7 - secret

89 59 3
                                    

Danuar mengetuk-ngetuk pena di atas meja. Suara yang ia hasilkan itu seolah tengah menjadi irama yang begitu menenangkan bagi Danuar sehingga membuat ia terpejam.

Danuar terlihat begitu tenang, padahal, kepalanya di dalam sana sedang ribut sekali. Sesekali, bahkan Danuar terlihat mengerutkan dahinya.

Banyak sekali yang ia pikirkan saat ini. Banyak sekali yang menjadi pertimbangannya saat ini.

Namun satu-satunya yang harus di perjuangkan dengan gigih adalah jabatan CEO yang ayahnya janjikan.

Pria itu membuka mata begitu mendengar pintu di ketuk dua kali sebelum akhirnya terbuka. Di sana ada Tubagus, datang dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya.

“Ada apa?” tanya Danuar tanpa basa-basi lantas menyilangkan kakinya.

Tubagus tersenyum sebelum mengambil duduk. Ia menyerahkan selembar kertas dari tas yang ia bawa dan hal itu sukses membuat Danuar terduduk dengan tegak.

Pria itu menatap Tubagus, sedangkan Tubagus hanya mempersiapkan Danuar untuk membukanya lewat tatapan.

“Sebenarnya, mengapa harus repot-repot diam-diam seperti ini, Danu?” Tubagus terlihat menyeringai begitu melihat raut wajah Danuar yang terlihat serius begitu membaca bait demi bait yang tertera di atas kertas tersebut.

Ia tak mengerti Danuar meski sudah lama sekali berteman dengannya.

“Aku hanya tidak ingin menyinggungnya,” jawab Danuar setelah selesai membaca kertas tersebut.
Helaan napas lega terdengar dari Danuar.

“Lagi pula, siapa yang mengatakan jika mengalami nyeri saat datang bulan akan mempengaruhi kesuburan? Danu... Danu... “ Tubagus terkekeh kecil. Ia seruput secangkir kopi di atas meja yang Tubagus yakini belum terjamah sama sekali oleh Danuar.

“Aku hanya pernah mendengarnya, lagi pula, ini hal yang wajar ‘kan? Mana tahu, memang dapat menghalangi kesuburan Raya,” kata Danuar mengangkat sebelah alisnya.

Danuar memang meminta Tubagus untuk mencari sebuah data Valid tentang hal itu.  Danuar tentu memiliki kekhawatiran tertentu akan kesuburan Raya. Masa depannya ada di tangan Raya. Dan Danuar tidak ingin lengah.

Namun ternyata, kekhawatiran Danu akhirnya terhempas begitu saja begitu ia membaca bawa sebuah nyeri saat mengalami datang bulan itu karena adanya ketidakseimbangan hormon, sehingga hal itu tidak memengaruhi tingkat kesuburan.

Tubagus terlihat mengangguk-anggukkan kepala. “Sepertinya, kamu memang tidak berencana untuk menunda kehamilan kepada Raya.”

“Untuk apa di tunda, Gus? Aku sudah cukup berumur dan pantas untuk memiliki seorang anak. Raya juga demikian,” kata Danuar.

“Memang benar, kamu sudah cukup tua dan memang sudah seharusnya dan sepantasnya untuk memiliki seorang anak.”

Danuar terlihat menyeringai. “sepertinya kamu melupakan hal ini, umur kita hanya bertaut tujuh hari. Sebuah kata tua sepertinya cocok juga jika di sematkan pada namamu, Tubagus. Bedanya, aku akan segera menikah. Sedangkan kamu, kekasihnya saja tak ada!”

Oh sial!

Tubagus terkekeh kecil, ia seruput lagi kopi hitam  di dalam cangkir. “jika bukan karena warisan, kamu pun tidak akan menikahi Raya, Danuar... Jangan menipuku, kamu ini senang kebebasan, dan sebuah ikatan pernikahan tidak ada dalam sebuah kamus kehidupan seorang Danuar Revanza Abimana.”

Tubagus mengaduh kesakitan begitu dengan keras Danuar menendang tulang kering kakinya. Rasanya benar-benar linu sampai-sampai membuat Tubagus memejam sakit.

BLACK ROSE || NamjoonDonde viven las historias. Descúbrelo ahora