9 - I'm sorry

103 59 6
                                    

Seseorang yang tengah tertidur lelap itu menggeliat begitu merasa embusan napas di ceruk lehernya. Samar-samar ia mendengar bisikan suara rendah dan harum bunga Lily menyeruak begitu saja ke dalam indera penciuman Raya yang perlahan-lahan membuka netranya.

Penerangan sudah ia padamkan, namun Raya tahu betul jika seseorang yang saat ini tengah melingkarkan tangan di perutnya dari belakang itu adalah Danuar. Seseorang yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi suaminya.

Raya menggeliat, ia balikkan posisinya sehingga sinar bulan yang samar-samar masuk dari celah kaca yang sengaja tidak ia tutupkan gordennya itu membuat Raya dengan langsung bertatapan dengan iris sabit suaminya.

“Maaf membangunkanmu,” kata Danuar dengan suara rendahnya. Raya hanya memerlukan waktu sepuluh detik untuk mengumpulkan kesadarannya.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu lewat sepuluh menit dan rambut Danuar masih terlihat basah, pertanda bahwa pria itu baru saja mandi.

“Aku hanya ingin memelukmu sembari tidur, sayang.” Danuar berucap kembali setelah melihat Raya yang terdiam. Pria itu mengerti, Raya masih berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya.

Raya tersenyum di soroti sinar rembulan, sangat cantik dalam pandangan Danuar malam ini.

“Apa kamu menginginkannya?”

Satu alis Danuar terangkat tanya setelah mendengar Raya berkata demikian. “menginginkannya?”

“Sex? Sesuatu yang di lakukan oleh pengantin baru,” jelas Raya tanpa memutus tatapannya dari wajah Danuar. Entahlah, Raya hanya merasa jika Danuar memang membutuhkannya.

Raya melihat itu, satu sudut bibir Danuar terangkat rendah. Tatapan itu adalah tatapan ingin yang beberapa tempo lalu Danuar berikan kepadanya.

“Bercinta, Raya... sex terlalu kasar. Aku mencintaimu maka sebutan yang layak aku dengar adalah bercinta.” Danuar mengoreksi dengan sebelah tangannya yang sudah berpindah pada sisi wajahnya. Danuar merendahkan tubuhnya untuk mencuri satu kecupan. Benar-benar hanya kecupan.

“Ya, apa pun itu, apa kamu menginginkannya?”

Raya sebetulnya tengah berdebar.

“Sudah ku katakan, aku hanya ingin memelukmu. Aku tahu kamu kelelahan, oleh sebab itu, aku akan menahan diri mungkin sampai esok hari?” jawaban Danuar membuat Raya merasa sedikit lega.

Di tatapnya iris sipit itu dengan pandangan banyak tanya. Nyatanya, perkataan Olivia masih menghantuinya.

Seharusnya hal ini tidak perlu Raya permasalahkan, Jika memang betul bahwa Danuar berlalu demikian, bukankah itu jauh dari sebelum ia dan Danuar terikat sebuah hubungan?

Raya hanya perlu memastikan bahwa cinta Danuar kepadanya tidak akan pernah memudar. Raya juga hanya perlu  memastikan bahwa dirinya layak untuk menjadi satu-satunya yang Danuar miliki.

“Ada yang mengganggu pikiranmu?” suara Danuar menyapu perpotongan leher Raya dan membuyarkan lamunannya.

Danuar mengusak hidungnya tepat di sana, menghirup aroma sabun yang serupa dengan yang ia kenakan. Membuat Raya sedikit merasa geli.

“Apa aku boleh bertanya sesuatu?” Raya ragu, namun ia berhasil menjauhkan wajah Danuar dari perpotongan lehernya.

Tangan kekar Danuar merangkul Raya dengan begitu posesif, seolah tak mengizinkan Raya untuk membuat jarak pada tubuh mereka.

Entah mengapa, Danuar suka sekali memeluk Raya. Pria itu merasa nyaman. “tanyakan apa pun yang ingin kamu ketahui. Aku suamimu, Raya.” Jawaban Danuar membuat Raya tersenyum kecil.

BLACK ROSE || NamjoonWhere stories live. Discover now