11. Huru-hara

45 8 0
                                    

mari berteman di ig author = @echanwifeys dm aja nanti di follback kok

~~~~~

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~

Cupid – Fifty Fifty

~~~~~

“Gunakan cermin terlebih dahulu untuk melihat siapa dirimu, sebelum menghujat seseorang di sebelahmu.”

~~~~~

Sang surya menampakkan cahayanya dengan bangga kepada setiap manusi, menerangi bumi dan memberi secercah harapan kepada setiap kehidupan di bumi. Cerahnya pagi hari ini tidak membuat satu keluarga itu turut merasakan kebagiaan pagi hari, ketiga cucu Adam itu hanya diam menikmati sarapannya dengan khidmat.

“Jadi gimana keputusan Papa, bukan aku kan yang nolak Mas Tama?” tanya Rani memulai pembicaraan dengan sang papa.

Kepala keluarga yang memiliki usia setengah abad itu hanya mengangguk paham mendengar pertanyaan sang anak. Respon biasa inilah yang membuat Rani berdecak tidak suka.

“Papa udah denger sendiri kan Mas Tama emang gak buru-buru nikah apalagi sama aku, rekaman ini udah jelas kan?” tanya Rani kepada sang papa yang hanya bis terdiam setelah mendengar rekaman berisikan suara Tama.

“Papamu tidak akan segila ini memaksa kita menikah Ran jika dia tidak tahu asetku.”

Helaan napas berat terdengar dari bibir Imam, ia tidak menyangka Tama akan berbicara hal seperti itu tentang dirinya. Kalimat singkat yang masih terngiang-ngiang di dalam kepalanya. “Papa masih berharap kamu bisa bersanding dengan Tama.”

“Papa butuh duit berapa sih sampai segitunya sama aku, Papa mau ngejar apa lagi di dunia ini Pa? Umroh udah, haji aja tahun depan juga berangkat haji lagi, Papa mau apa?” tanya Rani dengan geram.

Imam menggeleng mendengar perkataan anak sulungnya, anaknya ini sepertinya sudah salah paham tentangnya. “Papa mau kamu sama Tama bukan semata-mata soal materi, Kak. Papa udah kenal Tama cukup lama, makanya papa juga yakin kalau Tama bisa jaga kamu.”

“Manusia sombong kayak gini bagus buat kakak, Pa?”

“Papa denger gak sih Tama bilang apa? Tama ngerendahin kita Pa, Tama lihat keluarga kita sebelah mata. Kalau Papa masih ragu soal masa depan adek, lepasin kakak kerja di luar negeri biar Papa gak kepikiran. Kakak berani tanggung masa depan adek, Pa.” Rani berucap dengan tegas mampu menanggung beban besar yang dia janjikan kepada sang papa.

“Bukan gitu maksud papa, Kak. Mungkin Tama tadi terbawa suasana jadi bilang kayak gitu, positif thingking aja. Kakak gak perlu kerja di luar, uang Papa masih cukup buat anak cucu Kakak.”

“Kakak bisa nerima setiap cacian orang terhadap kakak, Pa. Kakak bisa nerima setiap omongan buruk orang ke kakak, tapi kakak gak terima Papa kakak dijelekin kayak gitu, kakak gak terima, Pa,” ucap Rani menahan air mata yang akan jatuh dari pelupuk mata.

Rani berbicara fakta, mungkin saat kemarin Tama mengatakan hal seperti itu bisa dia kuat namun menaruh dendam besar terhadap Tama. Pria seperti Tama memang harus diajarkan sopan santun yang baik sebelum mengucapkan hal yang menyakitkan bagi orang lain.

“Tama orang baik Kak, papa cuma ingin lihat anak papa hidupnya aman dan bahagia dengan orang yang papa anggap seperti anak sendiri.”

“Tama bukan orang baik.”

“Kakak belum tahu sifat asli Tama seperti apa,” ucap Imam mantap.

Rani mengucapkan istigfar beberapa kali mendengar bahwa Tama adalah orang baik, Tama bukan orang baik melainkan orang bermuka dua. Pria itu pandai mengendalikan ekspresi wajahnya saat berhadapan dengan banyak orang, pria itu bahkan bisa berbicara lembut namun menjebak.

“Terus kenapa Papa bersikeras bikin kakak tergila-gila sama Tama?” tanya Rani penasaran.
Imam menggeleng menolak pernyataan sang anak.

“Papa gak nyuruh kamu tergila-gila sama Tama Kak, papa gak ada maksud kayak gitu.”

“Gak mungkin Papa kayak gini tanpa sebab, apalagi yang ingin Papa capai? Kebahagian ini masih  kurang buat Papa? Kakak sendiri gak tahu jalan pikiran Papa seperti apa, kakak gak paham Pa.”

Rani menyandarkan punggung di kursi makan, dirinya sudah benar-benar kehilangan nafsu makan di pagi yang cerah ini. Mungkin ini juga salahnya sendiri karena kembali menanyakan hal yang tidak mungkin disetujui oleh sang papa walaupun sudah ada bukti otentik yang dia punya. Ia akui dia sendiri memang picik karena merekam perbincangannya dengan Tama tanpa izin, entah apa yang akan dilakukan pria itu jika mengetahuinya.

“Kak sekali lagi papa bilang yah, papa gak ada maksud apa-apa deketin kamu sama Tama apalagi soal uang. Papa kenal baik dengan keluarga Waluya begitu pun dengan Tama, gak ada maksud lain Kak,” ujar Imam memberi pengertian.

“Yaudah sekarang udah clear kan Tama gak mau sama kakak, Papa juga bilang ke rekan bisnis Papa kedepannya gimana.”

Keterdiaman sang papa membuat Rani memijat pelipisnya pelan, dia juga yang harus bilang ke keluarganya si Tama?

“Kakak bakal bilang kakak gak pengen buru-buru nikah, Papa nemenin kakak aja. Biar kakak yang bilang semuanya, kakak juga yang atur jadwal ketemuannya nanti kapan sama dimana,” ujar Rani final.

Perempuan yang kerap ceria dan selalu bahagia itu berubah menjadi perempuan yang tengah dilanda haid, bawaannya marah terus menerus. Ia meletakkan sendok miliknya dan hanya makan beberapa suap nasi sebelum pamit untuk berangkat kerja. Pembicaraan di meja makan memang mampu merubah suasana hati seseorang.

“Kakak berangkat kerja dulu Pa, assalamualaikum,” ujar Rani dengan menyalami sang papa.

“Jangan pulang malam ya, Kak.”

Rani menghentikkan langkahnya dan menoleh sebentar menyahuti ucapan sang papa. “Kakak hari ini lembur Pa, kakak kalau gak ambil lembur masa depan adek bisa terancam.”

Ada perasaan tidak enak saat mendengar anaknya berucap seperti itu, namun segera dia tepis mengingat Reno belum menyalami kakaknya. “Adek belum salam, Kak.” Imam berucap saat sang anak bungsu belum salam terhadap sang kakak, ia tidak ingin hubungan kakak adik diantara anaknya hilang begitu saja karena egonya.

“Kakak udah telat, Pa.”

Seorang pemuda yang sedari tadi hanya diam di meja makan itu  meremas bajunya dengan erat merasakan sakit begitu mendalam di lubuk hatinya melihat perlakuan tidak biasa dari sang kakak. Ia menatap punggung kecil kakaknya dengan perasaan campur aduk antara marah dan juga bersalah.
Imam yang melihat putranya menunduk dalam membuatnya ikut merasa bersalah, mungkin sudah bukan zamannya perjodohan seperti ini dilakukan. Kebiasaan kuno dari keluarganya ini mungkin sudah seharusnya dihilangkan jika menjadi hal buruk yang bisa mengancam kedamaian di keluarganya.
“Adek berangkat kuliah dulu Pa, assalamualaikum.”

“Coba bujuk Kakak ya Dek.”

Reno tidak menjawab pertanyaan sang papa, jangankan membujuk sang kakak berbicara saja sepertinya dia tidak bisa. Ia tidak yakin jika setelah ini kakaknya akan baik kepadanya seperti dulu, dia sangat paham benar bagaimana sifat sang kakak.
.
.
.

STAY SAFE

timnas U23 sengaja klh dri Irak biar bsa ketemu mbappe di Paris 🙂

3 May 2024

Garis LakonWhere stories live. Discover now