membelikanmu oleh-oleh dengan uangku sendiri, bagaimana?"

Kedua bola mata Titania berbinar senang, gadis itu mengangguk sembari menyatukan tangannya. "aku menantikannya, kakak!"

Raya tersenyum, begitu pun Danuar dan Sandra.

"Danu, berapa lama di sana?" Damar datang dari arah belakang. Pria separuh baya itu membawa satu buah lembar kertas dan di angkat ke udara.

Koran baca.

"Tergantung istriku, Yah... Jika dia senang di sana mungkin akan sedikit lebih lama, aku bisa mengerjakan pekerjaanku. Ayah tenang saja."

"Mengapa membahas pekerjaan?" Sebelah alis Damar menukik tajam, menatap putranya seakan tidak suka.

BLACK ROSE || NamjoonWhere stories live. Discover now