1 - Abu-abu

174 61 8
                                    

Ketukan pada sepatu pantofel di atas marmer begitu terdengar nyaring. Langkah jenjang milik seseorang yang tubuh gagahnya di baluti setelan formal yang tak kalah licin dan mengkilap itu membuat beberapa atensi melihat ke arahnya.

Danuar menjadi seorang bintang, tak redup meski di luaran sana tengah terdapat hujan badai. Kendati demikian, aura yang di miliki pria itu lebih dingin daripada badai hujan yang tengah terjadi saat ini.

Itu benar, meski terkadang Danuar terlihat begitu hangat percis seperti sebuah Surya yang muncul malu-malu di pagi hari, tak menampik juga jika di beberapa hal pria itu akan terlihat mengerikan.

Seperti saat ini, pria itu membuat gestur wajah yang nyaris membuat setiap mata yang memandang ragu-ragu takut untuk sekedar melihat sekilas.

Danuar terlihat begitu marah, matanya setajam ujung belati, sedangkan alisnya menukik tajam serta rahang tegasnya begitu terlihat kontras.

"Kenapa dengan wajah kamu ini? Aku tidak berharap akan melihat reaksi seperti ini, Danuar. Jangan terlalu memperlihatkan bahwa kamu tidak menyukainya.” Suara rendah menyapa Danuar begitu pria itu membuka sebuah pintu besar. Hal ini seperti telah di prediksikan. Danuar bahkan lebih dulu di sambut sebelum melayangkan protes.

Danuar melonggarkan tali dasinya. Meski marah tengah memenuhi hatinya, Danuar tentu tak akan sanggup hanya untuk menarik nada pada suaranya, ia tak akan mampu mengangkat pas bunga di atas meja dan di layangkan begitu saja untuk mewakili perasaannya.

Maka, setelah satu helaan napas yang bisa Danuar keluarkan hanyalah suara yang di tahan mati-matian agar terdengar begitu tenang. “Aku sudah mengatakan hal ini beberapa kali, Ayah. Aku rasa ayah mengerti bahwa aku tidak menginginkan hal ini. Perjodohan?”  Danuar sempat terkekeh samar. “Ayah saat ini sudah hidup di jaman modern, tolong hilangkan tradisi kuno yang menggelikan itu, Ayah.”

Jelas. Masalah yang saat ini tengah terjadi, dan akan di bahas oleh ayah dan anak itu adalah sebuah pernikahan.

Pernikahan antara kedua keluarga konglomerat yang akan membangun relasi kuat antar bisnis mereka. Membangun sebuah bisnis untuk dapat di jangkau lebih luas lagi. Tentu, ini seperti sebuah pernikahan yang menguntungkan.

Tetapi Danuar menolak mentah-mentah akan ide gila ayahnya itu. Ia memang mencintai uang, tetapi hidup bersama seseorang yang tidak Danuar harapkan itu adalah bagaimana ia yang akan hidup di tengah-tengah kobaran api.

Tentu saja. Jika ada sebuah penolakan, setidaknya sang ayah harus mendengar hal yang ingin ia terima dengan puas dan menyenangkan.

“kamu tahu betul bahwa syarat pernikahan akan memudahkan kamu untuk kenaikan jabatan kamu menjadi CEO, Danu.”

“Ya, tetapi yang lebih penting saat ini bukankah kebahagiaanku? Putra kandungmu sendiri?” layaknya sebuah lelucon, Ayah, yang memiliki nama Damar Pramana itu terkekeh kecil. Pria setengah tua itu setuju, tetapi apa boleh buat? Danuar ini sudah sekali di atur!

“Maka beri aku satu kepuasan untuk ajang protes yang akan kamu lakukan ini.” Damar menatap putranya dengan lekat.

Gigi-gigi rapih milik Danuar sudah bergemeletuk di dalam sana. Pening sudah kepalanya. Ingin meledak!

“Jika tidak memiliki solusi, ada baiknya kamu menemui gadis itu malam ini, berikan pertemuan pertama kalian menjadi sangat berkesan,” kata Damar tak ingin di bantah.

Tetapi Damar melupakan satu fakta lain bahwa Danuar itu darah dagingnya, anaknya pertama yang ia agung-agungkan sejak kecil itu menuruni sikap keras kepalanya. Danuar adalah kopian Damar.

Danuar itu keras kepala. “Aku tidak akan menemuinya, dan tidak ada yang perlu kita bahas lagi tentang hal ini.”

“Maka kamu akan tahu konsekuensinya, Danuar.”

BLACK ROSE || NamjoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang